Selasa, Juli 16, 2013
10
Di tengah semangat pemerintah Indonesia melakukan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, rencana mendatangkan senjata bekas pakai dari luar negeri kembali memantik debat. 



ANALISIS-(IDB) : Dalam rancangan Kementrian Pertahanan hingga 2014, mulanya akan datang enam pesawat jet F16 asal AS. Tetapi saat negosiasi berjalan, rencana berubah.

"(Anggaran) yang tadinya kita pakai untuk membeli enam pesawat F16, sekarang kita pakai meng-upgrade yang 24, ini belum tapi sekarang kita di-offer 10 lagi," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.


Pilihan mendatangkan pesawat bekas pakai menurut Menhan tak berisiko sebesar klaim pengkritik kebijakan ini.


"Kalau pesawat itu dia tidak brand new pun kalau dia sudah di-upgrade engine-nya ya bagus, avionic dan airframe bagus, itu sudah cukup," tegas Purnomo.


Bagaimanapun para pengkritik beralasan rekondisi belum tentu mengatrol kemampuan pesawat seperti kualitas baru.


Selain itu usia pesawat bekas pakai yang sudah uzur justru merugikan TNI karena ongkos pemeliharaan yang lebih besar.


"Pemeliharaan dan rekondisinya kan besar juga biayanya. Bukan canggih dipakai, nanti malah membebani," kata TB Hasanuddin, anggota Komisi Pertahanan DPR dari PDI Perjuangan.


Hasanuddin mencontohkan dalam kasus rencana pembelian pesawat F16 itu, anggaran justru melampaui pagu karena tiba-tiba banting setir pada pesawat bekas.


"Anggarannya untuk 6 pesawat kan US$ 600 juta, sekarang rekondisi untuk 24 pesawat malah jadi $ 700 juta," kritik Hasanuddin.


Tetapi saat diwawancarai BBC Indonesia, juru bicara Kementrian Pertahanan Klik menyatakan biaya upgrade hanya mencapai US$ 460 juta.


Pilihan hibah

TNI sendiri juga beberapa kali dikabarkan menolak keputusan membeli alat perang bekas pakai negara lain.


"Mabes TNI dan Dephan sekarang saya kira sudah profesional, kalau tidak cocok ya ditolak," kata Djoko Susilo, mantan anggota Komisi Pertahanan DPR yang kini menjadi Duta Besar untuk Swiss.


Saat duduk di parlemen antara 2004-2009, Djoko mengatakan praktik beli alutsista bekas pakai juga terjadi beberapa kali dengan alasan mengirit anggaran.


Tahun 2008 menurut Djoko ada tawaran menggiurkan dari Jerman Timur: pesawat heli BO-108 hanya dilego dengan harga US$ 70 ribu.


"Usut punya usut ternyata umurnya sudah 25 tahunan dengan ongkos rekondisinya sampai US$ 2 juta," kata Djoko sambil tertawa.


Tahun ini tawaran satu skuadron pesawat murah bekas pakai asal Korea Selatan, jenis F5, juga ditolak TNI AU.


Meski juga memiliki F5 sejenis, Kepala Staf TNI AU, Marsekal Putu Dunia, mengatakan variannya tak seragam dengan versi Korea.


"Sebagusnya kita tidak terima, tapi terserah. Karena berbeda dengan pesawat (F5) yang kita miliki, kita sudah modifikasi banyak. Dia masih yang lama," tegas Putu.


Putu mengatakan penolakan bukan karena skema pembeliannya, hibah atau bukan, tetapi perbedaan tipe pesawat dianggap akan memboroskan anggaran.


Meski demikian dengan alasan keterbatasan anggaran, skema hibah nampaknya masih akan jadi pilihan penting TNI.


Tujuannya mengejar kuantitas alat guna memastikan Indonesia benar-benar memenuhi kuota Kekuatan Pertahanan Minimum pada 2024.


