TNI AU-(IDB) : Bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir yang harus
ditempuh, namun menyiapkan diri untuk siap perang, adalah langkah yang
cerdas untuk menjamin situasi damai. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI I.B. Putu Dunia pada beberapa
kesempatan. Kasau juga menyampaikan bahwa Dalam kurun waktu 10 tahun ke
depan, tantangan yang dihadapi TNI Angkatan Udara akan semakin berat.
Kemajuan Teknologi semakin pesat, peran kekuatan udara dalam perang
modern semakin diperlukan.
Sebagai salah satu komponen pertahanan negara, TNI Angkatan Udara
terus tumbuh berkembang seiring dengan dinamika pembangunan nasional dan
perkembangan lingkungan strategis. maka kebijakan yang ditempuh TNI
Angkatan Udara yakni “Minimum Essensial Force” yang merupakan jawaban
tepat untuk dilaksanakan. Kita berharap, melalui pelaksanaan Renstra 5
tahunan, pertumbuhan dan perkembangan TNI Angkatan Udara ke depan mampu
mewujudkan kekuatan tersebut, itulah sambutannya dalam peringatan Hari
Kebangkitan Nasional.
Memang harus diakui bahwa kekuatan militer yang tangguh dari sebuah
negara merupakan detterent power untuk mencegah serangan dari musuh atau
calon musuh. Oleh karena itu kita kagum dengan upaya Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid-II dibawah Presiden SBY yang memutuskan meningkatkan
kemampuan militer (TNI) dalam konsep MEF yang akan dilaksanakan melalui
rencana strategis 5 tahunan.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) optimistis pencapaian kekuatan pokok
minimal (MEF) lebih cepat lima tahun dari target yang telah ditentukan.
Jika awalnya pencapaian MEF pada 2024, Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro yakin bisa tercapai 2019. "Awalnya pencapaian MEF
ditargetkan selesai dalam tiga kali renstra (2009-2024). Namun, ternyata
bisa dicapai dalam dua kali renstra (2009-2019)," kata Menhan seusai
Rapat Pimpinan di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta.
Pencapaian MEF yang lebih cepat lima tahun dari yang ditargetkan ini
merupakan sebuah terobosan. Keberhasilan ini tak lain berkat besarnya
APBN yang digelontorkan ke Kemhan. Jelas upaya tersebut merupakan kerja
keras Menhan beserta jajarannya dalam mensinergikan sumber dana yang ada
di negara dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI, khususnya
dalam menyikapi perkembangan situasi kawasan. Menhan pun meyakini
kekuatan alutsista TNI AU hingga semester I-2014 mendatang dalam rangka
kekuatan pokok minimum (Minimum Esensial Force) akan mencapai 40 persen.
Hanya yang perlu mendapat perhatian adalah kebutuhan biaya operasional
penambahan alutsista yang demikian banyak dan mendadak, jelas akan
menyebabkan membengkaknya anggaran, disamping anggaran pemeliharaan.
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengapresiasi kinerja
jajarannya yang bekerja keras dalam pengadaan alutsista. Dia optimistis
bisa mempercepat pencapaian MEF pada 2019. Saat ini pihaknya terus
melakukan tiga hal besar dalam upaya pencapaian MEF, antara lain pertama
penghapusan alat utama sistem senjata (alutsista) yang sudah tak bisa
lagi digunakan. Kedua, peningkatan kemampuan alutsista yang saat ini
dalam kondisi kurang maksimal. Dan ketiga, pengadaan alutsista baru.
Pada Tahun 2014, walaupun pemerintahan sudah berganti, Indonesia
tinggal menunggu kedatangan alutsista. Kontrak-kontrak pengadaan sudah
harus selesai di 2013. Itulah harapan pejabat terkait pertahanan pada
akhir masa jabatannya. Mereka hanya berharap pada kabinet selanjutnya
masterplan kekuatan pokok minimum (MEF) tetap dipertajam. Pada awal
2013, pemerintah menganggarkan APBN sebesar 77 triliun rupiah. Khusus
untuk alutsista, pemerintah menyisihkan 36 triliun rupiah dari anggaran
itu. Presiden sudah berkomitmen akan terus mengucurkan dana sebesar 156
triliun rupiah hingga 2014 di luar pos APBN. Penggelontoran anggaran
yang demikian besar jelas mengejutkan negara-negara tetangga, mengingat
daya pukul TNI AU mendadak meningkat beberapa kali lipat.
