SH-(IDB) : Kita lebih banyak mengenal arsenal militer dalam bentuk mesin penghancur yang sangar dan mematikan.
Padahal dalam sebuah proses pertempuran, banyak faktor lain yang juga diperlukan.
Sebut saja unsur angkut untuk mobilitas pasukan dan unsur patroli pengintai untuk kepentingan intelijen. Untuk keperluan intelijen strategis, TNI pun memilikinya. Pesawat patroli pengintai juga dioperasikan oleh garda negara ini.
Kehadiran pesawat pengintai dibutuhkan untuk memperpanjang jangkauan pengawasan. Negara seperti Amerika Serikat punya banyak tipe pesawat patroli pengintai seperti ini. Sebut saja E-3 Sentry, E-2 Hawkeye, dan yang terbaru P-8 Poseidon.
Negara-negara sekitar Indonesia pun mengoperasikan pesawat patroli pengintai yang modern. Sebut saja Australia mengoperasikan Boeing 737 Wedgetail dan P-3 Orion, Singapura mengoperasikan E-2 Hawkeye, Thailand mengoperasikan Saab 2000 Erieye dan Malaysia yang mengoperasikan Beechcraft B200T.
Bagaimana dengan Indonesia? TNI AU maupun TNI AL pun mengoperasikan pesawat-pesawat pengintai. Kecanggihannya pun cukup baik untuk mendeteksi adanya ancaman yang masuk teritorial Republik ini. Apa saja pesawat itu? Mari kita simak seperti dikutip dari berbagai sumber :
I. TNI AU
1. Boeing 737 Surveiller SIP (Surveillence Improvement Program)
Padahal dalam sebuah proses pertempuran, banyak faktor lain yang juga diperlukan.
Sebut saja unsur angkut untuk mobilitas pasukan dan unsur patroli pengintai untuk kepentingan intelijen. Untuk keperluan intelijen strategis, TNI pun memilikinya. Pesawat patroli pengintai juga dioperasikan oleh garda negara ini.
Kehadiran pesawat pengintai dibutuhkan untuk memperpanjang jangkauan pengawasan. Negara seperti Amerika Serikat punya banyak tipe pesawat patroli pengintai seperti ini. Sebut saja E-3 Sentry, E-2 Hawkeye, dan yang terbaru P-8 Poseidon.
Negara-negara sekitar Indonesia pun mengoperasikan pesawat patroli pengintai yang modern. Sebut saja Australia mengoperasikan Boeing 737 Wedgetail dan P-3 Orion, Singapura mengoperasikan E-2 Hawkeye, Thailand mengoperasikan Saab 2000 Erieye dan Malaysia yang mengoperasikan Beechcraft B200T.
Bagaimana dengan Indonesia? TNI AU maupun TNI AL pun mengoperasikan pesawat-pesawat pengintai. Kecanggihannya pun cukup baik untuk mendeteksi adanya ancaman yang masuk teritorial Republik ini. Apa saja pesawat itu? Mari kita simak seperti dikutip dari berbagai sumber :
I. TNI AU
1. Boeing 737 Surveiller SIP (Surveillence Improvement Program)
Ini adalah tipe pesawat jet yang dioperasikan TNI AU sejak tahun
1982. Pesawat ini menggendong berbagai sensor dan peralatan pengendus
yang cukup mumpuni, pesawat ini sudah mengalami upgrading sistem.
Pesawat ini dilengkapi Mission Consoles yang terdiri atas konsol SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multimission Radar) yang mampu mendeteksi sasaran di samping pesawat sejauh 100 nautical miles (NM) atau sekitar 180 kilometer, konsol Search Radar, konsol Mission Commander dan konsol Navigation Communication.
Pesawat ini dilengkapi 2 radar yaitu Radar FB (M) buatan Bendix, AS yang berfungsi mendeteksi target permukaan sejauh 300 NM atau sekitar 550 kilometer serta APS-504 (V) Airborne Radar System buatan Litton System, Kanada yang berfungsi mendeteksi sasaran permukaan sejauh 200 NM atau sekitar 370 kilometer.
