JKGR-(IDB) : Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional /LAPAN akhirnya berhasil
menerbangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) LSU
02 sejauh 200 kilometer dengan waktu tempuh dua jam, pergi dan pulang ke
lapangan udara Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. UAV dengan bahan bakar
Pertamax Plus (RON 95) ini terbang secara autonomous dan berhasil
kembali mendarat dengan mulus di lapangan udara Pameungpek, Garut.
“UAV ini bisa terbang sangat jauh hingga 5 jam. Lima liter pakai
Pertamax Plus oktan 95. Kalau terbang 1 jam 0,9 liter,” ucap Kepala
Bidang Avionic LAPAN Ari Sugeng di acara Harteknas di Aula BPPT Jakarta.
LSU 02 berbobot 15 kg, dilengkapi 2 kamera foto dan kamera video.
Pesawat ini mampu terbang dengan ketinggian 3000 meter. Lapan kini
sedang menyiapkan generasi baru UAV yang mampu terbang hingga
ketinggian 7200 meter, dengan payload dan endurance yang lebih besar.
Dalam artian, Lapan terus meningkatkan jangkauan terbang (long
distance), kemampuan terbang (long endurance), kemampuan terbang secara
automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing.
Spesifikasi LSU 02:
Panjang badan ± 200 cm
Panjang bentangan sayap (wing span) 250 cm
Engine 10 hp/ 3,5 ltr
Endurance 5 jam
Jarak jangkau maksimum 450 km
Komunikasi telementri 900 MHZ dengan daya 1 watt
Dilengkapi dengan system otomatis (autonomous flying system)
Kapasitas muatan 3 kg
Pengalaman Operasi:
Nusawiru (1 st flight test)
Rumpin ( 4 th flight test)
Oktober 2012 uji coba terbang Laut Ambalat Sulawesi Utara
Februari 2013 Test Flight endurance Pameungpeuk
Uji coba terbang di Situbondo, Jawa Timur, pada 2013
UAV Sriti BPPT
Selain UAV LSU 02 Lapan, Indonesia juga mengembangkan UAV Sriti buatan BPPT. UAV Sriti telah unjuk kebolehan dihadapan para siswa Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat /SESKOAD di Subang-Jawa Barat 2 Mei 2013. Sebelum dibawa ke siswa Seskoad, UAV Sriti melakukan uji coba menggunakan engine baru, tanggal 25 April 2013 di Batujajar-Jawa Barat. Pengujian ini untuk mengetahui kehandalan sistim propulsi dan kesesuaian mencapai terbang mandiri. Dalam rangkaian pengujian tersebut juga dilakukan uji kehandalan sistem transmisi data dari UAV ke Ground Control Station (GCS). Operasi terbang Sriti terpantau dari hasil pengiriman dokumentasi data parameter terbang, foto dan video yang secara real time dikirim Ground Contro.
UAV Sriti dioperasikan untuk pengintaian terbang berdurasi 2 jam
dengan jangkauan radius 75 km. Kelebihan Sriti adalah, tidak memerlukan
landasan untuk take off dan hanya menggunakan peluncur serta dapat
mendarat menggunakan jaring. UAV Sriti dioperasikan oleh satu regu
prajurit (10 orang) untuk memasang, menarik peluncur, monitoring GCS,
bongkar pasang jaring dan pilot. Sistem ini cocok dipakai TNI AD dan
dapat dimobilisasi dengan mudah ke berbagai tempat.
Meski UAV Sriti masih dalam skala riset, SESKOAD berkeyakinan dimasa
mendatang TNI AD membutuhkan banyak UAV model Sriti untuk melakukan
pengawasan teritorial di wilayah perbatasan bahkan akan ditempatkan
disetiap KOREM. UAV Sriti juga dipersiapkan untuk misi pemantauan
(surveilance & recoqnition) pergerakan penyerangan dan pertahanan
pasukan militer.
UAV Wulung
Selain memiliki Sriti, BPPT juga mengembangkan UAV Wulung dengan ukuran yang lebih besar dari Sriti dan membutuhkan landasan untuk take off. Kontrak produksi UAV Wulung dengan BPPT telah dilakukan tanggal 29 April 2013. BPPT menyatakan kesiapannya untuk memproduksi pesawat tanpa awak tersebut bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) sebagai pelaksana produksi. PT LEN ikut bekerjasama dalam mengembangkan UAV yang lebih modern.
Puna Wulung memiliki spesifikasi berat kosong maksimal 60 kg, berat
muatan 25 kg, kecepatan jelajah 55 knot, bentang sayap 6,34 meter,
ketahanan terbang empat jam dan ketinggian terbang 12.000 kaki di atas
permukaan tanah. Pesawat tersebut dilengkapi kamera pengintai yang
dihubungkan dengan pusat pengendali di darat.
Saat ini tim UAV Wulung terus mengembangkan pesawat tersebut.
’’Pesawat ini sekarang masih memiliki kemampuan 3,5 gravitasi. Kami
sedang kembangkan agar memiliki kemampuan 7 gravitasi sehingga mampu
menahan beban ratusan kilogram,’’ ujar Kepala Program UAV BPPT, Joko
Purnomo. UAV Wulung masih ada di level dua. Umumnya, pesawat militer tak
berawak milik negara maju telah berada di level tiga. Level tertinggi
atau level empat yang mampu dicapai saat ini adalah kemampuan jelajah di
atas 70 ribu kaki.
Wulung akan memenuhi kebutuhan skuadron Supadio TNI AU, Pontianak.
Dengan adanya UAV, fungsi pengawasan oleh kapal dan pesawat berawak TNI
AU bisa lebih efisien. UAV bisa menggantikan biaya tinggi akibat
pengawasan di wilayah perbatasan.
Selain untuk keperluan militer, UAV Indonesia juga digunakan
untuk pengawasan transportasi, SAR, penelitian atmosfer, pengawasan
kebencanaan, kargo operasi hujan buatan, penyebaran benih, pengamatan
vegetasi daerah kritis yang sulit, pengambilan gambar film dan lain
sebagainya.
Kilas Balik UAV Wulung |
Pengembangan UAV Wulung tidak bisa dilepaskan dari sosok Prof Said
Djauharsyah Jenie yang tahun 1998 mulai merekayasa teknologinya. Proyek
ini sempat terhenti namun tahun 2004 pengembangan UAV dilakukan lagi.
Selama dua tahun, Said dan timnya fokus mengembangkan struktur ringan.
Sejumlah uji coba dilakukan namun berakhir dengan kegagalan. Setelah
ditelusuri, penyebabnya adalah bobot pesawat yang terlalu berat.
Setidaknya ada dua prototipe pesawat yang gagal diuji coba meski
berkali-kali dilakukan penyesuaian.
Rupanya para ilmuwan pengembang UAV yang berlatar belakang ilmuwan PT
DI menyamakan struktur pesawat tersebut dengan pesawat komersial. Tidak
heran beratnya berlebih dan gagal diterbangkan. Mereka pun kembali
berkutat di bengkel pembuatan pesawat dan berhasil menciptakan prototipe
ketiga yang mampu terbang.
Meninggalnya Prof Said pada 2007 membuat tim UAV terguncang. Mereka
sempat menjadi anak ayam yang kehilangan induknya. Apalagi, kala itu
dukungan pemerintah terhadap pengembangan UAV masih belum 100 persen.
Mereka harus mengembangkan pesawat dengan kemampuan finansial yang
terbatas. Rancangan UAV terus disempurnakan hingga akhirnya menarik
perhatian Balitbang TNI yang ikut serta dalam pengembangannya.
Sumber : JKGR
sekalian pak pasang cantelan rudal anti personel dan bangunan biar lebih mematikan,...jayalah indonesiaku
BalasHapusbagus juga kalo sriti di tempatkan di pos-pos perbatasan,gak ribet pake landasan pacu.
BalasHapusngemeng2 Wulung BPPT masi kalah ampuh dari punya Lapan,tapi kok yg mau di produksi massal malah wulung....
malaysia sudah membangun pesawat UAV yang lebih canggih dari indonesia.
BalasHapusindonesia tertinggal oleh malaysia dalam UAV
Malaysia anak emas inggris jadi dia pede banget. Sejak indonesia krisis tahun 1996 dan berkepanjangan sampai 2005 alutsista kita berhenti tidak operasional karena embargo. Malaysia justru mulai saat itu belanja alutsista besar besaran Mig 29, F 18, Astros, Cesar, dll tapi semua uang berasal dari setoran cukong2 yang membabat habis hutan di Indonesia. Belum lagi mereka mengirim misi teror dgn menugaskan Nurdin M Top dan Asahari yang sangat merugikan kehormatan Indonesia. Mereka sudah dapat Sipadan dan Ligitan tapi masih ingin lagi Ambalat. Itulah kenapa kita yakin bahwa kita sesegera mungkin untuk bangkit membengun mengembangkan angkatan bersenjata untuk mengejar ketertinggalan dari negara2 tetengga
Hapuskite terlalu nyante kale ye, telat ga pa2 tapi konsekwen dong, dikebut pembuatannya dan pake teknologi yg mumpuni, jgn setengah2 gitu gantee..