Pesawat uzur 



Pemerintah misalnya telah menerima tawaran Australia untuk empat pesawat Hercules dengan skema hibah ditambah enam lagi dengan tawaran harga murah.

"Tadinya kita cukup punya CN295, yang bekerjasama dengan Airbus Military Industry (dan PTDI). Kita mau beli 9-10 (pesawat). Tadinya," kata Menhan Purnomo Yusgiantoro.


Tawaran alternatif dari Australia segera disambar Kemhan karena kekuatan Hercules TNI AU yang sudah sangat memprihatinkan saat ini.


Menurut mantan KASAU Marsekal Imam Syufaat, negara sebesar Indonesia sangat membutuhkan alat angkut udara serbaguna seperti Hercules.


Tetapi dengan anggaran hanya Rp 8 triliun untuk TNI AU tahun ini, pilihan pesawat bekas pakai nampaknya dianggap cukup masuk akal.


"Seperti hercules kita hanya punya 13 pesawat. Kalau kita ada uang jadi ada tambahan 10 Hercules nanti dari Australia," kata Imam kepada media, sesaat setelah TNI merayakan hari jadi Oktober lalu.


Seperti juga dalam kasus F16, Hercules eks Australia ini memerlukan rekondisi sebelum bisa dikirim ke Jakarta.


Tujuannya mengejar kuantitas alat guna memastikan Indonesia benar-benar memenuhi kuota Kekuatan Pertahanan Minimum pada 2024.


Pemerintah misalnya telah menerima tawaran Australia untuk empat pesawat Hercules dengan skema hibah ditambah enam lagi dengan tawaran harga murah.


"Tadinya kita cukup punya CN295, yang kita kerjasama dengan Airbus Military Industry (dan PTDI). Kita mau beli 9-10 (pesawat). Tadinya," kata Menhan Purnomo Yusgiantoro.


Tawaran alternatif dari Australia segera disambar Kemhan karena kekuatan Hercules TNI AU yang sangat memprihatinkan saat ini karena minim dan uzur.


Beberapa kali Klik kecelakaan pesawat milik TNI disebut-sebut akibat peralatan yang sudah terlalu tua.


Peluang makelar

Yang juga kerap dipersoalkan dalam belanja alutsista bekas pakai menurut Djoko Susilo adalah lebih terbukanya peluang ketidakberesan.


"Transaksi senjata baru yang dalam kontrak disebut brand new saja dulu kita sering diakali, apalagi bekas. Lebih sulit mengeceknya, kelaikan dan kualitasnya," kata mantan pengurus PAN ini.


Senjata-senjata ini ditawarkan agen, atau lebih sering disebut makelar senjata swasta, yang menurut Djoko bukan berasal dari internal TNI maupun Kementrian, tetapi punya hubungan dekat dengan dua lembaga itu.


"Misalnya mungkin saudaranya Menteri atau Dirjen atau kalangan politik gitu lah."


Praktek para makelar ini menurut Djoko beberapa kali terjadi sampai dengan tahun 2008.


DPR juga sempat dituding jadi sarang calo alutsista di tengah pembahasan anggaran pertahanan tahun 2007, karena masuknya beberapa item senjata yang sebelumnya tak direncanakan.


Komisi I DPR waktu itu menuding Menhan Juwono Sudarsono menebar fitnah tanpa bukti.


Adalah Juwono juga yang kemudian menetapkan pakta integritas dan menyusun Buku Putih Pertahanan 2008, sebagai acuan pengadaan alutsista hingga 2024 agar tidak muncul pembelian senjata di luar rencana.


"Saya kira Dephan sudah jauh lebih baik setelah itu," kata Djoko yang sempat menyebut Juwono 'kurang ajar' akibat kontroversi itu.


Tetapi boleh jadi sepak terjang makelar senjata belum benar-benar berakhir.


