JAKARATA-(IDB): Pemerintah Indonesia menerima surat protes yang dilayangkan Pemerintah Malaysia terkait penangkapan dua kapal ikan ilegal asal Malaysia. Akan tetapi, dua kapal ikan Malaysia itu diduga kuat masuk ke zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Jakarta, Selasa (12/4), mengungkapkan, pemerintah menerima surat teguran keras dari Pemerintah Malaysia yang dilayangkan kepada Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia.
Surat Pemerintah Malaysia itu, antara lain, berisi protes terhadap sikap Pemerintah Indonesia yang menangkap dua kapal ikan Malaysia itu serta penangkapan dinilai berlangsung di perairan teritorial Malaysia.
Seperti diberitakan, aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Keamanan Laut menangkap kapal ikan ilegal asal Malaysia pada 7 April sekitar pukul 11.00 di wilayah pengelolaan perikanan perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Selat Malaka. Kedua kapal itu masing-masing beranggotakan empat anak buah kapal berkewarganegaraan Thailand.
Menurut Fadel, Pemerintah Indonesia tetap mengacu pada dugaan pelanggaran yang dilakukan dua kapal ikan Malaysia. Dugaan pelanggaran itu, yakni tidak mempunyai surat izin usaha perikanan dan surat izin penangkapan ikan dari Pemerintah Indonesia serta menggunakan alat tangkap terlarang berupa pukat harimau.
”Saya sampaikan, pemerintah keberatan dengan cara mereka yang masuk ke wilayah perairan Indonesia berkali-kali. Tetapi, saya meminta persoalan dua negara ini diselesaikan baik-baik,” ujar Fadel.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Syahrin Abdurrahman menegaskan, kapal ikan Malaysia KF 5325 berbobot mati 75,8 ton dengan nakhoda Kla diduga kuat memasuki perairan ZEE Indonesia sejauh 3,8 mil laut (6,84 kilometer). Kapal kedua, yaitu KF 5195, berbobot mati 63,8 ton dengan nakhoda kapal Nhoi diduga kuat masuk sejauh 8 mil laut.
Pengamat hukum laut internasional, Hasyim Djalal, mengemukakan, batas perairan Indonesia-Malaysia terkait zona ekonomi eksklusif selama puluhan tahun masih menjadi kendala. Hal itu, antara lain, dipicu oleh sulitnya Malaysia untuk berunding.
”Batas perairan yang tidak jelas antarnegara akan terus menimbulkan konflik,” ujarnya. Ia menambahkan, selama belum ada batas yang jelas, maka pengawasan dan penegakan hukum perlu ditingkatkan.
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar