Kamis, November 01, 2012
7
JAKARTA-(IDB) : Meski pihak pemerintah dan Senat Amerika Serikat (AS) telah memberi lampu hijau bagi Indonesia membeli helikopter serbu Apache, TNI AD memutuskan belum dapat merealisasikan pembelian Apache pada tahun depan. Sebab, terganjal persoalan anggaran yang belum cukup.

"Dalam masa persidangan kemarin, hal ini sudah dibicarakan di Komisi I. TNI AD meminta pembelian Apache dari AS agar ditunda dulu sampai dengan anggarannya cukup. Jadi, kemungkinan pembicaraan pembelian Apache akan kembali dibuka paling cepat untuk pengadaan di 2014," kata anggota Komisi I DPR Hayono Isman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/11).

Tambah Hayono, Komisi I menyetujui adanya permintaan penundaan pembelian Apache dari AS tersebut mengingat yang berkepentingan dalam hal ini user-nya sendiri (TNI AD).

Hayono mengatakan, ihwal penundaan pembelian Apache ini, karena pihak TNI AD meminta agar anggaran pengadaan heli serbu itu di luar anggaran reguler pada pagu anggaran di APBN 2013. "Mereka (TNI AD) mengakui harga Apache meski second tetap mahal. Karenanya jika Apache itu dibeli dengan menggunakan anggaran reguler TNI AD di APBN, dikhawatirkan akan mengganggu program yang sudah ada. Karenaya mereka meminta alokasi anggarannya lewat on top. Karena anggarannya belum terlihat jelas, akhirnya TNI AD memutuskan untuk menunda saja pembelian Apache di 2013 tersebut," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Hayono menjelaskan, Senat AS telah memberi dukungan bagi rencana Pemerintah Indonesia membeli heli serbu Apache tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan Senator AS Richard G Lugar yang melakukan kunjungan ke Komisi I DPR pada Rabu (31/10).

Hayono mengatakan, dari kunjungan Richard G Lugar kemarin itu terungkap, sudah ada congressional notice kepada Pemerintah AS yang berisi pemberitahuan tidak ada penolakan terhadap penjualan heli Apache ke Indonesia.

Seperti diketahui, AS berencana menjual sejumlah heli Apache ke RI. Rencana penjualan itu dikemukakan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, kepada Menlu RI Marty Natalegawa saat bertemu di Washington DC pada 20 September silam.

Apache yang ditawarkan AS ini adalah seri AH-64D Longbow. Jenis yang diproduksi Boeing ini merupakan helikopter andalan Angkatan Darat AS untuk operasi tempur terbatas. Tipe ini menggantikan helikopter AH-1 Cobra. Angkatan Darat AS sendiri sudah menggunakan Apache sejak Maret 1997. Dibanding seri pendahulunya, AH-64D Longbow ini memiliki sejumlah kelebihan dalam konektivitas digital, sensor, sistem persenjataan, peralatan pelatihan, dan sistem dukungan pemeliharaan.





Sumber : Jurnamen

7 komentar:

  1. Pertimbangkan pembelian alutsita dari usa..

    BalasHapus
  2. Andaikan....
    jumlahnya gak 8 biji.....
    yah minimal sama kaya india lah 24 biji... dan komplet
    gue setuju banged...
    biar dah setaon kedepan TNI AD ga belanja alutsista lgi juga ga papah.....

    BalasHapus
  3. ksh hutang lol...biar komplit

    BalasHapus
  4. moga2 harganya msh bisa dinego biar TNI AD tak perlu tunggu lama tuk dapat apache.

    BalasHapus
  5. Maaf ya para komentator, kalian kok rata-rata logikanya sama seperti para Jendral itu seperti mengunakan logika "main Game perang-perangan". Percuma beli banyak-banyak, kecuali beli dengan TOT atau produksi bersama. Intesifkan pengembangan teknologi rudal dan sisihkan sebagian anggaran buat beli Apache dan sejenisnya (yang sangat mahal) itu untuk pengembangan di PTDI; supaya PT DI dapat mewujudkan pesawat rancanganya sendiri. Kalau "terpaksa" beli 2 saja untuk dipelajari kelemahannya; pada saat yang sama kembangkan teknologi rudal yang bisa digunakan untuk menghantam Apache dan peswat lain sejenisnya. Jadi andaikan Malaysia menyerang perbatasan dengan Apache, maka rudal kita (mungkin pengembangan dari RHan 122) bisa "emlulu-lantahkan" Apache penyerang. Bandingkan harga 50 rudal RHan (yang diperbaiki kemampuannya) dengan 1 helikopter Apache; pasti masih jauh lebih tinggi biaya/harga 1 Apache. Oleh karena itu dana yang ada alokasikan untuk pengembangan rudal sehingga dengan menembakkan 50 rudal itu maka salah satu akan "emlumatkan" Apache. Kan sudah sering kita dengar keluhan saudara-saudara kita para ahli itu, yaitu adalah dukungan dana yang sangat minim. Jadi kalkulasinya: dana 1 Apache dialokasikan untuk mendukung riset dan pengembangan rudal yang meluluh-lantahkan Apache dan 1 Helokopter serang buatan PTDI. Ingat uang itu uang rakyat; jangan digunakan untuk jaga gensi Jendral TNI-AD dan memuaskan pengamat yang punya asumsi "war game"

    BalasHapus
  6. Maaf ya para komentator, kalian kok rata-rata logikanya sama seperti para Jendral itu seperti mengunakan logika "main Game perang-perangan". Percuma beli banyak-banyak, kecuali beli dengan TOT atau produksi bersama. Intesifkan pengembangan teknologi rudal dan sisihkan sebagian anggaran buat beli Apache dan sejenisnya (yang sangat mahal) itu untuk pengembangan di PTDI; supaya PT DI dapat mewujudkan pesawat rancanganya sendiri. Kalau "terpaksa" beli 2 saja untuk dipelajari kelemahannya; pada saat yang sama kembangkan teknologi rudal yang bisa digunakan untuk menghantam Apache dan peswat lain sejenisnya. Jadi andaikan Malaysia menyerang perbatasan dengan Apache, maka rudal kita (mungkin pengembangan dari RHan 122) bisa "emlulu-lantahkan" Apache penyerang. Bandingkan harga 50 rudal RHan (yang diperbaiki kemampuannya) dengan 1 helikopter Apache; pasti masih jauh lebih tinggi biaya/harga 1 Apache. Oleh karena itu dana yang ada alokasikan untuk pengembangan rudal sehingga dengan menembakkan 50 rudal itu maka salah satu akan "melumatkan" Apache. Kan sudah sering kita dengar keluhan saudara-saudara kita para ahli itu, yaitu adalah dukungan dana yang sangat minim. Jadi kalkulasinya: dana 8 Apache dialokasikan untuk mendukung riset dan pengembangan rudal yang meluluh-lantahkan Apache dan sebagian untuk riset sampai produksi Helokopter serang buatan PTDI, yang dibeli 2 unit Apache saja. Ingat uang itu uang rakyat; jangan digunakan untuk jaga gensi Jendral TNI-AD dan memuaskan pengamat yang punya asumsi "war game"

    BalasHapus