Rusia
JKGR-(IDB) : Rusia secara tidak langsung masih dipandang sebagai metamorfosa Uni
Soviet dan untuk saat ini sebagai kontender utama Amerika dalam pentas
negara super power. Secara umum terdapat perbedaan respon penanganan
antara Rusia dan RRC oleh barat.
Baik Amerika maupun Eropa masih
berkeinginan agar Rusia bersedia bergabung dengan NATO, namun sifat
individualisme dan rasa superioritas Rusia menjadi ganjalan bagi harapan
mereka. Tampak barat secara hati – hati berusaha merajut tujuannya
dengan secara konsisten menyudutkan Rusia pada posisi dimana ia tidak
memiliki opsi lain selain bergabung dengan NATO, dan disinilah China
kemudian datang mengacaukan segalanya. RRC tidak tinggal diam sebab
apabila semua itu terwujud maka posisi RRC akan terjepit dari segala
penjuru.
Bila Rusia bergabung maka NATO akan menjadi organisasi dengan
kekuatan ekonomi dan militer terbesar di dunia. Namun kemenangan
terbesarnya adalah keberhasilan barat dalam menjinakkan beruang merah
dan mengambil keuntungan jangka panjangnya. Dengan tujuan akhirnya
menghilangkan potensi reinkarnasi Uni Soviet, serta perkuatan kekuatan
dalam menghadapi kebangkitan Asia yang dimotori oleh China. Secara
teoritis, bila sebaran kekuatan dunia semakin homogen maka dunia akan
dapat lebih mudah untuk dikendalikan. Masih tidak jauh – jauh dari
rencana imperialisme kaukasoid, hanya saja kali ini dengan modus
legalisme.
Sebagaimana dengan RRC, Rusia juga tengah menghadapi taktik isolasi
geografis Amerika dan NATO. Dengan dalih untuk menangkal roket – roket
pejuang Palestina dan terorisme Amerika mencoba memagari halaman Rusia
dengan rudal – rudal pertahanan udara. NATO pun tidak tinggal diam
dengan terus menggerus negara – negara pecahan bekas Uni Soviet agar
bergabung dengan NATO hingga akhirnya merembet ke Ukraina. Namun
nampaknya langkah pendekatan pada Ukraina lebih didorong oleh upaya
balas dendam atas Georgia, pecahan Soviet yang kini mendekat pada Barat
dan rencananya akan resmi menjadi anggota NATO pada 2014 ini.
Seperti
yang telah diketahui pada 2008 silam Rusia pernah menyerang Georgia
dalam upayanya menciptakan negara boneka Ossetia Selatan. Serangan itu
masih meninggalkan luka dan duri dalam daging Georgia hingga sekarang.
Georgia tidak mampu berbuat banyak untuk mengambil kembali Ossetia
Selatan sebab Ossetia berada dalam proteksi Rusia. Papa bear mengancam
akan mengambil tindakan tegas atas setiap upaya militer terhadap Ossetia
Selatan.
Setelah mendapatkan sukses besar di Arab dan Afrika Timur, jaringan
invincible hands barat mencoba menciptakan pergolakan di Ukraina dengan
tujuan menurunkan Presiden incumbent yang pro Rusia. Tujuan utamanya
adalah mendesak posisi Rusia untuk terus mundur ke belakang dengan
menutup basis militer Rusia di Crimea – Ukraina. Crimea sendiri adalah
tempat bagi pangkalan utama angkatan laut Rusia di Laut Hitam, berfungsi
sebagai fasilitas pengontrol kawasan dan pintu gerbang menuju Eropa
dari Front timur. Jika rencana tersebut berhasil maka akan menjadi
pembalasan dendam yang amat sangat manis, Rusia akan kehilangan posisi
strategisnya dan akan menangguk kerugian ekonomi yang besar pula.
Melihat gelagat itu, dengan dalih menyelamatkan warganya yang selama
ini ditempatkan di Crimea untuk mendukung fasiltas pangkalan lautnya,
Rusia tanpa basa basi langsung mengerahkan militernya mengamankan
Crimea, sebab jika Rusia memilih diam menunggu situasi maka Crimea akan
benar – benar lepas begitu pemerintahan baru yang pro NATO resmi
operasional. Setelah secara de facto Crimea berhasil dikuasai Rusia
kemudian secara sistematis melakukan legalisme atas akuisisinya pada
Crimea dengan melaksanakan referendum, yang mana pasti berhasil sebab
sebagian besar pendduk Crimea adalah warga Rusia. Sebuah langkah cantik
yang secara tidak langsung juga menunjukkan kepada dunia bahwa imej
Rusia “beda” dengan Barat.
Tidak adanya perlawanan dari militer Ukraina terkait invasi Rusia
disebabkan oleh adanya kemandulan pada kursi komando dan tidak adanya
jaminan nyata dari NATO dan Amerika selain upaya simbolik saja. Barat
hanya bergeming ketika Georgia yang merupakan sekutu dekat NATO di
invasi oleh Rusia, maka apalah arti Ukraina yang bukan sekutu siapapun.
Selain itu Ukraina memiliki ketergantungan energi yang tinggi dan
menanggung hutang miliaran dolar pembelian gas pada Rusia. Dan Rusia
telah mengurangi pasokan gasnya semenjak tergulingnya presiden incumbent
yang pro Kremlin, menyebabkan Ukraina tertimpa krisis karena sebagaian
besar industri Ukraina berhenti. Meninggalkan Ukraina pasrah dengan
apapun yang dilakukan Rusia.