TNI Angkatan Udara akan terus menambah jumlah alat utama sistem
senjata (alutsista) yang dimilikinya, bahkan ada 102 alutsista baru pada
rencana strategis pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Alutsista baru
tersebut meliputi pesawat tempur F-16, T-50, Sukhoi, Super Tucano,
CN-295, pesawat angkut Hercules, Helikopter Cougar, Grob, KT-1, Boeing
737-500. TNI AU juga akan melengkapi alutsista modern, seperti radar
pertahanan udara, peluru kendali jarak sedang, dan pesawat tanpa awak.
Pembangunan Skadron TNI AU Dan Pesawat Baru
Dalam menindak lanjuti rencana kedatangan alutsista (Alat Utama
Sistim Senjata) yang baru, TNI Angkatan Udara berencana menambah tiga
skadron udara, yakni skadron udara tempur, angkut, dan pesawat intai
menyusul program pembelian 102 unit pesawat berbagai jenis. "Saat ini
tengah disiapkan skadron udara 16 di Pekanbaru (Riau), pembangunan
skadron udara di Makassar, Sulawesi Selatan dan skadron udara Pontianak,
Kalimantan Barat," kata Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI
Ida Bagus Putu Dunia pada peringatan HUT TNI AU, 9 April 2013.
Skadron udara 16 di Lanud Roesmin Nuryadin, Pekanbaru merupakan home
base pesawat tempur F-16 yang berasal dari hibah dari Amerika Serikat.
Selama ini F-16 Falcon bersarang di fighter base Lanud Iswahyusi Madiun.
"Sekarang ini sudah mulai bangun shelter untuk pesawat. Tahun depan
akan datang 8 unit (dari 24 unit)," kata Kasau. Pada bulan Oktober 2011,
DPR menyetujui hibah F-16 akan ditingkatkan mirip dengan Blok terbaru
varian 50/52. TNI-AU juga mengalami kemajuan dalam reaktivasi seluruh
10 unit F-16 Fighting Falcon Blok 15 OCU.
Pembangunan skadron udara untuk pesawat angkut di Makassar, Sulawesi
Selatan, akan diisi pesawat Hercules C-130H, berasal dari pembelian
serta yang berasal dari hibah dari Australia. TNI AU akan mengganti
Fokker F-27, dimana telah dipesan 9 CASA C-295 Spanyol, dalam
memproduksi bersama PT Dirgantara Indonesia. Sementara itu di Lanud
Supadio Pontianak akan menjadi markas pesawat tanpa awak (UAV). "Skadron
UAV di Pontianak sudah disiapkan, tinggal menunggu pesawatnya saja.
Mudah-mudahan segera datang," kata Putu Dunia.
Saat ini, TNI AU telah memiliki empat unit pesawat tempur taktis
Super Tucano, sehingga diharapkan TNI AU memiliki satu skadron pesawat
Super Tucano yang ditempatkan di Skadron Udara 21 Lanud Abdulrahman
Saleh, Malang. Pada 2013 diharapkan akn berdatangan pesanan super Tucano
lainnya ke Lanud Abdulrahman Saleh Malang.
Untuk melengkapi pesawat tempur jenis Sukhoi di Skadron Udara 11 Wing
5 Lanud Sultan Hasanuddin sebanyak 16 Unit di Tahun 2013. Diungkapkan
oleh Wamenhan Sjafrie Samsuddin, “Sesuai dengan perencanaan semestinya
tahun 2014, akan tetapi khusus skadron 11 yang alutsistanya pesawat
tempur Sukhoi kita akan dorong di tahun 2013 sudah lengkap. Jadi
kesimpulan persiapan bahwa di dalam 2014 ini kita akan lengkap skadron
16 unit dan sudah mengudara semua, “ katanya, Kamis (18/4) saat
meninjau Skadron Udara 11 Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar,
Sulawesi Selatan. Dijelaskan oleh Wamenhan, dengan datangnya 2 unit
pesawat Sukhoi jenis SU-30 MK2 pada bulan Februari lalu, saat ini TNI
AU sudah memiliki 12 unit pesawat jet tempur Sukhoi, Su-27 SKM dan
Su-30 MK2.
TNI AU akan mendapat 16 Pesawat latih Grob G120TP buatan Jerman.
