Minggu, Februari 17, 2013
8
NATUNA-(IDB) : Kapal-kapal perang negara asing diduga sering melintas di Perairan Natuna, namun terkadang tidak terpantau. Untuk itu pemerintah pusat diminta memperketat pengawasan dan tidak menganggap sepele hal tersebut. Sebab, peristiwa ini semakin menunjukkan bahwa perairan Natuna memiliki nilai geopolitik yang tinggi.

Kepala Bakesbanglinmaspol Pemkab Anambas, Baharuddin Thalib, yang pernah bertugas di Pulau Subi, Natuna ini mengatakan hal itu kepada wartawan beberapa waktu lalu di Batam.

Kata Baharuddin perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan ini selalu diincar oleh negara asing, atau banyak negara yang sangat berkepentingan dengan wilayah tersebut. Apalagi, lanjutnya, konflik kepemilikan Pulau Spratly yang diperebutkan Cina, Filipina, Vietnam dan Taiwan belum juga tuntas.

Meski demikian ia menambahkan, melintasnya kapal perang di perairan Natuna itu sekaligus menunjukkan upaya kekuatan negara asing di Laut Cina Selatan. Apalagi jalur laut ini memang jalur strategis.

Meski demikian di sisi lain, Baharuddin justru memuji TNI di lapangan yang setiap saat melakukan pencegahan bila kapal-kapal perang asing sudah masuk ke perairan Natuna.

Di tempat terpisah, Bupati Natuna Drs H Ilyas Sabli mengatakan, wilayah Natuna hingga saat ini masih aman dan terkendali. Belum ada gejolak ataupun tekanan dari negara asing.

"Saya pastikan Natuna ini masih sangat aman dan sangat terkendali, karena selama ini kan kita tahu bersama belum ada gejolak maupun tekanan yang berasal dari luar,” katanya tegas.

Meski demikian jika ada isu peraiaran Natuna rawan diklaim negara asing, Ilyas mengaku hingga saat ini belum ada tanda-tanda yang menunjukkan perairan Natuna sebagai daerah rebutan negara luar.

"Saya rasa kalau ada negara asing yang mengklaim peraiaran Natuna akan dikuasai mereka, itu hanya sekedar isu. Natuna ini masih sangat aman sekali. Belum ada tanda-tanda yang kita lihat yang berdampak pada konflik antar negara," ujarnya.

Namun demikian lanjut Ilyas, bagaimanapun juga informasi maupun isu konflik tersebut adalah untuk membangun semangat Kesatuan Republik Indonesia khususnya dikalangan masyarakat Natuna.

"Walaupun itu hanya sekedar isu, tapi kita semua mesti mengambil pelajaran seraya berbenah diri dengan cara membangun kekuatan baik ekonomi, pengetahuan, keterampilan dan lain sebagainya, sehingga kita benar-benar kuat untuk menghadapi gejolak yang datang dari luar,” paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Juni 2009 lalu, kapal induk USS Ronald Reagen, dua kapal destroyer, dua kapal frigate, satu tanker minyak memasuki kawasan alur laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Lokasi tepatnya di antara perairan Pulau Laut dan Pulau Subi, Natuna. Meski demikian kebaradaan enam kapal itu terlacak monitor Satuan Radar 212 TNI-AU di Batam.

TNI AU pun langsung berkoordinasi dengan TNI AL Ranai dengan menerbangkan pesawat cassa TNI-AL untuk mengintai keenam kapal perang AS tersebut. Hasilnya, keenam kapal dengan persenjataan lengkap dan serba otomatis itu memang berjalan beriringan di perairan Indonesia.

Tanpa melakukan tindakan apa pun, pesawat pengintai TNI AL terus memantau pergerakan iring-iringan kapal perang AS itu. Setelah tiga jam mengintai, tanpa disadari sebuah helikopter puma AS mendekati pesawat pengintai tersebut.

Sempat terjadi perdebatan. Namun, tidak berlangsung lama karena perlahan-lahan iring-iringan kapal perang AS itu menjauh dari perairan Indonesia.

