Jumat, Maret 14, 2014
2
JKGR-(IDB) : Musibah hilangnya pesawat Boeing 777-200 maskapai penerbangan Malaysia Air System bernomor registrasi MH-370 berisi 239 orang penumpang dan kru mengingatkan kita akan hilangnya pesawat Adam Air di sekitar perairan Mamuju Sulawesi Barat beberapa tahun yang lalu, namun ini dengan ukuran pesawat yang lebih besar dan juga melibatkan lebih banyak Negara dalam operasi pencarian pesawat yang diklaim paling intens dan paling menggerunkan sepanjang sejarah kecelakaan pesawat.

Kita semua tentunya ikut merasa prihatin atas kejadian ini, dan berharap semoga, apapun yang terjadi, kondisinya dapat segera diketahui dan diumumkan kepada khalayak. Namun, apa yang dipertontonkan oleh pemerintah Malaysia seperti jauh panggang dari api. Beberapa keluarga korban, terutama warga china yang kerabatnya paling banyak tercatat sebagai penumpang, menganggap pemerintah Malaysia seakan menutup-nutupi beberapa informasi penting.

Kita tahu bahwa  beberapa dekade kebelakang, pemerintah negeri jiran ini berusaha menarik perhatian kalangan bisnis dan pariwisata melalui berbagai advertorial baik di media internasional, bahkan di media-media lokal yang ada di Negara-negara lain. Maka, kagumlah semua bangsa ketika berbondong-bondong investasi dan arus wisatawan membanjiri negeri di semenanjung Malaya dan utara Kalimantan itu.


Namun, ketika kini, semua mata memandang ke “tetangga yang berisik” di utara ini tanpa harus memasang reklame, ketika pandangan dunia mengerucut pada hilangnya pesawat tersebut, yang terjadi adalah, pemerintah Malaysia seperti salah tingkah. Persis ketika seorang pemuda yang sering narsis dan caper di hadapan cewek-cewek cantik, tiba-tiba mendapat sorotan dan blitz kamera bertubi-tubi tanpa persiapan sama sekali, Demam Panggung!

Kita masih ingat kejadian tahun lalu ketika milisi Sulu menyerbu Lahat Datu Sarawak, berhari-hari sang pemuda narsis tersebut bingung mau dihadapi dengan cara apa, dan kemudian ketika saatnya bertindak, kita tercengang bahwa mereka sanggup menggunakan pesawat tempur dengan kemampuan air-superiority melawan pejuang yang hanya mengandalkan pistol dan senapan serbu, seperti meriam untuk membunuh seekor lalat, sangat berlebihan alias lebay kata cabe-cabean dan anak-anak genk motor.

Tentunya bukan hanya Malaysia saja yang seperti itu. Dulu saat Tsunami dan kemudian terjadi peristiwa Adam Air, pemerintah Indonesia juga terkesan kalang-kabut dan hanya bisa melongo melihat intensitas bantuan dan operasi penyelamatan besar-besaran yang dilakukan Negara-negara sahabat dengan peralatan militer ultra modern. Yang membedakan diantara kedua pemuda kampong ini mungkin hanyalah, Indonesia menerima segala bantuan tersebut dan berpasrah diri sebagai si bodoh yang belum tau apa-apa. Sebaliknya, pemuda jiran di utara itu, menghadapi sorotan blitz dunia internasional dengan lebay sekaligus Jaim dengan tujuan untuk menutupi kekurangannya.

Semakin besar perhatian media, semakin terbukalah borok dan topeng yang selama ini melanda birokrasi Malaysia. Dimulai dari ketidakkonsistenan pejabat setempat atas informasi yang masih simpang siur. Perbedaan info dan kesenjangan data mengenai penumpang, bagasi, detail teknis dll yang disampaikan pejabat yang berlainan. Hingga masalah pribadi kru terutama kopilot yang pernah membawa perempuan masuk kokpit selama penerbangan sebelumnya memaksa si Jaim untuk menambal semua borok yang sudah mengakar di lingkungan pemerintahan dan BUMN.
Area pencarian akhirnya terpaksa diperluas
Area pencarian akhirnya terpaksa diperluas
Pemerintah Malaysia juga terkesan menutup-nutupi adanya kesenjangan dengan pihak militer, padahal dengan kelengkapan radar militer yang canggih (radar primer), seharusnya tracking pergerakan pesawat segede jaban itu bukan sesuatu hal yang sangat sulit. Ini membuat beberapa pemerintah Negara tetangga yang terlibat dalam operasi pencarian menjadi meradang atas ketidak-becusan kepemimpinan pejabat Malaysia dalam mengorganisasi dan mengkoordinir kerjasama militer dari 12 negara.