Tidak berhenti di situ, setelah menjamin posisinya di Crimea, dengan
menggunakan taktik yang sama invincible hands Rusia mulai mengaduk –
aduk Ukraina dan membalikkan situasinya 180 derajat. Hasilnya kini
Ukraina terancam perang saudara antara warga yang pro Rusia dengan
pemerintah yang pro NATO. Amerika dan NATO hanya bisa melihat dan
menanggapinya dengan tambahan sanksi ekonomi serta kecaman – kecaman
retorik.
Sementara itu masih dalam upayanya merangkul Ukraina, Barat
melalui IMF mencoba memberikan pinjaman senilai 17 miliar dolar guna
menyelesaikan hutang serta mengatasi krisis ekonomi Ukraina, tentu saja
pinjaman tersebut diikuti syarat – syarat yang pada intinya menggeser
posisi Ukraina lebih ke arah Barat. NATO juga berupaya menyelesaikan
krisis energi Ukraina salah satunya dengan mengusulkan wacana impor gas
dari Amerika, namun untuk yang terakhir ini Amerika sendiri masih ragu –
ragu.
Di saat yang sama Rusia menawarkan paket kredit lunak 15 miliar dolar
pada Ukraina dalam bentuk ekspor gas dengan harga khusus, yang secara
tidak langsung turut ikut mempengaruhi rakyat Ukraina untuk berpihak
pada Rusia. Dan ujung – ujungnya uang yang dikucurkan IMF pun akan jatuh
pada Rusia. Hal ini menjadi berat bagi Barat, selain mereka sendiri
sedang mengalami krisis mereka masih harus mengeluarkan uang dalam
jumlah besar tanpa imbal hasil sama sekali. Terlebih lagi uang tersebut
dikucurkan pada saat pemilu Ukraina sudah dekat, menjadikan barat
semakin jatuh telak dalam rencana Rusia. Maka Crimea pun menjadi salah
satu kemenangan perang yang paling brilian dalam sejarah. Rusia berhasil
mengamankan posisi strategisnya, mendapatkan uang dan wilayah baru, dan
semuanya terjadi hanya dengan bermodalkan ongkos bensin dan solar serta
tanpa menembakkan peluru sama sekali. Magnificient, BRAVO, Standing
Applause!!!
Nampaknya Rusia jauh hari sudah memperkirakan bagaimana respon Barat
atas Ukraina, kendala ekonomi telah menghalangi mereka untuk mengambil
tindakan militer yang mana hanya akan memperburuk keadaan. Menanggapi
sanksi– sanksi ekonomi Barat Rusia hanya tersenyum simpul, sebab sangsi
Barat tidak akan berdampak pada Rusia dalam jangka panjang sebaliknya
ini hanya akan memperlambat proses penyembuhan ekonomi Eropa.
Rusia bisa
saja memutuskan setiap saat pasokan gasnya ke Eropa dan mengalihkan
penjualannya ke China, langkah ini akan sangat memukul Eropa terutama
negara – negara yang memiliki ketergantungan gas pada Rusia. Namun Rusia
lebih memilih untuk menggunakan ekspor gas-nya sebagai alat tawar
menawar diplomatik. Lagi pula jika pasokan gas ke Eropa benar – benar
diputus maka akan berpotensi memicu perang yang sesungguhnya, dan yang
akan menari – nari di atasnya adalah China, satu hal yang tidak
diinginkan semua pihak.
Sebagai sekutu Rusia, RRC kemudian menyediakan jalan keluar bagi
Rusia dalam menghadapi sangsi Barat, RRC menempatkan dirinya sebagai
pintu masuk menuju pasar Asia yang sangat potensial dan terus
berkembang. Agaknya langkah ini sudah direncanakan jauh – jauh hari pula
dan menjadi satu paket dengan rencana invasi Ukraina. Selain minyak dan
gas dagangan utama Rusia yang paling diminati adalah industri senjata,
sebagai tanggapan atas sanksi ekonomi barat maka Rusia akan semakin
berusaha menggenjot penjualaan senjatanya.
Sehingga hampir bisa
dipastikan, akan ada semakin banyak senjata – senjata top tier papa Bear
bersirkulasi di Asia. Dan ini tentu saja akan secara langsung
meningkatkan derajat ancaman asimetrik di dunia serta mempersulit Barat
dalam menanamkan pengaruhnya pada negara – negara kawasan. Demikian
karena mereka yang memegang senjata akan cenderung lebih keras kepala
dan lebih percaya diri –masih ingatkah dengan UU minerba Indonesia?.
Rusia dalam kaitannya dengan konflik pasifik lebih menempatkan
dirinya sebagai pengamat dan tukang kipas. Sebab pada dasarnya Rusia
memang tidak memiliki kepentingan langsung dalam konflik pasifik.
Sebagaimana Barat Rusia juga akan mengipasi negara – negara kawasan agar
tetap dingin dan tidak gerah, di saat yang sama Rusia juga akan ikut
menjaga agar apinya tidak padam.
Sebab ketidakstabilan politik pada
suatu kawasan akan mendorong terjadinya perlombaan senjata, dan di
sanalah para negara – negara produsen senjata memainkan perannya dan
mengeruk keuntungan. Oleh karenanya Rusia akan memanfaatkan momen ini
untuk menunjukkan dan menonjolkan sisi “baik”nya untuk membangun
hubungan diplomatik jangka panjang melalui perdagangan dan kerjasama
strategis.
Sumber : JKGR
papa bear emang brilian ...bravo..
BalasHapusKalo Presidennya Prabowo Indonesia di sayang Rusia! Hidup Rusia!!!
BalasHapusini menunjukkan bahwa persatuan ASIA harus solid....karena berhadapan dengan organisasi NATO, RUSIA, CHINA, INDONESIA, INDIA, IRAN, KORUT, mudah2an cepat terjalin kearah nyata dan lebih serius, biyar kita aman dan mesra....ASIA telah lama tujuan eropa untuk menguasainya....
BalasHapus