JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan pemerintah tidak ingin mengembalikan ke masa lalu yang menjadikan keamanan untuk kekuasaan melalui RUU Keamanan Nasional.
"Kita tidak ingin kembali ke masa lalu," katanya, saat melakukan silahturahim dengan para pimpinan media massa tentang RUU Keamanan Nasional di Jakarta, Rabu malam.
Purnomo mengatakan RUU Keamanan Nasional mengatur keamanan dalam arti luas yakni ancaman dari dalam, dari luar, keamanan publik dan keamanan insani.
"Melalui RUU ini kita ingin mengatur spektrum ancaman yang ada, sesuai perkembangan lingkungan strategis dan ditentukan unsur-unsur utama serta pendukung yang akan mengatasinya," katanya.
Purnomo menambahkan pola ancaman saat ini makin luas dan beragam tidak sekadar ancaman militer. "Justru ancaman militer ini semakin luas pola dan dinamikanya, aktornya pun makin banyak," katanya.
Jadi, perlu ada kategori spektrum ancaman, unsur apa saja yang akan menangani dan lainnya.
"Misalnya, kita tidak ingin ada darurat militer, darurat sipil, namun jika itu terjadi ya kita harus mengantisipasi dan menanganinya secara terstruktur, termasuk kewenangan intelijen," tutur Purnomo.
Ia menegaskan RUU Kamnas tidak memberikan kewenangan menangkap terhadap unsur intelijen.
"Intelijen hanya mata dan telinga untuk mendapatkan informasi," katanya.
Sehingga, tambah dia, tidak ada niat pemerintah untuk kembali masa lalu yang memanfaatkan unsur-unsur keamanan untuk kekuasaan.
"Kita tidak ingin mengadopsi UU Subversif Singapura atau Internal Security Act Malaysia," katanya.
Hal senada diungkapkan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin yang mengatakan intelijen tidak memiliki kekuasaan dan diberikan kekuasaan yang melebihi kewenangannya.
"Intelijen hanya sekadar instrumen negara untuk mendapatkan keterangan yang diolah dan setelah diolah menjadi kesimpulan, bukan digunakan untuk kekuasaan seperti yang dilakukan di masa lalu," tuturnya.
Ia menambahkan, "tentu ada reformasi terhadap pemahaman dan aplikasi tersebut dan perlu dilakukan reformasi dan tingkah laku dan struktur intelijen itu sendiri,".
"Jadi, tidak untuk kekuasaan dan tidak punya kekuasaan. Hanya instrumen negara untuk cari infomasi dan bahan kesimpulan. Pola operasi intelijen kita kembalikan dibatasi mana intelijen sebagai instrumen untuk dapatkan informasi mana yang tidak," kata Sjafrie.
Ia menambahkan, RUU Keamanan Nasional dengan UU Subversif.
"Kita tidak ingin kembali ke masa lalu," katanya, saat melakukan silahturahim dengan para pimpinan media massa tentang RUU Keamanan Nasional di Jakarta, Rabu malam.
Purnomo mengatakan RUU Keamanan Nasional mengatur keamanan dalam arti luas yakni ancaman dari dalam, dari luar, keamanan publik dan keamanan insani.
"Melalui RUU ini kita ingin mengatur spektrum ancaman yang ada, sesuai perkembangan lingkungan strategis dan ditentukan unsur-unsur utama serta pendukung yang akan mengatasinya," katanya.
Purnomo menambahkan pola ancaman saat ini makin luas dan beragam tidak sekadar ancaman militer. "Justru ancaman militer ini semakin luas pola dan dinamikanya, aktornya pun makin banyak," katanya.
Jadi, perlu ada kategori spektrum ancaman, unsur apa saja yang akan menangani dan lainnya.
"Misalnya, kita tidak ingin ada darurat militer, darurat sipil, namun jika itu terjadi ya kita harus mengantisipasi dan menanganinya secara terstruktur, termasuk kewenangan intelijen," tutur Purnomo.
Ia menegaskan RUU Kamnas tidak memberikan kewenangan menangkap terhadap unsur intelijen.
"Intelijen hanya mata dan telinga untuk mendapatkan informasi," katanya.
Sehingga, tambah dia, tidak ada niat pemerintah untuk kembali masa lalu yang memanfaatkan unsur-unsur keamanan untuk kekuasaan.
"Kita tidak ingin mengadopsi UU Subversif Singapura atau Internal Security Act Malaysia," katanya.
Hal senada diungkapkan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin yang mengatakan intelijen tidak memiliki kekuasaan dan diberikan kekuasaan yang melebihi kewenangannya.
"Intelijen hanya sekadar instrumen negara untuk mendapatkan keterangan yang diolah dan setelah diolah menjadi kesimpulan, bukan digunakan untuk kekuasaan seperti yang dilakukan di masa lalu," tuturnya.
Ia menambahkan, "tentu ada reformasi terhadap pemahaman dan aplikasi tersebut dan perlu dilakukan reformasi dan tingkah laku dan struktur intelijen itu sendiri,".
"Jadi, tidak untuk kekuasaan dan tidak punya kekuasaan. Hanya instrumen negara untuk cari infomasi dan bahan kesimpulan. Pola operasi intelijen kita kembalikan dibatasi mana intelijen sebagai instrumen untuk dapatkan informasi mana yang tidak," kata Sjafrie.
Ia menambahkan, RUU Keamanan Nasional dengan UU Subversif.
Sumber: Antara
0 komentar:
Posting Komentar