Piranti lainnya adalah GPS (Global Positioning System) Litton dan IFF(Identification Friend of Foe) Interrogator. Boeing 737 Surveiller ini juga dilengkapi kamera berkemampuan optic zoom 20x dengan focus length 200 milimeter, FLIR (Forward Looking Infra Red) dengan zoom 22,5x memiliki focus length 20-450 milimeter dilengkapi autotrack video, laser pointer, image video processor, dan GPS.
Kamera ini bisa merekam target dan mencetaknya. TNI AU mengoperasikan 3 pesawat dan ditempatkan di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (lanud) Hasanuddin, Makassar.
2. CN235-220 MPA (Maritime Patrol Aircraft)
Pesawat ini dilengkapi Mission Consoles yang terdiri atas konsol SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multimission Radar) yang mampu mendeteksi sasaran di samping pesawat sejauh 100 nautical miles (NM) atau sekitar 180 kilometer, konsol Search Radar, konsol Mission Commander dan konsol Navigation Communication.
Pesawat ini dilengkapi 2 radar yaitu Radar FB (M) buatan Bendix, AS yang berfungsi mendeteksi target permukaan sejauh 300 NM atau sekitar 550 kilometer serta APS-504 (V) Airborne Radar System buatan Litton System, Kanada yang berfungsi mendeteksi sasaran permukaan sejauh 200 NM atau sekitar 370 kilometer.
Piranti lainnya adalah GPS (Global Positioning System) Litton dan IFF(Identification Friend of Foe) Interrogator. Boeing 737 Surveiller ini juga dilengkapi kamera berkemampuan optic zoom 20x dengan focus length 200 milimeter, FLIR (Forward Looking Infra Red) dengan zoom 22,5x memiliki focus length 20-450 milimeter dilengkapi autotrack video, laser pointer, image video processor, dan GPS.
Kamera ini bisa merekam target dan mencetaknya. TNI AU mengoperasikan 3 pesawat dan ditempatkan di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (lanud) Hasanuddin, Makassar.
2. CN235-220 MPA (Maritime Patrol Aircraft)
Pengintai ini berbasis pesawat CN235 produksi PT. Dirgantara
Indonesia (PTDI). Seabrek peralatan elektronika memenuhi pesawat ini
yang terdiri atas Tactical Computer System (TCS) buatan Thales, Prancis.
TCS mengintegrasikan berbagai sensor dan radar seperti Search Radar, IFF Interrogator, FLIR/TV, Electronic Support Measures (ESM), data recorder, dan printer. TCS ini terdiri atas 2 kontrol yaitu Tactical Commander Station dan Sensor Operation Station.
Radar nya sendiri adalah Ocean Master 100 yang berdaya jangkau 200 NM atau sekitar 360 kilometer dan mampu melakukan scanning 100 target sekaligus. Peralatan pendukung lainnya adalah kamera Nikon F4 yang terkoneksi dengan TCS dan Data Handling System yang terdiri atas Mission Data Loader and Recorder (MDLR) dan color printer untuk mencetak jepretan kamera.
TNI AU baru mengoperasikan 1 unit pesawat ini dan akan menerima 2 unit lagi dalam waktu dekat. CN235-220 MPA akan ditempatkan di Lanud Soewondo, Medan.
3. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Heron dan Wulung
TCS mengintegrasikan berbagai sensor dan radar seperti Search Radar, IFF Interrogator, FLIR/TV, Electronic Support Measures (ESM), data recorder, dan printer. TCS ini terdiri atas 2 kontrol yaitu Tactical Commander Station dan Sensor Operation Station.
Radar nya sendiri adalah Ocean Master 100 yang berdaya jangkau 200 NM atau sekitar 360 kilometer dan mampu melakukan scanning 100 target sekaligus. Peralatan pendukung lainnya adalah kamera Nikon F4 yang terkoneksi dengan TCS dan Data Handling System yang terdiri atas Mission Data Loader and Recorder (MDLR) dan color printer untuk mencetak jepretan kamera.
TNI AU baru mengoperasikan 1 unit pesawat ini dan akan menerima 2 unit lagi dalam waktu dekat. CN235-220 MPA akan ditempatkan di Lanud Soewondo, Medan.
3. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Heron dan Wulung
UAV adalah pesawat pengintai yang tidak berawak dan dioperasikan
secara remote. TNI AU rencananya akan mengoperasikan pesawat tanpa awak
mulai tahun 2014 ini. Skadron UAV TNI AU ini akan diperkuat pesawat tipe
Heron dan Wulung.
