Senin, November 21, 2011
0
JAKARTA-(IDB) : Wakil Presiden Boediono mengingatkan, revitalisasi industri di bidang pertahanan jangan sampai terperangkap dan terjerumus dalam proses serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN.

”Jika ada KKN, apa pun yang dilakukan dalam programnya pasti akan gagal,” kata Wapres Boediono saat memberikan pembekalan di hadapan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (19/8).

Menurut Wapres, jika hal itu terjadi, program apa pun yang akan dilakukan pasti tidak akan berjalan sehingga yang akan menjadi korban adalah rakyat.

Dalam acara itu hadir Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan Gubernur Lemhannas Muladi serta 100 peserta PPRA yang berasal dari sejumlah kalangan dan negara.

Di industri pertahanan negara maju, tambah Wapres, saat ini dikenal dengan fenomena atau sindrom military-industrial complex atau semacam persekongkolan kepentingan militer dan industri. ”Jadi, apa pun harus bersih dari KKN. Jangan sampai kita masuk dalam situasi dan fenomena persekongkolan kepentingan militer dan industri tersebut,” ujarnya.

Boediono menambahkan, dalam industri pertahanan, yang harus disiapkan dan dijalankan adalah memperkuat industri pertahanan, menyeleksi alat pertahanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta harus menyesuaikan diri dengan program soft power atau ideologi dan visi bangsa serta program hard power, seperti teknologi dan industri.

”Catatan saya agar revitalisasi industri pertahanan juga berupaya untuk mewujudkan satu mata rantai dalam mendukung industri pertahanan secara sistematis,” kata Wapres.

Korvet

Dalam pertemuan di Istana Wapres itu juga dilakukan tanya-jawab peserta PPRA dengan Wapres dan Menko Polhukam.

Menjawab pertanyaan peserta PPRA XLIV mengenai nasib program nasional korvet untuk TNI, yaitu pengadaan empat buah korvet—dua akan dibangun di Belanda dan dua lainnya akan dibangun di PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia—Djoko Suyanto mengaku, program itu berhenti di tengah jalan karena ketidaksiapan BUMN strategis dan bukan dari pihak luar.

”Pada waktu sekitar enam tahun lalu, selain soal dana, manajemennya mungkin kebetulan juga kurang baik di PAL, Pindad, dan Dirgantara Indonesia karena situasi saat itu tengah dilanda krisis,” katanya.

Namun, lanjut Djoko, dengan kebijakan baru satu atau dua tahun terakhir ini, program nasional korvet diharapkan bisa berlanjut mengingat kebijakan pendanaan ditetapkan dalam jangka panjang dengan dukungan perbankan nasional. ”Saya kira prosesnya akan terus dilanjutkan. Tidak hanya di PAL, Pindad, tetapi juga di Dirgantara Indonesia. Bahkan, bukan cuma korvet, melainkan juga pesawat dan senjata lainnya,” kata Djoko. 

Sumber : Kompas

0 komentar:

Posting Komentar