JAKARTA-(IDB):Selain pengumuman penggunaan pesawat produksi Korea , T50 sebagai pesawat latih militer menggantikan pesawat Hawk buaatan Inggris pada Sabtu (09/04) tadi ternyata ada sejumlah kerjasama lain yang sudah disepakati antara Korea Selatan dengan Indonesia dalam hal Alutsista dean pertahanan, bahkan diantaranya adalah pengembangan pesawat tempur bersama.
Beberapa waktu lalu Menteri Pertahanan (Menhan) RI Purnomo Yusgiantoro saat menerima Duta Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Ho Young, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Kamis (10/3), mengungkapkan bahwa Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan (Korsel), khususnya dalam bidang pertahanan, saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Sejak bertugas di Jakarta pada Juli 2008 lalu, dubes Korea itu mampu menjadi kepanjangan tangan bagi hubungan kerjasama pertahanan Indonesia-Korsel semakin meningkat. Hal itu ditandai dengan kerjasama pengadaan Alutsista kedua negara diantaranya, Pengadaan kapal Landing Platform Dock (LPD), di Galangan Kapal Daesun Korea, pengadaan Pesawat Patroli Maritim CN-235 produksi PT Dirgantara Indonesia dan juga kegiatan hibah kendaraan panser asal Korsel LVT-7A kepada Pasukan Marinir TNI AL.
Selain itu, ada proyek kerja sama lain pertahanan antara kedua negara, Indonesia dan Korea Selatan pada bulan Juli tahun lalu di Korea Selatan menandatangani pengembangan KF-X pesawat tempur yang diusulkan dalam nota kesepahaman kerjasama. Korea Selatan dilaporkan juga akan membantu Indonesia menghasilkan Anoa tank lapis baja pengangkut personel.
Dari catatan Seruu.com , pada bulan Juni 2010, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Erris Herryanto sempat menyatakan hal tersebut. ”Kemungkinan besar tahun ini sudah ditandatangani,” kata Erris. Kesepakatan untuk studi kelayakan ditandatangani tahun 2009.
Kementerian Pertahanan menerima hasil studi kelayakan Dalam studi itu disebutkan, Indonesia layak untuk berpartner membuat pesawat tempur. Spesifikasi pesawat tempur dengan kode KFX ini kira-kira berada di atas F-16, tetapi di bawah spesifikasi F-35.
Menurut Erris, langkah tersebut merupakan suatu kemajuan karena tidak banyak negara yang bisa membuat pesawat tempur. Apabila memiliki pabrik pesawat tempur, Indonesia tidak akan bergantung lagi kepada negara lain.
Menurut Erris, masalah komitmen dan perjanjian secara rinci tengah dibahas. Namun, tidak ada perbedaan yang mencolok. Saat ini tengah disusun redaksional perjanjian di antara kedua belah pihak. Erris belum bisa merinci beberapa hal yang tertuang dalam perjanjian itu, termasuk apa saja yang akan diperoleh Indonesia dan apa saja yang harus disediakan. ”Yang jelas, kita punya PT Dirgantara Indonesia dan tenaga ahli,” kata Erris.
Kebutuhan biaya yang diajukan sekitar 8 miliar dollar Amerika Serikat dengan jangka waktu kerja hingga tahun 2020. Pada tahun 2020 diharapkan sudah bisa disiapkan lima prototipe. Dari keseluruhan anggaran itu, Indonesia diharapkan menanggung sebesar 20 persen. Akan tetapi, ujar Erris, belum ada kesepakatan soal keuangan tersebut.
Sumber: Seruu
0 komentar:
Posting Komentar