Saat membuka Sidang Kabinet Terbatas bidang Politik, Hukum dan Keamanan Februari lalu, Presiden Yudhoyono tiba-tiba menyebut soal kebiasaan penggelembungan anggaran dan 'kongkalikong' pengadaan alutsista.


Tiga bulan kemudian -saat menerima KASAD baru pengganti Jendral Pramono Edhie Wibowo, Presiden berpesan agar Jendral Moeldoko membereskan urusan kongkalikong itu.


"Langkah-langkah dalam penertiban pengadaan alutsista dan keuangannya harus dilaksanakan secara transparan, terbuka, sehinggga tidak ada kesan penggunaan anggara yang kurang tepat," kata Pramono menirukan pesan SBY.
Sumber : BBC

10 komentar:

  1. DIMANA2...YANG NAMANYA BEKAS ITU SUDAH OUT OF DATE,KETINGGALAN JAMAN DAN GAK BERMUTU....FINISH

    BalasHapus
  2. Katanya menaikkan anggaran tp belinya rongsokan bekas orang, kalah sama negara kecil......Kita kan negara besar!!!!

    BalasHapus
  3. Ada pertimbangan stratejik dan politis dibalik pembelian barang bekas yang masih layak pakai, yang tidak mungkin diungkap oleh TNI/Kemhan ke publik.
    Sudahlah ... jangan negative thinking terus ... mereka tahu kok apa yang baik dari yang kurang dan apa yang kurang dari yang baik. Dari jaman gerilya TNI sudah dikenal lawan-lawannya dalam memodifikasi senjata tua menjadi senjata yg menakutkan ... tiang telepon jaman Belanda aja bisa jadi meriam sundut.
    Perhatikan penempatan alutsista kita ... F-16 bekas akan ditempatkan di Pekan Baru berhadapan dengan Malay dan Singap, sehingga kesannya tidak terlalu profokatif terhadap Selat Malaka, Sukhoi dan kapal Selam ditaruh di Sulawesi menghadap Selat Makasar tapi juga menjangkau seluruh titik di Indonesia Timur ... Apache dan Leopard di Kaltim/berau juga menghadap Selat Makasar dan dekat dengan Ambalat ... semua ditujukan untuk menangkal ancaman dari luar ... 16 supertucano + 16 T-50 Golden Eagle selain untuk latihan juga untuk mengantisipasi ancaman dalam negeri terutama di Timur sana, sehingga pesawat-pesawat yang kecil-mungil-centil itu terkesan lebih manusiawi kalau dipakai ngeberondong dan ngebom pengacau dalam negeri... TNI dengan sejarah panjangnya tahu benar apa yang harus dilakukan ... beli senjata bekas bukan berarti lemah ... Lihat saja Australia mereka juga beli senjata bekas AS dan Inggris ... belum lagi, modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh bengkel TNI dan BUMN alutsista kita ... yang ga mungkin dibeberkan ke publik yang heboh melulu! Please trust our Military and it's Industry my friends !!!

    BalasHapus
  4. Mangkanya...korupsi sdah parah banget brokkk

    BalasHapus
  5. Menyambung bro anonim 16.34, . setuju dgn sampean.

    16 KCR buatan dalam negeri dilengkapi rudal C-705, kelihatan kapalnya cemen-cemen tapi rudalnya dahsyat, kapalnya tidak besar jadi bisa olah-gerak di selat-selat antar pulau yang sempit dan dangkal, lalu menyergap lawannya dari balik kampung-kampung nelayan ... itu teknik peluncuran rudal Hesbolah dari pemukiman padat yang banyak menghancurkan tank-tank Merkava IV Israel ... serba salah musuhnya KCR nanti, ngebom nggak kean malah kena pemukiman nelayan .. secara politik kalahlah dia kena HAM ... heheheh
    Kalau publik yang garang sih maunya kita beli kapal Induk dan Destroyer yang besar-besar ... yah maklum anak SMA senangnya yang gahar-gahar ... kapal selam maunya yang minimal kelas KILO, tapi di laut Jawa diselat-selat mau menyelam sedalam berapa??? percuma saja ga bisa lari malah dengan mudah di sergap Heli atau corvet anti kapal selam ... disitulah bisa kita lihat pintarnya TNI AL kita !!! kapal fregat usia 40 tahun lebih diganti mesinnya dan rudalnya pakai Yakhont dan C-802 ... kelihatannya lemah ... tapi ini sempat menghebohkan komunitas alutsista singapura ... setuju bro ... majuu terus TNI ku cuwekin aja tuh anak-anak kecil yang ga ngerti strategi dan politik perang dengan memanfaatkan geografis serta opini dunia !!!