Heron adalah pesawat pengintai canggih tanpa awak buatan Israel sementara Wulung adalah pesawat intai yang dibuat oleh Indonesia. Heron dapat terbang sejauh 350 km dan mampu terbang terus menerus hingga 52 jam.
Dengan kecepatan maksimum 207 km/jam, Heron dengan ketinggian terbang hingga 10.000 meter memang layak menjadi spy plane. Rencananya, TNI AU akan membeli 4 unit Heron Sedangkan Wulung dibangun oleh PT. Dirgantara Indonesia (PTDI), LEN (Lembaga Elektronika Nasional), dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Heron adalah pesawat pengintai canggih tanpa awak buatan Israel sementara Wulung adalah pesawat intai yang dibuat oleh Indonesia. Heron dapat terbang sejauh 350 km dan mampu terbang terus menerus hingga 52 jam.
Dengan kecepatan maksimum 207 km/jam, Heron dengan ketinggian terbang hingga 10.000 meter memang layak menjadi spy plane. Rencananya, TNI AU akan membeli 4 unit Heron Sedangkan Wulung dibangun oleh PT. Dirgantara Indonesia (PTDI), LEN (Lembaga Elektronika Nasional), dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Dalam proyek Wulung, PTDI bertanggung jawab atas produksi pesawat dan
Lembaga Elektronika Nasional (LEN) yang mengerjakan sistem komunikasi
dan elektroniknya. Secara teknologi, LEN menyiapkan Wulung untuk misi
pemantauan obyek permukaan, sehingga dilengkapi GPS (Global Positioning
System) dan kamera intai.
Untuk sistem kendalinya, LEN juga menempatkan autopilot surveillance mode dan on board system untuk kendali terbang. Dengan jarak jelajah hingga 200 km, Wulung didukung oleh mobile ground station, sehingga data yang sedang diamati dapat terpantau secara real time.
Direncanakan Pemerintah akan membeli 8 unit Wulung di tahap awal. Heron dan Wulung akan ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak untuk memberi efktivitas dan efisensi dalam mengamati perbatasan.
II. TNI AL
1. CN235-220 NG MPA
Untuk sistem kendalinya, LEN juga menempatkan autopilot surveillance mode dan on board system untuk kendali terbang. Dengan jarak jelajah hingga 200 km, Wulung didukung oleh mobile ground station, sehingga data yang sedang diamati dapat terpantau secara real time.
Direncanakan Pemerintah akan membeli 8 unit Wulung di tahap awal. Heron dan Wulung akan ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak untuk memberi efktivitas dan efisensi dalam mengamati perbatasan.
II. TNI AL
1. CN235-220 NG MPA
TNI AL juga mengoperasikan CN235 sebagai basis pesawat patroli
pengintai nya. Bedanya adalah, CN235 yang dioperasikan TNI AL
menggunakan winglet di ujung sayapnya. Ini untuk mengurangi efek
hambatan udara akibat penempatan radar Ocean Master 400 dan FLIR di
perut pesawat.
Ini yang membedakan juga dengan tampilan CN235 MPA TNI AU. Milik angkatan udara, radar ditempatkan di hidung pesawat. Sedangkan angkatan laut menempatkan di perut. CN235 MPA TNI AL ini diisi sistem Thales AMASCOS 200 Mission, yang di dalamnya sudah terintagrasi berbagai sub sistem yang memang disiapkan untuk deteksi dan identifikasi sasaran di atas laut.
Sub sistem ini diantaranya search radar, FLIR, ESM (electronic support measures), sistem komputer taktis, anti jamming VHF/UHF, IFF (identifation friend or foe) Interrogator, kamera siang malam, serta video datalink. Sistem AMASCOS 200 ini juga diadopsi oleh CN-235 220 MPA TNI AU, hanya saja pesawat patroli maritim TNI AU menggunakan Ocean Master 100, sementara CN-235 MPA TNI AL sudah menggunakan Ocean Master 400.
Antara Ocean Master 100 dan Ocean Master 400 dibedakan dari besaran average power, yakni 100 watt untuk Ocean Master 100 dan 400 watt untuk Ocean Master 400 dimana ini berimpliksi pada jangkauan deteksi. TNI AL akan memiliki 3 unit pesawat ini dan difokuskan untuk mengawasai perairan Arafuru dan Ambalat.
