Jumat, Februari 21, 2014
6
OPINI-(IDB) : Batas antara penjahat dan pahlawan seringkali amat tipis. Polemik soal penamaan "KRI Usman-Harun" dengan baik menjelaskan hal ini: di Indonesia dianggap pahlawan, di Singapura -- dan sudah dibuktikan di depan pengadilan di sana-- keduanya adalah penjahat.

Ini bukan polemik yang langka. Debat mengenai batas antara pahlawan dan penjahat, khususnya untuk sosok-sosok yang terlibat dalam konteks sejarah tertentu, seperti peperangan, sudah sering mengemuka.

Sampai kapan pun, Cina dan Korea akan bereaksi keras tiap kali ada pejabat tinggi Jepang (khususnya Perdana Menteri) berkunjung ke Kuil Yasukuni di Tokyo.

Kuil Yasukuni adalah kawasan yang menjadi tempat peristirahatan terakhir jutaan tentara Jepang yang pernah bertugas di sepanjang Perang Dunia I dan II. Banyak dari mereka bertugas di negara-negara Asia lainnya yang diduduki Jepang. Bahkan beberapa di antaranya adalah para perwira yang sudah divonis sebagai penjahat perang.

Bagi Cina atau Korea (juga seharusnya bagi Indonesia), Kuil Yasukuni adalah lambang agresi militer Jepang yang pernah membantai ratusan ribu orang, baik di Nanking maupun di Semenanjung Korea, pada paruh pertama abad-20. Maka mengunjungi Kuil Yasukuni akan selalu terasa sebagai pemujaan terhadap agresivitas yang mematikan.

Latar psikologis itulah kira-kira yang ingin disampaikan oleh protes Singapura terhadap penamaan KRI Usman-Harun. Bagi mereka, Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said adalah teroris yang terbukti sudah melakukan pemboman di Orchard Road.

Memahami latar psikologis ini memungkinkan kita bisa mengerti kenapa pejabat-pejabat Indonesia marah-marah kepada pemerintah Belanda begitu mendengar Westerling dijemput militer Belanda setelah tertangkap di Singapura pada Februari 1950.

Indonesia sangat wajar merasa marah: penjahat perang yang belum lama melakukan pembantaian di Indonesia malah disembunyikan dan diselamatkan oleh pemerintah Belanda.

Ketika Indonesia menuntut ekstradisi Westerling, Belanda justru membebaskan Westerling dari tahanan dan menyatakan Westerling dilindungi dan tak bisa diektradisi karena warga negara Belanda. Sampai wafatnya, Westerling bisa hidup tenang tanpa gangguan.

Pemerintah Belanda akhirnya meminta maaf atas perbuatan Westerling pada 2013 lalu, selang 26 tahun setelah kematian Westerling dan selang lebih dari setengah abad dari peristiwa pembantaian itu.

Jumlah korban pemboman yang dilakukan Usman-Harun jelas tak sebanding dengan korban Westerling, apalagi korban pendudukan Jepang di seantero Asia pada paruh pertama abad 20. Tapi pokok soalnya memang bukan kuantitas korban melainkan penyikapan terhadap mana yang dianggap pahlawan dan mana yang dianggap penjahat.

Penyikapan yang bersifat binarian, hitam-putih, saklek, dan tidak peduli dengan sudut pandang yang lain macam ini sesungguhnya bukan barang baru juga di Indonesia.

Begitu Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan mencapai momentumnya lewat Kongres Sejarah Nasional I pada 1957, proyek historiografi Indonesia-sentris pun dimulai. Ini semacam dekolonisasi wacana sejarah: semua perspektif kolonial Belanda diputar-balikkan sepenuhnya menjadi perspektif nasionalisme Indonesia.

Jika Pangeran Diponegoro, Pattimura, atau Cut Nyak Dien dianggap sebagai pengacau, perusuh, pemberontak dan teroris dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah zaman Belanda, dalam semangat historiografi Indonesia-sentris nama-nama itu diangkat setinggi-tingginya dan seharum-harumnya sebagai pejuang, pahlawan, dan kesuma bangsa.

Implikasinya jelas melahirkan cara berpikir yang reduksionistis, menyederhanakan kompleksitas peristiwa, dan penuh penghakiman pada siapa pun dan apa pun.

Melalui historiografi yang berwatak ideologis, hitam-putih, dan pukul rata itulah murid-murid sekolah akhirnya harus menelan mitos-mitos baru yang tidak kalah menyesatkannya. Misalnya: Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, Majapahit mempersatukan Nusantara, dll., dkk., etc.

Jangan heran juga jika beberapa hari lalu bedah buku tentang Tan Malaka ditolak oleh banyak kalangan karena menganggap Tan Malaka adalah tokoh PKI. Cara berpikir hitam-putih, menyederhanakan, dan pukul rata menghalangi kemungkinan bagi banyak orang untuk memahami bahwa Tan Malaka sebenarnya dimusuhi dan dianggap pengkhianat oleh PKI (simak esai saya sebelumnya: Tan Malaka sebagai Tabu di Atas Tabu).

Tak perlu diherankan jika semua yang mengaku marxis didakwa tidak pancasilais, dan yang mendaku komunis langsung saja dicap anti-Tuhan. Sulit untuk menjelaskan bahwa, misalnya, Haji Misbach adalah seorang komunis yang juga muslim yang taat, Hatta yang tak pernah lalai salat adalah pembaca tekun Karl Marx, dan UUD 1945 banyak mengadopsi semangat sosialisme.




Sumber : Yahoo

6 komentar:

  1. Sudah-sudah... polemik ini nggak perlu berlarut. Kita terlalu mengakomodasi protes singaporno. Buat apa? Semakin kita mengakomodasi protes singaporno, mereka menganggap bahwa protes mereka itu valid.

