Minggu, Mei 15, 2011
0
JAKARTA-(IDB) : Selasa 10 Mei 2011, rombongan Komisi I bertemu dengan Industri Pertahanan AS. Pertemuan yang dikoordinasikan oleh Cohen Group. Pertemuan ini dihadiri oleh lima pelaku industri pertahanan di AS, seperti produsen Boeing (Stenley Roth ), Northrop Grumman (Bill Ennis/John Brooks), Lockheed Martin (Cuck Jones/Rick Krikland), Honeywell (Eric Wagner) dan Sikorsky dan Pratt & Withney.

Yang menarik dari kunjungan ini adalah kesediaan para pelaku industri pertahanan AS ini untuk menjadi mitra dalam hal transfer tehnologi kepada Indonesia dan pembelian hasil produksi Indonesia dibawah supervisi AS untuk keperluan industri ini di kemudian hari.

"Sparepart F16 dapat diproduksi di Indonesia dengan supervisi AS. Hal ini sangat baik, karena mereka tidak semata-mata hanya mencari keuntungan saja, namun juga memikirkan benefitnya bagi terciptanya lapangan pekerjaan, transfer tehnologi untuk industri di tanah air," ungkap Hayono Isman yang dihubungi detikcom dalam perjalanan rombongan menuju New York dengan bus sewaan.

'Diharapkan kunjungan Menhan RI, Purnomo Yusiantoro ke AS akhir Mei ini dapat lebih mudah dalam upaya mempercepat kerjasama antara perusahaan Indonesia dan AS dalam hal regenerisasi untuk pembuatan komponen-komponen yang nantinya akan dikirim ke AS. Komisi I mendukung penuh program ini," tambah Hayono.

Hasil kunjungan ke Federal Communication Commission (FCC) memberikan masukan kepada Komisi I untuk penyusunan RUU Penyiaran. Menurut Hayono Isman, KPI perlu diberikan wewenang untuk membatalkan izin dari lembaga kepenyiaran yang melanggar peraturan kepenyiaran dalam menyajikan konten melalui proses yang ketat.

"Proses Demokrasi di Indonesia saat ini sedang berkembang, sehingga akan kurang tepat untuk memberlakukan revoke atau pembatalan izin seperti ini. Kami lebih suka dengan istilah “Fine” atau denda bagi pelanggar ketentuan peraturan kepenyiaran. Hal ini lebih efektif dan tidak membuat khawatir para pelaku bisnis kepenyiaran di Indonesia," ujar pimpinan delegasi kunjungan kerja Komisi I DPR RI ini.

Sementara itu, Komisi I mendapatkan masukan sebagai hasil kunjungan ke Office of the Director of National Intelligence (DNI), yang merupakan kantor pusat yang mengkoordinasikan 16 unit intelejen AS. Terutama dalam hal pentingnya koordinasi antar intelejen di Indonesia. Dalam hal ini Badan Itelejen Indonesia (BIN), agar dapat melakukan fungsinya sebagai pusat koordinasi, pengumpulan data dan analisa dalam berbagai kemungkinan timbulnya terorisme.

Sementara eksekusinya akan dilakukan oleh lembaga-lembaga lainnya, seperti kalau terorisme merupakan tugas polisi terutaman Densus 88 untuk melakukan penangkapan, sementara TNI untuk penangkalan dini terhadap berbagai potensi separatism dengan ‘soft power’ untuk mengatasinya. "Intelejen bertugas untuk instalasi awal penegakan demokrasi, penegakan HAM dan keterbukaan. Sehingga intelejen tidak perlu diberi wewenang untuk melakukan penangkapan," tambahnya.

Mengenai pertemuan dengan Kongres AS, Hayono mengatakan ada dua agenda yang dibahas yaitu mengenai peran Indonesia dalam perkembangan Demokrasi di Timur Tengah dan sambutan Indonesia atas kesempatan untuk berpartisipasi dalam ADA (Access Defense Article) yang harus mendapat persetujuan dari konggres AS

Menurut kongres AS yang ditemui Komisi I, Indonesia merupakan dapat menjadi role model bagi perkembangan demokrasi di Timur Tengah. "Untuk itu Komisi I akan menindaklanjuti dengan BKSAB (Badan Kerja Sama Antar BUMN)yang wakil ketuanya ada dalam rombongan bapak SIdarto Danusobroto (PDIP) dan Ibu K.Assegaf (Demokrat), untuk melakukan langkah-langkah proaktif dalam melakukan kontak dengan parlemen Mesir maupun Tunisia. 

Paling tidak dengan memberikan dukungan moril dan masukan kepada pemerintah Tunisia tentang bagaimana Indonesia melalui kegiatan parlemen bisa memperkuat demokrasi yang berkembang di Indonesia, papar Hayono.

Sumber: Detik

0 komentar:

Posting Komentar