2. NC212 Aviocar MPA
Ini yang membedakan juga dengan tampilan CN235 MPA TNI AU. Milik angkatan udara, radar ditempatkan di hidung pesawat. Sedangkan angkatan laut menempatkan di perut. CN235 MPA TNI AL ini diisi sistem Thales AMASCOS 200 Mission, yang di dalamnya sudah terintagrasi berbagai sub sistem yang memang disiapkan untuk deteksi dan identifikasi sasaran di atas laut.
Sub sistem ini diantaranya search radar, FLIR, ESM (electronic support measures), sistem komputer taktis, anti jamming VHF/UHF, IFF (identifation friend or foe) Interrogator, kamera siang malam, serta video datalink. Sistem AMASCOS 200 ini juga diadopsi oleh CN-235 220 MPA TNI AU, hanya saja pesawat patroli maritim TNI AU menggunakan Ocean Master 100, sementara CN-235 MPA TNI AL sudah menggunakan Ocean Master 400.
Antara Ocean Master 100 dan Ocean Master 400 dibedakan dari besaran average power, yakni 100 watt untuk Ocean Master 100 dan 400 watt untuk Ocean Master 400 dimana ini berimpliksi pada jangkauan deteksi. TNI AL akan memiliki 3 unit pesawat ini dan difokuskan untuk mengawasai perairan Arafuru dan Ambalat.
2. NC212 Aviocar MPA
NC212 adalah pesawat angkut ringan buatan PT.Dirgantara Indonesia
berdasarkan lisensi dari Cassa (sekarang bergabung dalam Airbus
Military). Untuk varian patroli maritim, pesawat kecil ini dijejali
Thales AMASCOS (Airborne Maritime Situation and Control System) yang
dipadukan dengan radar Ocean Master Surveillance, jarak jangkau radar
ini bisa menjangkau target sejauh 180 km.
Perangkat radar tadi dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking Infa Red) yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat dibawah moncong pesawat. Berkat adanya FLIR maka dalam kegelapan malam, pesawat dapat mendeteksi keberadaan kapal kecil yang sedang melaju dan bahkan periskop kapal selam dalam kegelapan malam dapat dipantau lewat FLIR di NC-212 200 MPA.
Dalam operasionalnya, NC-212 200 MPA diawaki oleh enam personel, terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon dengan lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan.
Seperti halnya pesawat intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap terbang rendah guna mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat terbang 100 feet (sekitar 30 meter) dari atas permukaan laut. Secara umum, NC-212 200 MPA dapat terbang non stop selama 6 jam dengan jangkauan maksimum sekitar 1.349 km.
Saat ini TNI AL memiliki 3 pesawat jenis ini.
Perangkat radar tadi dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking Infa Red) yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat dibawah moncong pesawat. Berkat adanya FLIR maka dalam kegelapan malam, pesawat dapat mendeteksi keberadaan kapal kecil yang sedang melaju dan bahkan periskop kapal selam dalam kegelapan malam dapat dipantau lewat FLIR di NC-212 200 MPA.
Dalam operasionalnya, NC-212 200 MPA diawaki oleh enam personel, terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon dengan lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan.
Seperti halnya pesawat intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap terbang rendah guna mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat terbang 100 feet (sekitar 30 meter) dari atas permukaan laut. Secara umum, NC-212 200 MPA dapat terbang non stop selama 6 jam dengan jangkauan maksimum sekitar 1.349 km.
Saat ini TNI AL memiliki 3 pesawat jenis ini.
Sumber : SatuHarapan
klo ga salah bukannya CN 235 MPA sudah pakai torpedo buat senjatanya...mengintai sekaligus menghajar,??? by.semut geni
BalasHapussudah saatnya TNI-AU memiliki C-295 AWAC u/ pengawasan lokal dan A-50 Mainstay untuk pengawasan regional
BalasHapus...kapan kapan...Usahakan beli Mig 31...Tidak usah banyak banyak... 12 saja...sebagai bomber interceptor Dan pengintai...