    Sudah waktunya kita cuek. Mereka mau protes terus silahkan, karena yang menang tetap Indonesia: KRI Usman-Harun tetap eksis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul bro...tapi saya punya usul daripada trs jadi polemik yg panas,kita GANTI NAMA SAJA JANGAN USMAN HARUN ...ada beberapa alternatif pilihan misal:


      KRI "SINGAPORE SURGA KORUPTOR DARI RI"

      KRI"SINGAPORE BONEKA BRITISH"

      KRI"SINGAPORE SARANG MAFIA"....
      semoga ide saya terpakai ...by:semut geni

      Hapus
  2. Cuweek aja ! kita negara Besar lanjutkan nama Usman Harun !!
    Kita tunjukan bahwa kita bangsa besar bukan bangsa kecil jadi-jadian yang merintih dan merengek soal masa lalu !!! buktinya bangsa kita juga tidak memprotes Singapura menamakan gedung atau jalan dengan nama Raffles yang notabene adalah gub. jend. Inggris yang pernah menjajah Indonesia,,, pernah menyerang Kesultanan Jogja dan menghilangkan kesulatanan Banten. Berapa ratus orang tuh yang mati ???

    Anjing buduk menggonggong,,, khafilah berlalu !!!

    BalasHapus
  3. trus kenapa perdana mentrinya singapur waktu dulu datang ke indonesia malah ziarah ke makam pahlawan usman-harun kalo memang mereka di anggap sebagai penjahat mah.. dgn alasan di minta oleh presiden suharto.. ya kenapa mau goblok bgt.. misalkan sby juga kalo ke belanda trus di minta ziarah ke makam nya westerling ya tinggal nolak aja kan.. kalo misalkan sby ampe mau ziarah ke makam nya westerling tanda nya dia mengakui kalo westerling itu pahlawan nya belanda.. bener gak..

    BalasHapus
  4. Gila ya masalah kecil begini negara besar yg nama nya Indonesia berasa ke usik sama protes kota singapura,Indonesia itu negara besar singspura itu cuma kota kecil,goblok nya pemerintah,jgn ngerasa terusik sama skali bersifat arogan supaya mereka sadar berhadapan sama siapa,ini di jabanin terus,diem,cuek,angkuh gk peduli itu harus nya Sifat bangsa besar yg menghormati jasa pahlawan nya menangapi protes dari kota singapura

    BalasHapus
  5. Sudah saatnya Indonesia memperlihatkan sikap yang lebih keras dan sebanding dengan besarnya negara kita !!!

    Ingat siapa pemegang saham TELKOMSEL,,, INDOSAT,,, ingat siapa yang memberi jalur PENYADAPAN !

    Ingat siapa yang memodali PENYELUNDUPAN barang-barang elektronik untuk masuk ke Indonesia??? Kok bisa lolos dari bea cukai negaranya sendiri??? Berarti pemerintah negara pulau itu tahu dan sengaja !!!
    Ingat siapa yang memodali dan menampung penambangan pasir yang menggerus banyak pulau-pulau terluar kita sehingga patokan garis batas nyaris hilang sekaligus meluaskan tanah reklamasi dinegaranya sendiri???
    Ingat siapa yang MEMODALI pembajak selat malaka untuk mengontrol fluktuasi harga minyak sehingga Indonesia namanya terpuruk tapi uang masuk kenegara pulau itu !!

    Ingat siapa pemodal dan penadah penyelundupan timah penyelundupan BBM dan pembalakan kayu liar selama ini ???

    Ingat siapa yang menampung dan melindungi RIBUAN KORUPTOR pelarian dari Indonesia dengan uangnya ???

    Ingat siapa yang memodali secara langsung dan tidak langsung untuk memborong tanah-tanah pesisir di Batam dan sebagian untuk menempatkan industri tidak bernilai (sunset industry) yang juga bermasalah dengan amdal dinegaranya sendiri agar tidak ada lagi tanah yang dapat dijadikan pelabuhan yang akan menyaingi singapura ???
    Ingat siapa yang melalui tangan-tangan lokalnya memodali penentuan pejabat-pejabat instansi pemerintah yang lebih ramah dan menguntungkan bisnis-bisnis antek-antek Singapura di Batam dan Karimun ???
    Indonesia harus protes penamaan jalan dan gedung di singapura dengan nama RAFFLES yang merupakan nama gubernur jenderal Inggris yang menjajah Indonesia yang menyerang kesultanan Yogya dan memberangus keseultanan Banten !! kok malah protes nama kapal Usman Harun yang notabene secara tidak langsung sudah di akui sebagai pahlawan Indonesia saat Lee Kuan Yew tabur bunga di Kalibata???

    Kita harus tetap tenang,,, perkuat alutsista secepatnya ,,, tangkap semua agen asing maupun orang lokal yang bekerja untuk asing ,,, bersihkan MAFIA-MAFIA Ekonomi yang berpusat di SINGAPURA ,,, mafia Migas mafia elektronik sampai mafia Narkoba ,,, Perkuat Intelijen kita,,, jangan dikebiri karena pengkebirian itu adalah usulan AS saat reformasi dahulu ,,, POLISI jangan mau diadu dengan BIN ,,, karena itu permainan Australia dan AS yang dulu seolah-olah membantu Polisi kita ,,, Ayo yang cerdas bangsaku,,, jangan cuma bisa emosi saja !!!

    Kalau perlu aktifkan kembali Undang-undang subversi ekonomi untuk memberantas permainan di daerah perbatasan kita yang ditukangi oleh tetangga dan orang-orang lokal yang tidak bermoral !!
    Ayo intelijen kita jangan diam aja,,, bongkar dan suarakan itu secara terbukaa !

    Hidup NKRI !!!

    BalasHapus