Keempat pesawat Latih Dasar (LD) dengan registrasi LD-1201, LD-1202,
LD-1203, dan LD-04 yang sudah di roll out dikirim ke Indonesia
menggunakan kapal laut dan akan tiba di Indoensia sekitar akhir Juli
2013. Pesawat Grob G 120TP dibeli Pemerintah Indonesia untuk digunakan
TNI AU sebagai pengganti pesawat latih mula (LM) AS-202 Bravo dan
pesawat Latih Dasar (LD) T-34C yang telah digunakan selama lebih 30
tahun. Ke-18 pesawat dijadwalkan pengirimannya akan selesai tahun 2014.
Selain itu dalam waktu dekat, TNI AU akan segera diperkuat satu
skadron yang terdiri dari 16 pesawat latih tempur ringan T50 Golden
Eagle dari Korea Selatan. T-50 buatan Korea dan Lockheed tersebut akan
menggantikan peran pesawat Hawk MK-53 sebagai pesawat tempur latih. Juga
sebagai pesawat transisi bagi penerbang Sukhoi.
Di AU Korea (Republic of Korea Air Force), pembuatan T-50 ini
awalnya dimaksudkan untuk mengembangkan pesawat latih supersonik, untuk
melatih dan mempersiapkan pilot (transisi) untuk pesawat tempur KF-16
dan F-15K. T-50 dipergunakan untuk menggantikan pesawat latih T-38 dan
A-37 dipergunakan oleh ROKAF). T-50 mulai operasional awal dari 28
Juli-14 Agustus 2003. Design dari T-50 Golden Eagle sebagian besar
berasal dari F-16 Fighting Falcon, dan mereka memiliki banyak kesamaan ;
penggunaan mesin tunggal, kecepatan, ukuran, biaya, dan berbagai
kelengkapan senjata.
T-50 dilengkapi dengan Honeywell H-764G sistem navigasi inersial
global dan HG9550 radar altimeter. Pesawat ini adalah pesawat latih
pertama yang memiliki fitur digital kontrol fly-by-wire.
T-50 Golden Eagle menggunakan engine tunggal General Electric
F404-102, turbofan lisensi produksi Samsung Techwin, di upgrade dengan
Full Authority Digital Engine Control (FADEC) sistem yang dikembangkan
bersama oleh General Electric dan Korea Aerospace Industries. Pesawat
ini memiliki kecepatan maksimum Mach 1,5. TA-50 adalah versi yang lebih
dilengkapi dengan senjata berat dibandingkan T-50, dalam latihan tempur
dan peran penyerang ringan. Pesawat ini dilengkapi dengan radar Elta
EL/M-2032. TA-50 dirancang untuk beroperasi sebagai platform tempur
penuh untuk senjata presisi terpadu, rudal udara ke udara dan rudal
udara ke darat. TA-50 dapat berfungsi juga untuk misi pengintaian,
bantuan tembakan udara dan fungsi perang elektronik.
TA-50 dipersenjatai dengan versi meriam tiga laras M61 Vulcan kaliber
20 mm. Dapat dipasang rudal AIM-9 Sidewinder di wingtip. Berbagai
senjata tambahan dapat dipasang pada underwing. Compatible
air-to-surface weapons, rudal AGM-65 Maverick, Hydra 70 dan peluncur
roket LOGIR, CBU-58 dan Mk-20 bom cluster, dan berbagai bom Mk-82, 83,
dan 84.
TNI AU akan memiliki satu skadron Golden Eagle yang terdiri dari 12
pesawat T-50 (Advanced trainer version) dan 4 pesawat TA-50 (Tactical
trainer/light attack version). Dengan home base di Lanud Iswahyudi
Madiun. Pesawat T-50 akan dicat dan design warna biru kuning, warna yang
mirip dengan yang dipakai oleh tim aerobatic Elang Biru (F-16).
Kemungkinan T-50 juga akan dipakai menjadi salah satu generasi penerus
tim aerobatik kebanggaan TNI AU.
Kekuatan Dan Kemampuan Udara Yang Disegani
Menurut ilmu intelijen, dalam menghitung lawan atau calon lawan, yang
harus diukur dari sebuah negara adalah kekuatan, kemampuan dan
kerawanan militer. Dari sisi perbandingan kekuatan udara, dilihat dari
jumlah dan jenis pesawat. Kemudian kemampuan baik sebagai unsur
penyerang, strategis dan taktis serta kemampuan pertahanan. Seperti yang
dikatakan oleh Kasau, pada saat damai maka kekuatan militer harus
dibangun untuk persiapan perang. Artinya, kita harus melihat dan
mengukurOrder of Battle negara lain.
