Kamis, Agustus 09, 2012
1
JAKARTA-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menggelar rapat koordinasi (rakor). Kali ini di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur untuk membahas persoalan ketahanan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kekuatan TNI masih jauh dari standard.

"Kekuatan TNI sekarang ini, terus terang masih jauh di bawah, yang disebut minimum essensial force," katanya saat membuka rakor, Kamis (9/8).

Ia mengatakan Indonesia sudah lama tidak memodernisasi dan menambah alutsista. Bukan hanya pada saat Indonesia mengalami krisis, sebelumnya pun Indonesia tidak menambah alutsista dalam jumlah yang besar.

Padahal, sekarang ini tugas TNI bukan hanya mencakup pertahanan yang disebut operasi militer untuk perang, tetapi juga banyak melaksanakan tugas-tugas operasi militer lain selain perang. Misalnya penanganan bencana, tugas memelihara perdamaian, bahkan dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, saat ini pemerintah sudah bisa berupaya memenuhi dan memodernisasi alutsista. Tak lain karena ekonomi Indonesia sudah memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

"Yang lebih penting lagi, kita bisa meningkatkan pembangunan kekuatan dan modernisasi alutsista ini karena ekonomi kita tumbuh baik. Anggaran negara agak lebih kuat dan porsi dari anggaran itu, yang tepat kita lakukan untuk membangun TNI kita," katanya.

Ia pun meminta agar sektor pertahanan bisa menggunakan anggaran yang besar itu dengan sebaik-baiknya. "Bukan hanya khas Indonesia, di negara manapun, anggaran pertahanan, defence budget relatif besar. Oleh karena itu, saya meminta agar anggaran ini dikelola dengan baik," katanya.

Kemenhan Akui Alutsista Indonesia Lemah

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengakui bahwa keberadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia masih rendah dan lemah. Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berkunjung ke Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (9/8).

Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik) Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin, menjelaskan hal tersebut terjadi, karena Indonesia sebelum tahun 2010 belum mulai membangun alutsita.  Menurut dia, baru pada rencana strategis (renstra) 2010-2014, Indonesia melalui Kementerian Pertahanan mulai membangun dan memodernisasi alutsita.

"Memang masih lemah karena belum mulai membangun. Tapi sejak 2010 kita sudah mulai membangun," ungkap Hartind, Kamis (9/8). Tak main-main, dalam penganggaran yang dilakukan, pelaksanaan pembangunan sistem persenjataan itu menelan biaya yang tidak sedikit, yakni berjumlah Rp 156 triliun.

Hingga saat ini, ungkap Hartind, belum banyak alutsita yang sudah bisa ditunjukkan ke masyarakat. Tapi memasuki akhir 2012, sejumlah alutsita sudah mulai berdatangan, seperti pesawat militer CN-295. Pesawat yang dibeli dari Airbus Military itu menelan anggaran sebesar 325 juta US Dolar.

Nantinya, pesawat yang dalam kontraknya juga mencakup penyediaan suku cadang dan pelatihan itu akan dioperasikan oleh TNI AUA untuk kepentingan militer, logistik, kemanusiaan, maupun misi evakuasi medis. "2013 ada F-16. Kapal selam kita baru masuk 2015," ungkap Hartind.


Sumber : Republika

1 komentar:

  1. MEF....yang huruf 'M' bisa 'minimum' bisa juga 'maximum'. Rakyat dukung pemerintah dan TNI untuk mencapai M(maximum)EF.

    BalasHapus