Selasa, Agustus 20, 2013
10
JAKARTA-(IDB) : Pesawat terbang ringan, N219 produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) siap diperkenalkan ke publik awal tahun 2015. Pesawat yang dibuat dan dirancang di Bandung, Jawa Barat ini nantinya akan menjadi pesaing Twin Otter buatan Kanada.

"N219 awal 2015 sudah mulai terbang," ucap Direktur Utama Direktur Utama PTDI Budi Santoso di acara diaspora di JCC Senayan Jakarta, Senin (19/8/2013).

Disebutkan Budi, konsep pesawat berpenumpang 19 orang ini merupakan armada yang diperlukan untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil serta memiliki landasan pacu pendek.

"Yang need dunia saat ini 19 seater, pesaingnya Twin Otter itu dibuat tahun 64/65," jelasnya.

Untuk mengembangkan N219 siap produksi, PTDI membelanjakan dana pengembangan hingga US$ 50 juta atau setara Rp 500 miliar.

"Program N219, cost development US$ 50 juta sama dengan yang saya spend untuk engineering," tambahnya.

PT. DI Bangga Bisa Produksi N219 Sampai Jet Tempur

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen pesawat terbang PT Dirgatara Indonesia (PTDI) mengaku sanggup membangun dan memproduksi mulai pesawat versi paling sederhana hingga pesawat super canggih sekelas jet tempur.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PTDI Budi Santoso di acara Kongres Diaspora Ke-2 di JCC Senayan Jakarta, Senin (19/8/2013).

"Kita bikin N219 sampai kita mengerjakan program bersama KFX/IFX (jet tempur sekelas F22). Ini dari teknologi paling sederhana sampai paling canggih," ucap Budi.

Ia mengatakan, pengembangan pesawat penumpang ringan N219 masih dalam tahap penyelesaian akhir. Pesawat yang diproduksi dan dikembangkan di Bandung Jawa Barat ini diprediksi bisa rampung dan ditampilkan ke publik pada 2015 nanti.

"N219 awal 2015 sudah mulai terbang," jelasnya.

Sementara untuk pesawat tercanggih jenis jet tempur, PTDI menggandeng Korea Selatan. Budi mengakui dalam proses perancangan pesawat tidak menghadapi tantangan sulit karena PTDI memiliki kemampuan engineering.

"Kalau dulu bangun fighter dimarahi pak Habibie. Mau bikin fighter atau nggak, engineer sama, aero dynamic sama juga. Jadi mayoritas dari engineer sama. Yang beda leader-nya," jelasnya.





Sumber : Detik

10 komentar:

  1. pesan sponsor ya prof?
    yg bunyinya gini : "kamu ndak boleh bangun jet fighter sendiri.. beli saja dariku..!"
    8-)

    BalasHapus
  2. yen wong jowo ngene : '' cah cilik ojo mangan brutu..marai lali..''
    soale brutu kuwi enak, dadi aku dewe wae sing nggalglak..hahahahaa

    BalasHapus
  3. Pak Habibie punya visi ke depan... Membangun fighter jauh lebih mahal biayanya dari pesawat komersial.
    Pesawat komersial bisa dijual ke luar negeri. kalo fighter kalah bersaing dengan amerika dan rusia. Perancis aja kebingungan menjual Rafale nya begitu juga dengan Typhoon inggris... Jadi P Habibie lebih bijak

    BalasHapus
  4. indon masuk jamaah khayaliyah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malon berkhayal pun sudah tidak sanggup...urus dulu saja mesin pesawat pejuang kau yang hilang itu malon, dan bagaimana nasib pesawat sukhoi yang kau eject seat nya di hangar itu malon....begitulah klo beruk dibekali teknologi canggih, kaga bakalan nyambung....bruakakakak

      Hapus
    2. sekor babi indon sedang berasap jer... wkwkwkwk...

      Hapus
    3. mana itu mobil proton kroco kau yg tak laku dan kurang peminat nya itu hahaha..

      Hapus
    4. Bro itu orang indonesia kok, bukan malayshit, jadi tolong dicuekin aja yahh :)

      Hapus
  5. Pak Habiebie benar, tapi menguasai teknologi fighter pun perlu. Jangan 100% tergantung asing itu poinnya. Bukan tidak mungkin kita membuat UAV canggih dari teknologi figther yang ada. Kalau UAV, bisa dijual, dipake sendiri, mau sipil, militer, ataupun swasta, pasarnya gede. Yang kurang adalah teknologi Avionics kita, mana nih LEN?

    BalasHapus
  6. Provokator dimana2..tolong admin profile yang komen jangan anonim hapus tuh anonim suruh pake email atau FB nya.

    BalasHapus