Selasa, Januari 17, 2012
0
TEHRAN-(IDB) : Kekhawatiran Washington atas pembalasan Tehran terkait kematian ahli nuklirnya baru-baru membuktikan kegagalan AS dalam menaklukkan Iran. Di tengah kondisi terdesak saat ini, Gedung Putih membiarkan Tel Aviv sendirian dengan ambisi haus perangnya yang meledak-ledak tanpa kontrol. Imbasnya, kedua negara sekutu itu membatalkan manuver militer bersama yang rencananya digelar bulan Januari ini.

Meski belum diketahui secara detil seberapa besar tensi ketegangan antara Washington dan Tel Aviv  yang terjadi saat ini terkait masalah Iran, namun yang jelas AS tidak bersedia mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendanai petualangan berbahaya Israel yang gila perang itu. Tentu saja, Gedung Putih menolak mengorbankan kepentingan nasional AS yang saat ini dilanda krisis ekonomi yang semakin akut.


Indikasi friksi antara AS dan Israel terbaca dari sikap berlepas diri Washington atas teror Mostafa Ahmadi Roshan, Deputi Ekonomi Instalasi Nuklir Natanz. Obama terang-terangan mengelak dari keterlibatan teror berdarah itu. Sebelumnya, Washington juga bersikap dingin menyikapi aksi teror terhadap ilmuwan nuklir Iran. Namun aksi pembalasan yang dikemukakan Tehran terhadap para pelaku aksi teror itu memicu kekhawatiran Gedung Putih melebihi sebelumnya. Kekhawatiran itu semakin memuncak dengan menguatnya ancaman penutupan Selat Hormuz. Dan Iran menggelar manuver militer baru-baru ini untuk membuktikan keseriusan ancamannya itu.


Admiral Jonathan W. Greenert, Panglima Angkatan Laut AS mengatakan, "Jika saya ditanya mengapa tidak bisa tidur di malam hari, saya akan jawab karena Selat Hormuz dan aktivitas di Teluk Persia." Berbagai pernyataan para pejabat teras AS hanyalah cara Washington untuk menghindar dari kemungkinan dampak buruk pembalasan Iran.


Sehari sebelum majalah Times mengarahkan telunjuknya terhadap agen-agen Mossad sebagai pelaku teror ilmuwan Iran, majalah Foreign Policy menulis sebuah laporan berjudul " Bendera Kebohongan" yang menegaskan sikap berlepas diri Dinas Intelejen AS (CIA) atas serangan teror tehadap ilmuwan Iran.


Foreign Policy menulis, "Pada periode pemerintahan Presiden George W Bush, agen Mossad dengan mengusung bendera kebohongan atas nama CIA mengorganisir aksi teror Jundullah untuk melakukan operasi spionase dan teror di Iran pada tahun 2007-2008."


Berdasarkan laporan tersebut, mata-mata Mossad yang mengatasnamakan agen CIA mengadakan pertemuan dengan milisi Jundullah yang biasanya dilakukan di kota London dan sekitarnya. Majalah terkemuka AS itu mengungkapkan bahwa agen Mossad menggunakan paspor AS dan mata uang negeri Paman Sam itu.


Salah seorang pejabat intelejen AS kepada Foreign Policy mengungkapkan rasa herannya atas sepak terjang Israel yang melakukan tindakan apapun demi mewujudkan ambisinya. Seorang pejabat CIA mengakui bahwa AS menggandeng Israel untuk mengorek informasi rahasia dari Iran, namun Washington tidak terlibat dalam berbagai operasi teror terhadap militer dan warga sipil Iran.


Sehari setelah terbitnya laporan Foreign Policy itu, majalah Times mengutip sumber intelejen Barat secara terang-terangan menyebut agen Mossad sebagai pelaku aksi teror terhadap ilmuwan Iran. Times menegaskan bahwa teror yang sama juga dilakukan Mossad terhadap Ahmadi Roshan.


Selain Times, kantor berita CNN mengutip statemen Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton memberitakan ketidakterlibatan AS dalam aksi teror terhadap ilmuwan Iran baru-baru ini. Tidak hanya itu, Menteri Pertahanan kepada wartawan mengelak atas keterlibatan AS dalam teror Mostafa Ahmadi Roshan.


Reuters melaporkan sikap gembira para pejabat teras militer Israel atas tewasnya ilmuwan nuklir Iran baru-baru ini. Juru Bicara Militer Israel, Yoav Mordechai di laman resmi facebooknya mengatakan, "Saya tidak tahu siapa pelaku teror ilmuwan Iran, tapi saya pasti tidak akan menumpahkan air mata."


Reuters melaporkan ledakan teror bom yang menewaskan Ahmadi Roshan terjadi sehari setelah kepala staf Israel mengatakan bahwa 2012 akan menjadi  tahun kritis bagi Iran.


"2012 akan menjadi tahun kritis berkaitan dengan kelanjutan proyek nuklir Iran, perubahan internal dalam kepemimpinan Tehran, tekanan masyarakat internasional dan berbagai hal-hal yang menimpa mereka dengan cara yang tidak wajar," kata Letnan Jenderal Benny Gantz kepada anggota parlemen dalam sambutan yang disampaikan oleh juru bicaranya.


Tampaknya aksi teror terbaru terhadap ilmuwan nuklir Iran memicu ketegangan anyar antara Tel Aviv dan Washington. Martin Indyk, Mantan Duta Besar untuk Israel dalam sebuah konferensi di Baitul Maqdis mengakui adanya friksi antara Israel dan AS mengenai masalah nuklir Iran. Pemicunya, tutur Indyk, karena AS tidak menghendaki Iran menguasai senjata nuklir, sedangkan Israel sejak awal menentang keras Iran menguasai energi nuklir damai.


Direktur kebijakan Luar Negeri The Brookings Institution itu menegaskan bahwa Washington tidak menghendaki Israel menyerang instalasi nuklir Iran. Pejabat teras AS dari Presiden Obama hingga menteri pertahanan Leon Panetta mengirimkan pesan terhadap Israel mengenai bahaya besar yang akan mengancam, jika Israel benar-benar menyerang instalasi nuklir Iran. Buntut sikap mbalelo Israel terhadap peringatan Washington menyebabkan AS membatalkan manuver militer bersama kedua negara sekutu itu.


Haaretz mengutip pejabat militer Israel melaporkan bahwa penangguhan latihan perang itu dilakukan menyusul desakan AS untuk tidak meningkatkan suhu ketegangan yang terus memuncak dengan Iran, terutama setelah Tel Aviv semakin serius mewujudkan ambisinya menyerang instalasi nuklir Iran. Koran Israel itu menyatakan manuver militer bersama antara Washington dan Tel Aviv akan digelar musim semi ini, namun segera dibatalkan dengan alasan tingginya dana yang harus digelontorkan untuk membiayai latihan peran tersebut.


Haaretz mengakui bahwa manuver militer angkatan bersenjata Iran "Velayat 90" sebagai pemicu utama dibatalkan latihan perang bersama Israel-Amerika yang disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam kerjasama militer kedua mitra dekat itu.

Sumber : Irib

0 komentar:

Posting Komentar