Hari Rabu kemarin (12/3/2014), pemerintah Vietnam mengurangi kegiatan pencarian oleh kapal-kapal angkatan lautnya, meski masih menyisakan pesawat-pesawatnya membantu operasi. Ini akibat dari pernyataan pejabat Malaysia yang menarik ucapannya mengenai apakah pesawat masih di sekitar teluk Thailand, atau sudah berbalik dan melintasi selat malaka (pejabat yang menangani lalu-lintas udara mengatakan bahwa radar militer melihat pesawat membalik arah, tetapi pejabat angkatan udara justru membantahnya). Keadaannya kini ibarat alat dan tenaga terampil sudah tersedia, namun sang mandor bingung mau mulai darimana.

Tentu ulasan ini tidak bermaksud ingin menambah kesusahan keluarga para korban dan seperti menari-nari diatas penderitaan orang lain. Namun penulis hanya mengingatkan bahwa di era komunikasi digital ini, semua Negara harus bersiap bukan hanya untuk menarik devisa melalui pariwisata dan menarik investor asing, namun juga harus mempersiapkan diri menghadapi segala konsekuensi akibat semakin intensnya perhatian dunia kepada Negara sendiri.

Kita dapat berkaca dari masing-masing tindakan yang diambil kedua Negara bertetangga ini menyikapi terjadinya masalah yang berlingkup global. Setelah Tsunami, Indonesia membentuk BNPB yang mengkoordinir semua badan-badan pemerintah ditambah bantuan swasta jika terjadi bencana alam. 

Begitupun setelah hilangnya Adam Air, pemerintah membentuk KNKT yang bertanggung-jawab penuh atas segala upaya pencarian, penyelamatan, investigasi dan lain-lain. Kedua badan tersebut, diharapkan sanggup menjadi pemimpin skala besar ketika harus mengepalai operasi gabungan dari banyak Negara. 

Pemerintah juga sudah membentuk beberapa badan lintas departemental seperti BNN untuk menangani masalah narkoba, membentuk kementerian yang fokus pada bidang terkait seperti Kemenparekraf padahal sebelumnya antara pariwisata dan industri kreatif belum ada sinergi apa-apa. Dan jangan lupa badan satu ini, KKIP, yang menjadi idola military fanboy sekarang. 




Sumber : JKGR

2 komentar:

  1. kasian juga ya.. kacau gituu, takutnya bantuan pada kapok pada mundurkan diri deh

    BalasHapus
  2. Malaysia pada awalnya sangat tertutup dalam memberikan informasi baik pada pers maupun pada pihak yang membantunya.Ada kegalauan dalam pemerintahan Malaysia untuk membuka informasi.Sebenarnya kalau kita lihat tak ada alasan yang tepat untuk menutupi rentetan peristiwa tersebut.Ini masalah kemanusiaan bukan lagi masalah teritori sebuah bangsa.Hal itu terlambat di pahami otoritas malaysia.Sehingga banyak negara yang ikut membantu merasa kecewa.Seperti vietnam,china yang terang terangan bilang kekecewaannya.Seandainya dari awal info yang diberitakan militer malaysia diberikan akan mempercepat penelusuran pesawat.Walau ahirnya terpaksa dibuka juga dan diberitakan langsung oleh PM Malaysia.Pemilihan PM yang bicara tampaknya terpaksa dilakukan akibat banyak pihak yang meragukan sumber sumber di pemerintahan,akibat blunder infermasi sebelumnya.Momentum pencarian jadi hilang karena mereka gagap dalam merespon antusia yang di ulurkan negara sahabat.Sampai sekarang pihak Malaysia masih menolah kehadiran INTERPOL dalam pencarian pesawat dan tindakan itu sangat disayangkan,dan pasti akan membuat citra pemerintah Malaysia makin terbenam di dunia Internasional.

    BalasHapus