BalasHapusPesawat patroli dan pengintai kita ,dari data di atas tidak disebutkan apakah punya chaff&flare untuk mengecoh rudal .Padahal alat itu sangan dibutuhkan saat patroli tempur.Juga buat mengejar Ks CN 235 AL juga tidak disebutkan bisa menggotong terpedo dan dilengkapi sonoboy buat melacak ks dan mengirim terpedo.Kemampuan yang ada seperti tanggung.Buat apa bila cuma punya kemampuan mencari periskop yang nyembul terus tak bisa mengeksekusi langsung.Apa lantas ngasih tau dulu sama kapal perang buat mengejar...keburu kabur bro....Ginilah nasib alutsista TNI serba tanggung.
BalasHapusBiasanya fasilitas tersebut sudah standar di pesawat surveilance / recon seperti ini. Jadi tidak disebutkan lagi
HapusBiasa aja bro 15.16...kalem..standar..
Hapusklu nanggung kau mau nambahin?
BalasHapusDari website PTDI ada CN235-MSA, CN235-MPA, dan CN235-ASW. CN 235 MPA tidak didesain untuk mendeteksi, mengejar dan menyerang kapal selam. Itu tugasnya CN235 ASW. Radarnya beda.
BalasHapusSetahu saya CN235 MPA/ASW sudah diuji bisa membopong rudal anti kapal permukaan atau torpedo kecil di kedua sayapnya. Hanya saja, KONON, itu sangat mengganggu aerodinamika pesawat sehingga memperlambat pesawat dan membuat pesawat menjadi boros. Itu mengakibatkan daya jelajah dan jam patroli akan menjadi pendek.
Kalo untuk kejar kapal selam, TNI-AL udah punya 16 korvet parchim dari jerman. NATO memberi julukan parchim sebagai "submarine hunter-killer". AL Rusia masih punya beberapa parchim. Yang punya kita di tahun 2000-an semuanya sudah upgrade rudal dan persenjataan. Mesin diganti semua jadi kalo kejar KS masih jago. KS Singaporno sama Aushit nggak berani dekat2x parchim - "the submarine hunter-killer".
Lha untuk apa kemampuan tanggung itu Bro Ano 21.31 kan tak ada gunanya seperti yang saya bilang itu KS keburu kabur...Masa nunggu parchim yang entah di mana.Ya keburu kabur begitu trdeteksi.Sudah pasti lebih boros dan jadi lambat tapi berguna untuk menghancurknan KS.Daripada terbang tapi tak berguna buat apa..??Negara lain pakai pesawat patroli asw dilengkapi kemampuan tersebut contoh.CN 235 yang kita jual ke Korsel punya kemampuan tersebut padahal yang bikin PT DI.Sementara kita punya yang dawn grade.....miris....
HapusSetahu saya CN235 ASW ini ada di renstra jilid II. Saat ini TNI-AL masih diskusi dengan PTDI untuk spesifikasi khusus untuk keperluan TNI-AL.
HapusPunya kita di downgrade? Spesifikasi apa yang di downgrade? Karena yang punya Korean Coast Guard itu tipe CN235 MSA. Sedangkan punya TNI-AU dan AL itu tipe CN235 MPA yang radarnya dan sensornya lebih lengkap. Kemampuan MSA setingkat dibawah MPA. Silahkan ke web PTDI.
Untuk apa punya radar dan sensor lebih lengkap tapi tak bisa apa apa.Peralatan TNI tentunya di buat untuk perang bro.Coba fikir dalam situasi perang pesawat itu dalam patroli tempur terus ketemu kapal perang musuh sementara dia tidak punya alat pengecoh rudal,bayangin apa jadinya.aset yang mahal bisa hancur seketika.Punya korsel lebih lengkap bisa bawa terpedo tentu punya kita dawngrade dari punya korsel.Itu aja logikanya bro.
Hapusnamanya juga pesawat pengintai tugas utama untuk pendeteksian musuh, klo ketemu target pasti sdh ada prosedur baku untuk penanggulangan lebih lanjut dengan menggunakan aset tempur yg lain.... jgn pula lgsg bandingkan dgn korsel yang selalu siaga perang dan wilayahnya jauh lebih kecil
HapusSemoga saja pesawat CN 235 MPA kita punya chaff dan flare untuk bertahan dari rudal juga punya kemampuan gotong terpedo tapi karena tidak dalam keadaan perang ,patroli tempur semua itu tidak di pasang.
HapusItu strategi perang coy. Kan kita punya sukhoi.
BalasHapus