Nah kini dari sisi kekuatan udara, Indonesia secara mengejutkan hanya
dalam dua renstra telah mampu membangun kekuatan dan kemampuan yang
jelas diperhitungkan oleh negara-negara tetangga. Ini semua jelas tidak
terlepas dari membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, sehingga
anggaran pertahanan, khususnya pengadaan alutsista telah meningkat
dengan pesat. Pada tahun 2014, Indonesia mempunyai daya pukul dan daya
pertahanan yang mumpuni apabila terjadi konflik dengan negara lain.
Seperti telah dikemukakan, TNI AU mengemban tugas yang tidak ringan
yaitu harus menyiapkan sumber daya manusia, khususnya para penerbang
pesawat-pesawat modern tersebut. Penyiapan skill personel untuk
mengawaki pesawat masa kini bukan sebuah pekerjaan yang mudah.
Dibutuhkan penerbang yang profesional dan berkemampuan tinggi, disamping
adanya tenaga-tenaga pendukung lainnya yang mumpuni. Kegagalan atau
terbatasnya dukungan anggaran operasional, pemeliharaan serta penyiapan
personil yang berkemampuan memadai menjadi inti dari manajemen TNI AU
yang sedang menuju sebagai "First class Air Force." Penulis percaya
pemerintahan masa kini sudah memperhitungkan kemungkinan tersebut,
hingga tidak menjadi beban tersendiri bagi pemerintahan selanjutnya,
khususnya bagi TNI AU. Yang jelas sebagai warga "the blues" penulis ikut
bangga negara memiliki "daya kepruk udara" yang mendadak menjadi luar
biasa.
Beberapa negara tetangga jelas merasa gelisah, karena beberapa
pengamat militer internasional mengatakan adanya indikasi, Indonesia
akan menuju kepada kekuatan udara superior, akan mengarah untuk
memiliki sepuluh skadron Su-27/Su-30 dimasa mendatang. Belum lagi kalau
pemikiran pejabat pertahanan pemerintahan mendatang bergeser dan
meningkat, ingin memiliki jenis Sukhoi Su-35. Siapa yang tidak gentar?
Jadi, jangan sepelekan Indonesia. Itu saja kesimpulannya. Semoga Tuhan
Yang Maha Kuasa melindungi TNI AU sebagai salah satu komponen pertahanan
negara yang kita cintai bersama, Aamiin.
Sumber : TNI AU
Saya ikut bangga dengan perkembangan alutsista TNI yang dikatakan maju sangat pesat dalam beberapa tahun terkahir ini.
BalasHapusTapi dengan segala hormat, sebaiknya penulis juga menyertakan beberapa data pembanding atau info rujukan yang bisa membantu memperjelas beberapa pernyataan penulis dalam tulisan Kekuatan dan Kemampuan Udara yang Disegani:
1. "... membangun kekuatan dan kemampuan yang jelas diperhitungkan oleh negara-negara tetangga." Negara tetangga kita yg berbatasan langsung ada Australia, PNG, Brunei, Malaysia, Filipina dan Singapura. Kita sama2 tahu bagaimana postur AU Australia, Singapura dilihat dari jumlah dan jenis pesawat tempurnya, di luar sistem pendukung seperti radar dan sistem hanud. Mungkin ada baiknya penulis memperjelas di bagian mananya kemampuan kita meningkat sehingga menjadi diperhitungkan. Apakah secara keseluruhan, hanya beberapa negara tertentu atau dilihat kualitas SDM atau per tipe pesawat, dll.
2. "... karena beberapa pengamat militer internasional mengatakan adanya indikasi..." Saya harap penulis bisa memberi rujukan nama pengamat tersebut atau link-nya.
Kebanggan selalu membuncah tiap kali membaca artikel seperti di atas. Tapi ingin sekali rasanya bisa berbangga untuk sesuatu yang memang nyata.
Ya ayo. Dan jgn trllalu bnyak bicara. Buruan pesan smentara 1 skuadronSu 35 BM. Kemauan dh ada jgn cuma dipikir doang
BalasHapus