“TRUE STORY”
Jilid 9
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis
yang saya punya dan berdasarkan pengalaman saya sendiri, Khusus untuk
Jilid ini saya ingin mencoba menggambarkan pengadaan alutsista kita yang
dari Rusia pengadaan tahun 2004 s/d 2009 yang lalu dan Archipelagic
Warfare, sebagai sedikit gambaran untuk Warjagers semua. Dan enggak lupa
dengan munculnya tulisan ini berarti “True Story” dengan ini saya
nyataken TAMAT !, hahahaha… (mohon maaf buat Warjagers soale kesibukan
saya makin bertambah ke depannya).
Hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet secara resmi sudah terjalin
sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno dan pimpinan tertinggi Uni
Soviet pada masa itu, Nikita Khrushchev. Dinamika hubungan kerjasama
terus berlanjut, Uni Soviet menganggap Indonesia sebagai sekutu yang
signifikan di Asia- Pasifik. Rusia mulai bangkit sebagai negara penerus
Uni Soviet di bawah pimpinan Mikhail Gorbachev. Pada Saat Indonesia
diembargo oleh kongres Amerika Serikat dalam pembelian senjata, dan
hubungan kerjasama Indonesia-Rusia kembali terjalin seiring dengan
bangkit kembali Federasi Rusia.
Hubungan kerjasama Indonesia dengan Rusia terjalin diberbagai bidang, seperti dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, olahraga, dan pertahanan militer. Dalam bidang pertahanan militer, Rusia memberikan dukungan penuh terhadap Indonesia. Pada saat operasi pembebasan Irian Barat, Uni Soviet memberikan dukungan militer bagi Indonesia. Kekuatan Angkatan Laut (AL) meningkat 5 kali lipat, dengan didatangkannya peralatan tempur dari Rusia seperti: kapal penjelajah, Destroyer, kapal selam, termasuk Tank Amphibi PT-76.
Sementara itu Angkatan Udara (AU) memiliki 160 pesawat tempur, diantaranya: pesawat pembom jarak jauh TU-16 KS, MIG 21, MIG-19 dan MIG-17. Dalam bidang pendidikan, kedua kepala negara sepakat untuk mendirikan Universitas Persahabatan Bangsa Bangsa di Moskow, yang kemudian berganti nama menjadi Universitas Patrice Lumumba. Nikita Khruschev juga mengundang mahasiswa Indonesia untuk menuntut ilmu di Uni Soviet dengan beasiswa dari pemerintah Uni Soviet.
Kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia dimulai ketika pemerintah Rusia menawarkan kerjasama pertahanan dengan Indonesia pada tahun 2005. Indonesia dan Rusia sepakat untuk membentuk Komisi Kerjasama Teknik Militer (KKTM). Pembentukan KKTM ditandatangani dalam Sidang Komisi Pertama di Rusia pada tanggal 22 September 2005.
Penentuan dan pelaksanaan kerjasama pertahan militer Indonesia dengan Rusia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sangat dipengaruhi oleh kondisi pertahanan militer negara yang mencakup perkembangan alutsista indonesia saat ini. Walaupun Amerika telah mencabut embargo terhadap Indonesia, hal ini tidak menutup Indonesia tetap melakukan kerjasama pertahanan militer dengan Rusia . Kerjasama pertahanan ini juga bermanfaat bagi Indonesia selanjutnya,karena Indonesia tidak hanya tergantung pada satu negara saja dalam hal pengadaan peralatan teknik militer dan penyediaan persenjataan.
Kerjasama dengan Rusia bukan berarti Indonesia telah mengubah kebijakan luar negeri yang selama ini cenderung ke Barat. Tetapi, menunjukkan bahwa membuka kerjasama dengan Rusia adalah upaya pelurusan kembali praktek kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tidak pernah memusuhi barat dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia menjaga keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan yang besar agar tidak selalu terhambat, baik oleh hambatan politik atau hambatan lainnya. Di mata negara-negara Asia Tenggara, Indonesia disebut sebagai bangsa yang besar. Besar karena luas wilayah darat dan perairannya, besar juga karena jumlah penduduknya.
