Illustration |
MAKASAR-(IDB) : Mahasiswa Islam yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa - GEMA Pembebasan mendesak pemerintah menunda pengesahan Rancangan Undang-undang Intelijen yang dianggap masih banyak mengandung pasal yang multitafsir.
Pengurus Wilayah DPD Gema Pembebasan Sulsel, Arief Shidiq Pahany saat melakukan aksi unjuk rasa di Makassar, Jumat, mengatakan banyak frasa yang sangat berbahaya dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Intelijen itu yang perlu diluruskan karena aturannya berpotensi mengembalikan bangsa ini ke masa orde baru dulu.
"Seperti yang disampaikan Al Araf (Direktur Program Imparsial), terdapat 25 pasal yang bermasalah dalam RUU itu sehingga perlu dipertimbangkan lagi proses pengesahannya," ucap dia.
Dia menilai, isu bom yang berkembang saat ini sangat memungkinkan aturan intelijen ini untuk mengalihkan berbagai permasalahan kasus korupsi, penyanderaan kapal MV Sinar Kudus, kasus Bank Century dan beberapa kasus-kasus fundamental lainnya.
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sebelumnya mengatakan undang-undang tentang intelijen yang rancangannya tengah dibahas bersama DPR dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kewenangan Badan Intelijen Negara dalam menjalankan tugasnya.
"Jika UU tentang Intelijen nantinya diberlakukan maka tindakan intelijen akan lebih terukur dan terkoordinasi sehingga tidak terjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM)," kata Patrialis Akbar usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR RI dengan agenda pembahasan RUU tentang Intelijen di Gedung DPR RI di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Rapat kerja yang dihadiri Kepala BIN, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto juga mengatur soal tindakan intelijen dan berbagai macam kewenangannya yang ada batasannya.
Adanya batasan kewenangan tersebut guna menghilangkan kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dan bisa melanggar HAM.
Jika RUU tentang Intelijen ini nantinya telah diberlakukan sebagai undang-undang, kelembagaan BIN akan melakukan koordinasi dengan kepolisian, sehingga aparat penegak hukum bisa cepat mendeteksi secara dini seluruh persoalan bangsa sekaligus memberi perlindungan HAM.
Pengurus Wilayah DPD Gema Pembebasan Sulsel, Arief Shidiq Pahany saat melakukan aksi unjuk rasa di Makassar, Jumat, mengatakan banyak frasa yang sangat berbahaya dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Intelijen itu yang perlu diluruskan karena aturannya berpotensi mengembalikan bangsa ini ke masa orde baru dulu.
"Seperti yang disampaikan Al Araf (Direktur Program Imparsial), terdapat 25 pasal yang bermasalah dalam RUU itu sehingga perlu dipertimbangkan lagi proses pengesahannya," ucap dia.
Dia menilai, isu bom yang berkembang saat ini sangat memungkinkan aturan intelijen ini untuk mengalihkan berbagai permasalahan kasus korupsi, penyanderaan kapal MV Sinar Kudus, kasus Bank Century dan beberapa kasus-kasus fundamental lainnya.
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sebelumnya mengatakan undang-undang tentang intelijen yang rancangannya tengah dibahas bersama DPR dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kewenangan Badan Intelijen Negara dalam menjalankan tugasnya.
"Jika UU tentang Intelijen nantinya diberlakukan maka tindakan intelijen akan lebih terukur dan terkoordinasi sehingga tidak terjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM)," kata Patrialis Akbar usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR RI dengan agenda pembahasan RUU tentang Intelijen di Gedung DPR RI di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Rapat kerja yang dihadiri Kepala BIN, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto juga mengatur soal tindakan intelijen dan berbagai macam kewenangannya yang ada batasannya.
Adanya batasan kewenangan tersebut guna menghilangkan kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dan bisa melanggar HAM.
Jika RUU tentang Intelijen ini nantinya telah diberlakukan sebagai undang-undang, kelembagaan BIN akan melakukan koordinasi dengan kepolisian, sehingga aparat penegak hukum bisa cepat mendeteksi secara dini seluruh persoalan bangsa sekaligus memberi perlindungan HAM.
Sumber: Antara
0 komentar:
Posting Komentar