Kamis, Januari 31, 2013
8
JAKARTA-(IDB) : Radar-radar pemantau keamanan laut Indonesia belum teritegrasi penuh. Hal ini mengakibatkan tingginya potensi pelanggaran hukum di laut maupun pelanggaran kedaulatan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto yang juga Ketua Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) mengatakan, stakeholder Bakorkamla telah memiliki radar untuk memantau aktivitas pelayaran di laut.

"Tapi belum sepenuhnya terintegrasi baik,"kata Djoko Suyanto usai rapat pleno Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) di Jakarta, Rabu (30/1).

Idealnya, radar-radar itu terintegrasi sehingga data yang dihasilkan bisa diakses dalam satu pusat data yang berada di Bakorkamla. Saat ini baru beberapa informasi keamanan laut yang terintegrasi di pusat pengendali operasi Bakorkamla. Misalnya, dari TNI AL, KKP, Kemenhub, dan BMKG. "Idealnya semua. Kami lakukan bertahap karena Bakorkamla usianya juga baru 5 tahun,"ujarnya.

Integrasi yang sudah ada saat ini belum bisa mengcover seluruh wilayah perairan, mengingat wilayah perairan Indonesia yang begitu luas. Namun Djoko optimis dalam waktu dua tahun koordinasi keamanan laut sudah dapat terintegrasi dalam rangka terwujudnya keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum dalam wilayah perairan Indonesia secara terpadu.

"Mereka (institusi yang memiliki kewenangan penanganan keamanan di laut) berpedoman pada undang-undang sendiri. Padahal yang kita amankan keamanan laut, inilah yang kita sinergikan,"katanya.

Saat ini teknologi untuk keamanan laut yang telah dioperasikan Bakorkamla antara lain, GMDSS/Pusat pemantauan marabahaya di laut, AIS SAT (automatic identification system satelite), RCS (Radar coastal surveillance) sampai jarak sekitar 105 NM (Bae System Sea Guard Coastal Radar Surveillance Sensor), kamera survailance berdaya jangkau sekitar 20 KM (LRC/long range camera). Bakorkamla juga mengintegrasikan AIS dan LRC seluruh RCC (regional coordinating centre/MRCC (maritime RCC) yang dimiliki.





Sumber : Jurnas 

8 komentar:

  1. DVD Bokep Paling Murah cuma di

    dvdbokepmurah.blogspot.com

    BalasHapus
  2. AWAS PENIPUAN bermotif jual DVD bokep!

    BalasHapus
  3. Kalau realease MenkoPolhukam bahwa radar Indonesia blm terintegrasi, berarti Indonesia sangat lemah di bidang informasi atau "Early Warning"-nya berarti kita blm mengetrapkan C4I yang sudah dikembangkan sejak 1980-an setelah sistim C3I di tinggalkan.
    Dengan beragamnya jenis radar yg terpasang di Indonesia, pasti untuk sistim integrasinya akan mengalami kendala sendiri, kecuali kalau masing-masing pembuat sistim memberikan "source-code"-nya dan yg jelas itu tdk dimungkinkan. Jadikan itu pelajaran untuk pengadaan yang akan datang,bagaimana pengadaan Radar baru harus dapat di integrasikan dg Radar yg sudah terpasang terlebih dahulu.
    Dari aspek pemanfaatan teknologi Radarpun kayaknya juga blm terintegrasi, belum satu Komando, masing-masing masih "Ego-Sektoral".
    Beginilah nasib negeriku tersayang, pengadaan material sedemikian strategis masih dipermainkan oleh pedagang yg akhirnya radar kita bak "Jajan- Pasar" ada cenil, ada gethuk, ada gronthol, samplok., walau semuanya ueenak dimakan bareng, alias bikin kuenyang yg beli.

    BalasHapus
  4. om beloreos ahli'a jajan pasar ya hihihi...tp ya bgtulah negriku, msg2 dpartemen mrasa paling hbat, paling bisa & paling peduli mnjaga NKRI.

