ANKARA-(IDB) : Walau sudah terbukti tak ampuh lagi dan banyak mendapat penentangan, namun sampai kini AS masih saja getol membujuk negara-negara lain untuk menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Kali ini, sasaran bujukan Washington adalah Turki. Negeri tetangga Iran itu sangat diwanti-wanti Gedung Putih untuk tak lagi memperluas hubungan ekonominya dengan Tehran.
David Cohen, deputi menteri keuangan AS urusan pemberantasan terorisme dalam konferensi pers di sela-sela lawatannya ke Ankara, kemarin (Rabu, 27/4) menegaskan bahwa pihaknya telah meminta pemerintah Turki untuk menghindari perluasan hubungan perdagangan dengan Iran. Sembari mengulang kembali tudingan lawas Washington soal ancaman nuklir Iran, Cohen mendesak kalangan perbankan Turki untuk mendukung upaya AS mengucilkan perbankan Iran.
Tentu saja gertakan AS kali ini tak lebih dari sekedar perang urat syaraf dan lempar isu. Sudah sejak lama Washington meyakini bahwa pemberlakuan sanksi bisa menghambat kemajuan dan mematahkan tekad bangsa Iran. Padahal realitas yang ada malah berbicara lain. Keyakinan Washington tersebut justru menjadi senjata makan tuan dan merugikan dirinya sendiri.
Di sisi lain, kehadiran Turki sebagai salah satu mitra dagang utama Iran, membuat AS semakin gusar. Apalagi hubungan dua negara tetangga sama-sama muslim itu semakin mesra saja belakangan ini. Tak aneh jika Washington sangat rajin merayu Ankara supaya menyokong kebijakan sanksi anti-Iran. Namun apa daya, Turki justru menargetkan untuk meningkatkan nilai ekspor ke Iran hingga 300 persen dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Karuan saja, para petinggi Gedung Putih pun semakin panas telinganya mendengar ancang-ancang Turki tersebut.
Di kancah regional, Iran dan Turki merupakan dua mata rantai penting distribusi energi di kawasan. Keduanya juga menjalin hubungan kemitraan ekonomi yang cukup solid. Bahkan belakangan ini, Tehran dan Ankara sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan kedua negara hingga 30 miliar dolar selama lima tahun mendatang.
Manuver Iran yang begitu gesit dalam memperluas hubungan regional dan internasionalnya, menjadikan negara ini semakin diperhitungkan dan memainkan andil yang sangat penting di kawasan. Karena itu, wajar saja jika kebijakan sanksi anti-Iran yang dipromosikan AS sekarang ini seperti harimau yang kehilangan taring. Sambutan luas negara-negara dunia terhadap Pameran Internasional Minyak, Gas, Pengilangan dan Petrokimia Iran di Tehran baru-baru ini merupakan indikator nyata bahwa di era globalisasi, sanksi tak lagi relevan. Lebih dari 600 perusahaan dari 40 negara terkemuka di industri migas dan petrokimia seakan tak ambil peduli dengan ancaman sanksi AS dan tetap melenggang mengikuti pameran tersebut.
Singkat kata, sanksi anti-Iran yang dikampanyekan AS sejatinya bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional. Pemberlakuan kebijakan yang sarat tendensi politik seperti itu hanya akan mengganggu roda perekonomian dunia. Karena itu, tak heran jika banyak negara termasuk sekutu AS sendiri seperti Uni Eropa lebih memilih untuk memperluas hubungan ekonomi dengan Iran ketimbang mengekor pada Washington yang justru merugikan.
Sumber: Irib
0 komentar:
Posting Komentar