Dari hasil pengintaian tersebut diperoleh data bahwa iring-iringan kapal perang AS terdiri atas kapal induk USS Ronald Reagen, dua kapal destroyer, dua kapal frigate, satu tanker minyak. Kapal induk USS Ronald Reagan itu mengangkut puluhan pesawat tempur.

Keberadaan enam kapal perang AS di Laut China Selatan itu sekaligus menunjukkan upaya AS untuk melakukan kontrol kekuatan Cina di Laut China Selatan. Sebab Cina sudah mengarah kepada kekuatan adi daya. Sehingga AS perlu melakukan perimbangan kekuatan di Laut Cina Selatan. Apalagi jalur laut ini memang jalur strategis.





Sumber : Inilah

8 komentar:

  1. Memperhatikan artikel diatas, sungguh memprihatinkan bagian dari wilayah perairan kita yg sedang berada di pinggiran wilayah sengketa yg tinggi eskalasi manuver militer mereka. Berlalu lalangnya flotila atau eskader Flag Carier AS dan demikian juga armada kapal Intelijen China, yang sering berlayar juga masuk ke wilayah yurisdiksi perairan Indonesia tanpa kita dpt berbuat apa-apa. Miris rasanya bgm pswt Cassa 212 AL kita berani membayangi pelayaran Flag Carier AS yg berlayar dalam formasi flotila besar.
    Pernyataan pimpinan daerah Natunapun yang memberikan statement yang menurut saya meremehkan situasi dan kondisi tsb, sangat memprihatinkan karena kemungkinan tidak atau belum dimilikinya sense of critical situation.
    Jadi ingat bahwa salah satu gugusan di pulau Natuna yg tidak berpenghuni hanya dijaga oleh 1 Kompi Marinir dg peralatan seadanya yakni senapan dan senapan mesin berat.
    Sudah selayaknya para pemimpin kita memberikan perhatian terhadap perkembangan di Natuna tersebut sebagai bagian dari kewaspadaan.
    Semoga.!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju pak...kita seharusnya gelar armada kapal perang diperairan natuna bukan malah menganggap enteng dg mengatakan natuna aman,..aman2 tau2 dikuasai asing.

      Hapus
  2. Wahhh itu aircraft carrier yg di film battleship....
    Hahahaha.....

    BalasHapus
  3. Hati hati amrik slalu tamak dan rakus terhadap kekayaan alam kita

    BalasHapus
  4. film box office terbaru..!!!
    saksikan dibioskop kesayangan anda

    CASA WIRO SABLENG NAGA GENI 212 vs US NAVY CAPTAIN AMERICA
    ini baru seru..!!

    tiket gratis.

    BalasHapus
  5. Haduuu.... masa lagi ngintai malah diintai.
    Lucuu bgt

    BalasHapus
  6. Lha wong yg diintai Carrier battle grup 6 yang kliatan, yang nggak kliatannya belom, paling2 cuma bisa kasih peringatan halus sambil ngurut dada... coba klo dikira-kira mereka nyerang diem2 ke armabar kayak pearl harbor, silaken diperkiraken bagaimana hasilnya.....

    BalasHapus
  7. Sebenarnya kalau anggaran yg ada disisihkan juga untuk perkuatan sistim C4I, paling tidak kejadian di Natuna dpt di monitor secara real time dan visual lwt monitor di masing Puskodal Angkatan.
    Dengan demikian situasi dan kondisi lapangan dpt dicermati, kemudian di pertimbangkan apa yg harus di lakukan antisipasinya.
    Maaf kelihatannya hanya masalah material hardware saja yg rame di publish di blog ini, pada hal masalah Electronic Warfare atau perang elektronik tidak kalah serunya dengan perang antar material hardware.
    Apalagi dg perang "Nubika" ( Nuklir, Biologi dan Kimia ) dimana kita sudah merasakan dan mengalami peristiwa suspect flu burung misalnya, atau jaman sekolah saya dulu ada serangan ulat Grayak dan Tikus yg dlm relative cepat dpt menyebar di seluruh bagian selatan Jatim dan Jateng.

    BalasHapus