    BalasHapus
  6. Setuju bro ano 16.34 dan ano 16.49,pemikiran anda berdua masuk akal dan relevan. Kita yg hanya pemerhati militer tentu terbatas kepandainnya ketimbang yang pakai (TNI),serta terbatas pula dalam pemikiran pengambilan kebijakan2 tentang militer,strategy dan alutsistanya ketimbang si pemberi kebijakan (pemerintah+tni). Kebanyakan dari kita hanya berdasarkan nafsu saja,pengen ini/itu,bagus ini/itu,jumlah segini/segitu.

    BalasHapus
  7. Makanya keluarlah istilah "Tong Kosong Nyaring Bunyinyaaaaaaaaaaa".

    Yang bego-bego komentarnya lebih galak dan lebih YAQIN!!

    BalasHapus
  8. Teknologi berbagai jenis rudal dan bom laser paveway sudah ada sejak 30 - 50 tahun lalu. Sudah saatnya kita harus belajar dan menguasai teknologi ini. kalau senjata2 ini berhasil dibuat di dalam negeri, dijamin tak ada negara tetangga yang berani macam2 lagi.

    BalasHapus
  9. Tapi TNI tidak pernah mendapat senjata yg diinginkan,minta sukhoi 2 skadron malah d kasi F-16 rongsokan lagi,minta Kilo malah d kasi ChangBego n d kadalin pisan.Masalahnya semua yg memutuskan Dephan n Dephan cuma di isi orang2 yg mata duitan.hilang dah uang negara buat beli sampah.
    Ibarat nie TNI laki2 trus nikah sama wanita yg tidak di inginkan pasti perlakuan'nya beda dengan nikah sama yg diinginkan.Makanya tingkat kesiapan rendah sekali

    BalasHapus
  10. Anonim 00.25

    Pendapat seperti anda itulah yang ingin dikesankan oleh TNI/Kemhan ... bahwa Indonesia lemah dan tidak siap karena alutsistanya rongsokan.

    Kalau berpegang kepada pendapat anda negara-negara yang menggunakan F-16 seperti Mesir, Israel, Jepang, Korea dan Pakistan itu bego-bego juga yaa ? padahal pengalaman perang mereka jauh diatas Indonesia!

    Kalau Indonesia maksa beli Sukhoi, tank T-90, Kapal selam Kelas Kilo yang semuanya dari Rusia tanpa mengacuhkan blok Barat... maka kita akan kehilangan dukungan AS+barat untuk Papua dan Aceh ... ngerti nggak? beli alutsista itu bukan hanya memperhitungkan "Kegaharannya" ada banyak aspek yang harus diperhitungkan termasuk aspek geopolitik ... dan dukungan internasional.

    Saat ini Indonesia perlu orang-orang yang bisa berpikir positip ... berpandangan luas dan maju... jujur dan bersahabat tetapi teguh dan kuat pada akar keIndonesiannya yang pemaaf. Janganlah jadi orang yang sakit, selalu negatif, penuh dengan kepahitan, curiga terus, senang menuduh ...

    Merdeka! jayalah Indonesiaku dari Sabang - Merauke!

    BalasHapus