BalasHapuspasang di monitor di tank leo...
BalasHapusbagi bagi gambarnya ke laptop personel infantri...
bagi2 kesiapa lagi yach...
Bertahap dan pasti suatu saat kita mampu membuat pesawat perang/pengebom nirawak...apresiasi untuk para ilmuwan lanjutkan risetnya untuk pembuatan nirawak yg lebih canggih..tunjukan bahwa kita mampu.
BalasHapus@ano 14.59 kan menggunakan bukan membuat
BalasHapuskita juga menggunakan UAV buatan israel yg dibeli lewat pilipina
kalo ini hasil mikir ilmuan kita
hehe
ane yakin kedepan UAV kita bisa disejajarkan dengan negara maju
contoh realnya SS-2 dan ANOA
semangat berekaperimen
Ditempat gw sering hilir mudik nich uav..sayang suaranya menurut gw mah agak bising.kalau bisa sedikit diperkecil senyap gtu.hehehe.
BalasHapusOk go lah produk lokal.
Yang milik LAPAN itu semi RHS bro
BalasHapuskita indonesia slalu produksi barang di bawah standar kualitas mumpuni ." apalagi menyangkut alutsiata sarat tehnogi kita keterbelakang . bukan tampa sebap , RISET tampa biyaya mumpuni bakal jalan di tempat alias dana riset kepotong di tempat , ini hampir saban hari gak segaja sering kita liat di lapangan dana riset di pangkas : hasilnya bisa diliat uav butan cina (wing long) dan uav bikinan lokal .
BalasHapusWednesday, June 26, 2013
BalasHapusRussia sells China 100 Su-35 fighter jets
(China Daily Mail)- According to a report by Voice of Russia, China and Russia have concluded an export agreement for 100 Su-35 fighter jets during the Paris Air Show.
At the 50th Paris Air Show at Le Bourget Airport, Russia had it’s most intensive participation over the past few years. All the 46 well-known Russian weapon manufacturers and companies, including Sokhoi, Mikoyan and Ilyushin, had presence there. In the exhibition hall, open-air site and flying shows, the audience has witnessed the Russian aviation industry’s newest achievements.
At that exhibition, there was the first flying show of the Su-35 abroad. The Su-35 is the most intrepid fourth-generation fighter jet in the world today. It is equipped with a 30mm machine gun, a radar with a search range of 400 km, and a flight range of 3,500 km without refuelling.
It’s powerful engine enables it to perform various super difficult movements such as horizontal rolling, plane screw spin, Pugachev Cobra and other stunt manoeuvres. It has its unique super “pancake” manoeuvre – a horizontal 360 degree turnaround without reduction of speed. Western media exclaimed in admiration, “It’s not an airplane, it’s a UFO.”
Mikhail Pogosyan, general manager of United Aircraft Corporation, was tremendously satisfied with the Su-35’s performance this time. He said: “The Su-35 is better than all other types of fourth-generation aircraft. Its performance not only embodies excellent pneumatic technology, but also the ability of the unique equipment it carries and its attack capability.
“It is not yet our newest achievement because we are at the same time developing a fifth-generation fighter jet. The two types of aircraft may supplement each other in the future to enhance the combat efficiency of the air forces of Russia and the countries that use Russian-made weapons.”
Source: huanqiu.com “Russia: China and Russia Have Concluded Export Agreement for 100 Su-35s” (translated from Chinese by Chan Kai Yee)
China Daily Mail
Mengharap indonesia bisa lebih baik dg negara tetangga birokrasinya muluk-muluk makanya selalu tertinggal kayak kerbau dongok by: adrian kalibata city herbras 02/CU
BalasHapusEmang adrian pernah ke Luar Negeri? Kok tau kalau di negara negara tetangga birokrasinya ruwet dan banyak yang kumpul kebo? Dasar minim tapi bacot lu busuk banyak makan sampah
HapusREST IN PEACE
BalasHapusADRIAN KALIBATA CITY
SEMOGA ARWAHNYA DITERIMA DI KANDANG BABI. AMIEN...