    BalasHapus
  5. Di pihak lain LIPI juga sudah berhasil memproduksi radar pemantau pantai dengan radius 64 km dengan biaya sekitar 5 milyar rupiah. Jadi kalau pemerintah kita benar- benar pintar mari kita coba hitung-hitungan. Kalau TNI AU masih membutuhkan 15 unit radar, kalau masih impor dengan harga sekitar 15 milyar rupiah saja berarti diperlukan 225 milyar rupiah, sementara kalau kita pakai radar lokal mungkin yang dibutuhkan hanya sebesar 75 milyar rupiah saja. Tinggal hitung saja, kalau LIPI memberi data bahwa total kebutuhan radar di Indonesia adalah sebesar 800 - 900 radar, sudah berapa rupiah yang bisa dihemat dengan menggunakan radar lokal ini. Belum lagi berapa orang teknisi dan insinyur yang bisa diserap untuk memproduksi radar ini secara lokal. Terus terang, sebagai sesama insinyur saya berdoa supaya kita lebih menggunakan radar lokal ketimbang radar impor. Itung- itung pemerintah akan lebih berkah dengan memberi makan insinyur lokal kita sendiri ketimbang memberi makan insinyur dari negara asing dan makelar-makelar lokal yang hanya bisa jadi perantara saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yth mas Anonim, desgin radar yg dibuat LIPI sebenarnya juga dibuat oleh satu perusahaan nasional di Jkt. Keduanya mendapat semacam lisensi dari Universitas teknologi di Delft Belanda. Pada pameran pertama di gedung bundar LIPI Jl. gatot Soebroto, dalam paparannya, LIPI oleh pembicara waktu hanya diperbolehkan untuk riset saja, sedangkan untuk pengembangannya tidak. Sedangkan yg satu lagi boleh diproduksi massal dengan catatan apabila di manfaatkan untuk keperluan militer akan diberi sangsi, nggak tahu sangsinya apa. Namun kalau radar untuk keperluan prediksi cuaca diperbolehkan di produksi massal. Jadi demikian sulitnya kita mendapatkan teknologi tinggi semacam itu, nah disini jangan dianggap bahwa persoalan ToT itu mudah, tidak! Oleh karenanya, banyak ilmuwan kita yg berhasil mendapatkan ilmu teknologi tinggi itu dapat di bawa pulang, misalnya ahli radar asli Semarang yg sekarang ada di Jerman dan sdg mengerjakan pesanan dari perusahaan besar untuk dapat mengoreksi sistim radar yg akan di jual untuk keperluan militer. Jangan sampai SDM kita yg ngetop spt saya saksikan DR lulusan Australia di bidang Laser, mosok kerjaannya membuat jamur botol, opo tumon.........nah yg dapat membawa pulang ya tentu pemimpin yg mempunyai rasa Nasionalisme tinggi. Mkalau soal biaya riset, oh sebenarnya pemerintah dpt me-anggarkan dg baik, cuma bagaimana dg para broker, dan MNC ( multi nasional corp) tentu mereka tidak rela Indonesia self support di bidang industri militer atau industri yg kandungannya ada teknologi tingginya.
      Lha wong jelas dan nyata bahwa Propelan dpt diproduksi dg teknologi dewek, bahan bakunya ratusan tahun tersedia di bumi pertiwi, sudah di uji coba, dapat sertifikat international penemuannya, toh, nyatanya ...........mungkin ada kepentingan yang baku sehingga propelant tersebut tidak di perhatikan untuk didukung pengembangannya. Tapi gpp memang jamannya harus demikian dulu masih seneng jajan walau sudah ada komitment dari petingginya tapi persoalan kepentingan kan harus didahulukan, toh belum tentu ada perang dan kalau nanti say pensioon ya kpd yunior kitalah yg secara estafet meneruskan kalau rusak atau obsolute suku cadangnya, yaaaa.... Gampang...... Beli maning, yang nawarin banyak dan bisa hutang kalau belum punya duit kalau bisa tunai bagus, sing penting khan susuke alias komisinya. Damm

      Hapus
  6. Indon otak bokep indon promosi bokep pantaslah di negeri kami orang indon budak seks di negeri kami memanglah indon tak punya otaklah ha...he...ha... Indon... Indo... Mau bokep datanglah ke indon

    BalasHapus
  7. brantas bokeeeeppppp. . . .

    BalasHapus