Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong. |
JAKARTA-(IDB):Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong mengatakan pihaknya tetap mempercayai Indonesia untuk mengatasi sengketa Thailand dan Kamboja.
"Kami sudah lama melakukan proses negosiasi dengan Thailand namun kami belum mencapai kesepakatan apapun sehingga kami memerlukan pihak luar sebagai mediator dan yang terbaik adalah Indonesia sebagai Ketua ASEAN, kami selalu percaya Indonesia," kata Hor Namhong dalam konperensi pers di Jakarta, Sabtu.
Pada 7-8 April di Bogor berlangsung Joint Commission on Demarcation for Land Boundary (JBC) antara Kamboja dan Thailand namun belum menghasilkan kesepakatan.
Menurut Namhong, Indonesia sebagai Ketua ASEAN sudah mendapat mandat dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dari ASEAN sendiri untuk mengatasi masalah tersebut. Kamboja dan Thailand juga sudah menyepakati hal itu.
"Namun kami tidak mengerti mengapa Thailand menolak peranan Indonesia sekarang," tegasnya.
Ia menjelaskan, Kamboja kecewa pada Thailand yang dianggapnya menolak keikutsertaan Indonesia dalam menjadi fasilitator masalah perbatasan itu.
"Bila Thailand benar-benar ingin melangsungkan gencatan senjata di perbatasan, mengapa mereka ragu untuk menerima pemantau dari Indonesia di perbatasan?," ujarnya.
Namhong mengkritik Thailand dengan mengatakan jika negara itu memang ingin menyelesaikan masalah dengan damai, maka Thailand seharusnya tidak menolak tiga butir pembahasan dalam JBC.
Ketiga butir pembahasan tersebut adalah Kamboja menawarkan untuk mengirim tim teknis untuk menetapkan pilar perbatasan mulai nomor satu hingga 23 tanpa harus menunggu persetujuan dari parlemen Thailand mengenai isi dari kesepaktan-kesepakatan JBC sebelumnya.
Sebelumnya anggota parlemen dari Partai Demokrat pengusung Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan apakah hasil JBC merupakan suatu persetujuan yang diputuskan oleh parlemen atau tidak. Saat ini parlemen Thailand masih menunggu pengesahan keputusan dari Mahkamah Konstitusi Thailand.
"Mereka berkeras agar parlemen harus menyetujui butir-butir kesepakatan JBC sebelumnya sebelum setuju untuk mengirimkan tim teknis ke perbatasan," kata Namhong.
Butir kedua adalah membuat peta foto untuk mengidentifikasi perbatasan.
"Kami berharap agar pembuatan peta tersebut dapat dilakukan segera tanpa menunggu persetujuan parlemen Thailand. Namun lagi-lagi Thailand ingin hal tersebut disetujui parlemen terlebih dulu," ungkapnya.
Butir ketiga adalah mengenai peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk melangsungkan pertemuan General Border Committee (GBC) selanjutnya.
"Kami mengajukan usul agar GBC selanjutnya dilangsungkan di Indonesia karena Indonesia sudah mendapatkan mandat DK PBB untuk ikut dalam negosiasi Thailand-Kamboja, namun Thailand menolaknya juga," ungkap Namhong.
Satu-satunya hal yang disepakati pada perundingan JBC yang lalu, menurut Menlu Namhong, adalah pos pengawasan antara kedua negara.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan proses perundingan masih berlangsung dan waktu penyelesaiannnya tidak dapat ditentukan.
"Namun mungkin nanti dalam ASEAN-Japan Ministers Meeting hal tersebut juga dapat dibicarakan," kata Marty saat menyambut Menteri Luar Negeri Jepang Takeaki Matsumoto.
"Kami sudah lama melakukan proses negosiasi dengan Thailand namun kami belum mencapai kesepakatan apapun sehingga kami memerlukan pihak luar sebagai mediator dan yang terbaik adalah Indonesia sebagai Ketua ASEAN, kami selalu percaya Indonesia," kata Hor Namhong dalam konperensi pers di Jakarta, Sabtu.
Pada 7-8 April di Bogor berlangsung Joint Commission on Demarcation for Land Boundary (JBC) antara Kamboja dan Thailand namun belum menghasilkan kesepakatan.
Menurut Namhong, Indonesia sebagai Ketua ASEAN sudah mendapat mandat dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dari ASEAN sendiri untuk mengatasi masalah tersebut. Kamboja dan Thailand juga sudah menyepakati hal itu.
"Namun kami tidak mengerti mengapa Thailand menolak peranan Indonesia sekarang," tegasnya.
Ia menjelaskan, Kamboja kecewa pada Thailand yang dianggapnya menolak keikutsertaan Indonesia dalam menjadi fasilitator masalah perbatasan itu.
"Bila Thailand benar-benar ingin melangsungkan gencatan senjata di perbatasan, mengapa mereka ragu untuk menerima pemantau dari Indonesia di perbatasan?," ujarnya.
Namhong mengkritik Thailand dengan mengatakan jika negara itu memang ingin menyelesaikan masalah dengan damai, maka Thailand seharusnya tidak menolak tiga butir pembahasan dalam JBC.
Ketiga butir pembahasan tersebut adalah Kamboja menawarkan untuk mengirim tim teknis untuk menetapkan pilar perbatasan mulai nomor satu hingga 23 tanpa harus menunggu persetujuan dari parlemen Thailand mengenai isi dari kesepaktan-kesepakatan JBC sebelumnya.
Sebelumnya anggota parlemen dari Partai Demokrat pengusung Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan apakah hasil JBC merupakan suatu persetujuan yang diputuskan oleh parlemen atau tidak. Saat ini parlemen Thailand masih menunggu pengesahan keputusan dari Mahkamah Konstitusi Thailand.
"Mereka berkeras agar parlemen harus menyetujui butir-butir kesepakatan JBC sebelumnya sebelum setuju untuk mengirimkan tim teknis ke perbatasan," kata Namhong.
Butir kedua adalah membuat peta foto untuk mengidentifikasi perbatasan.
"Kami berharap agar pembuatan peta tersebut dapat dilakukan segera tanpa menunggu persetujuan parlemen Thailand. Namun lagi-lagi Thailand ingin hal tersebut disetujui parlemen terlebih dulu," ungkapnya.
Butir ketiga adalah mengenai peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk melangsungkan pertemuan General Border Committee (GBC) selanjutnya.
"Kami mengajukan usul agar GBC selanjutnya dilangsungkan di Indonesia karena Indonesia sudah mendapatkan mandat DK PBB untuk ikut dalam negosiasi Thailand-Kamboja, namun Thailand menolaknya juga," ungkap Namhong.
Satu-satunya hal yang disepakati pada perundingan JBC yang lalu, menurut Menlu Namhong, adalah pos pengawasan antara kedua negara.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan proses perundingan masih berlangsung dan waktu penyelesaiannnya tidak dapat ditentukan.
"Namun mungkin nanti dalam ASEAN-Japan Ministers Meeting hal tersebut juga dapat dibicarakan," kata Marty saat menyambut Menteri Luar Negeri Jepang Takeaki Matsumoto.
Sumber: Antara
0 komentar:
Posting Komentar