SOLO-(IDB) : Komandan Skadron
Udara 14 di Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahjudi, Letnan Kolonel
Penerbang M Nurdin, mengatakan, pesawat tempur F-5E/F Tiger II di skuadron udara itu masih berfungsi sangat baik.
Kesiapsiagaan jajaran pesawat tempur buatan Northrop, Amerika Serikat, itu masih sangat baik. "Sejak diperintahkan scramble,
F-5 itu bisa langsung diudarakan," kata dia, di Solo, Jawa Tengah,
Senin. Dia memimpin jajarannya dalam latihan tempur udara di Pangkalan
Udara Utama TNI AU Adi Sumarmo, Solo.
Biasanya, latihan bersama Skuadron Udara 15 (T-50 Golden Eagle)
seperti itu dilaksanakan di Madiun; namun dipindah ke Solo karena ada
pemasangan alat pengait (arrester) di landas pacu di pangkalan mereka.
Alat ini mirip seperti pengait yang dipasang bersama jaring penahan di
kapal-kapal induk.
Menurut dia, F-5E/F Tiger II yang dibeli Indonesia pada 1980 itu sejak awal memang dirancang sebagai pesawat interceptor alias penyergap di udara. Konsep pertempuran yang pas untuk F-5 adalah menyergap, bukan dengan memata-matai terlebih dulu.
Sejak dibeli 34 tahun lalu, F-5E/F Tiger II
itu telah mengantar banyak penerbang tempur TNI AU mengantongi ribuan
jam terbang dan meraih pangkat, jabatan, dan posisi-posisi puncak. TNI
AU dan Angkatan Udara Kerajaan Thailand menjadi pemakai utama F-5E/F Tiger II di ASEAN.
Thailand bahkan mengakuisisi dalam jumlah jauh lebih banyak ketimbang Indonesia.
Thailand, Chile, dan Brazil bahkan membangun program perpanjangan dan pemutakhiran F-5E/F Tiger II ini sesuai keperluan mereka. Sedangkan Indonesia tidak, memilih mengganti.
Meski Masih Baik, TNI AU Butuh Pesawat Intercep Yang Lebih Canggih
Indonesia saat ini semakin membutuhkan pesawat pencegat atau interceptor jenis terbaru untuk menggantikan peran yang selama ini dijalankan oleh F-5E/F Tiger II
yang usianya kini sudah menua. Hal ini diungkapkan Komandan Skadron 14
Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Madiun, Letkol Pnb. M. Nurdin kepada
wartawan di Lanud Adi Soemarmo, Boyolali, Senin (24/3/2014).
Nurdin yang merupakan pilot F-5 Tiger II ini menjelaskan, pesawat yang memperkuat skadron yang dipimpinnya itu saat ini sudah mencapai usia 34 tahun sejak didatangkan tahun 1980-an silam. “Memang ini pesawat dulu kita beli baru dan selalu menjalani jadwal perawatan yang sudah ditentukan sehingga kondisinya selalu terjaga. Tapi harus disadari bahwa teknologi pesawat dari waktu ke waktu juga semakin berkembang sehingga pesawat ini pun pada akhirnya tidak bisa lagi dipertahankan,” terang penerbang tempur yang memiliki call sign Mustang ini.
Menurut pilot yang sudah merekam 2.100 jam terbang di atas F-5 Tiger II ini, dalam pengalaman selama ini penggantian pesawat baru setidaknya membutuhkan waktu lima tahun. “Yah, yang lima tahun itu terhitung sejak jenis pesawat pengganti ditetapkan, lantas proses pemesanan hingga pengiriman. Tapi tentu saja kami berharap penggantian itu bisa jauh lebih cepat,” katanya. Pentingnya pesawat pencegat atau interceptor ini menurut dia semakin penting dewasa ini dengan berbagai perkembangan situasi. “Oleh karena itu kami yang ada di bawah selalu mendorong agar penggantian ini bisa lebih dipercepat,” tegasnya.
Sumber : Antara
Nurdin yang merupakan pilot F-5 Tiger II ini menjelaskan, pesawat yang memperkuat skadron yang dipimpinnya itu saat ini sudah mencapai usia 34 tahun sejak didatangkan tahun 1980-an silam. “Memang ini pesawat dulu kita beli baru dan selalu menjalani jadwal perawatan yang sudah ditentukan sehingga kondisinya selalu terjaga. Tapi harus disadari bahwa teknologi pesawat dari waktu ke waktu juga semakin berkembang sehingga pesawat ini pun pada akhirnya tidak bisa lagi dipertahankan,” terang penerbang tempur yang memiliki call sign Mustang ini.
Menurut pilot yang sudah merekam 2.100 jam terbang di atas F-5 Tiger II ini, dalam pengalaman selama ini penggantian pesawat baru setidaknya membutuhkan waktu lima tahun. “Yah, yang lima tahun itu terhitung sejak jenis pesawat pengganti ditetapkan, lantas proses pemesanan hingga pengiriman. Tapi tentu saja kami berharap penggantian itu bisa jauh lebih cepat,” katanya. Pentingnya pesawat pencegat atau interceptor ini menurut dia semakin penting dewasa ini dengan berbagai perkembangan situasi. “Oleh karena itu kami yang ada di bawah selalu mendorong agar penggantian ini bisa lebih dipercepat,” tegasnya.
Sumber : Antara
Karena kita punya beberapa buah yang kondisinya masih baik semoga di pertimbangkan dirobah jadi pesawat peperangan elektronil.Lepas sistim senjatanya terus dipasangkan perangkat elektronik warfare aircraf ya..kira kira seperti F 18 G Growler.Jadi bisa nge jamming radar perpur lain maupun rudal.Mengingat kita belum punya pesawat sejenis EA-F 18 Growler.Pasti para pakar kita di Len bisa bikin perangkatnya.Kita bisa dapat beberapa pesawat jamming dengan biaya yang lebih murah tentunya soalnya platformnya sudah ada tinggal di dandani aja.Jadi nantinya sukro bisa terbang didampingi pesawat ini. Monggo di pertimbangkan.
BalasHapusAdi Sumarmo itu di Boyolali bukan solo :-?
BalasHapus