Jumlah alutsista (alat utama sistem senjata) untuk melakukan pengamanan, tidak sebanding dengan luas wilayah NKRI. Untuk menghadapi situasi dan perkembangan ancaman maupun bentuk perang yang tidak lagi konvensional, penguasaan atas teknologi bagi TNI merupakan suatu keharusan. Tetapi kondisi riil alutsista TNI masih sangat memprihatinkan, karena sebagian besar alat utama sistem pertahanan mereka adalah warisan peralatan tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an.
Sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia terutama setelah hampir empat belas tahun diembargo oleh sejumlah negara produsen khususnya Amerika Serikat menunjukkan kondisi yang sudah tidak layak guna. Sudah seharusnya pemerintah meremajakan secara bertahap semua alat utama sistem senjata (alutsista) tidak layak pakai yang dapat membahayakan keselamatan prajurit. Hanya 40-50% kesiapan operasional minimum sistem persenjataan TNI saat ini diseluruh matra angkatan, persentase tersebut jauh di bawah persentase kesiapan minimal operasional TNI.
Dapat dikatakan separuh kekuatan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI tidak sanggup beroperasi maksimal. Penyebabnya, baik karena faktor usia peralatan maupun terbatasnya pengadaan komponen dan suku cadang. Alutsista yang dipakai TNI AL dan AU sampai sekarang 70 persen buatan Amerika Serikat. Kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi anggaran yang ada mengharuskan Indonesia melakukan kerja sama teknologi alat-alat militer dengan negera-negara yang memiliki kemampuan teknologi kemiliteran yang jauh lebih maju daripada Indonesia.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009), merupakan saat yang cukup bagus untuk melanjutkan kembali kerjasama strategis dengan Rusia yang dulu lebih dikenal dengan nama Uni Soviet. Dalam perkembangan politik luar negeri Indonesia saat ini, penting untuk memperluas mitra strategis di seluruh dunia. Rusia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi besar, diantara potensi itu adalah di bidang kerjasama pertahanan militer dan keamanan.
Kerjasama strategis Indonesia-Rusia di bidang militer dan keamanan bisa menjadi “pintu pembuka” untuk terjalinnya suatu kemitraan strategis di bidang lain di luar bidang politik dan militer. Seperti Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Secara geografis, Indonesia sangat luas, mencakup ribuan pulau dari Sumatera sampai Papua, yang menjelaskan bahwa Indonesia membutuhkan tentara modern yang kuat untuk menjamin keamanan nasional.
Pada pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Vladimir Putin pada tanggal 29 November 2006 di Rusia, disepakati bentuk kerjasama di bidang militer, politik, dan ekonomi. Di bidang ekonomi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendorong investasi Rusia agar masuk ke Indonesia, karena Volume perdagangan kedua belah pihak pada tahun 2005 dengan perkiraan pendahuluan mencapai 680 juta Dollar AS, angka tersebut melebihi 42% hasil tahun 2004 (480 juta dolar AS).
Indonesia memiliki kepentingan untuk membuka kerjasama soal energi nuklir, untuk mengatasi krisis energi yang masih terus terjadi di dalam negeri. Sedangkan di sisi lain, Rusia mempunyai kepentingan untuk mengimbangi dominasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di Indonesia terutama sektor pertambangan yang sudah meraih keuntungan sangat besar. Sedangkan di bidang militer disepakati mengenai implementasi kerjasama militer 2006-2010.
Pemerintah Indonesia dan Rusia menandatangani tujuh nota kesepahaman di bidang pertahanan, politik, ekonomi dan hukum. Ketujuh nota kesepahaman yang ditandangani yaitu, kerjasama eksplorasi luar angkasa untuk maksud damai, kerjasama penggunaan energi atom untuk maksud damai, kerjasama antar kejaksaan agung, perlindungan intelektual dalam kerjasama teknik militer. Selain itu ditandatangi juga nota kesepahaman dalam bantuan implementasi militer Rusia-Indonesia 2006-2010, pembebasan visa kunjungan singkat untuk dan kepentingan dinas dan diplomatik, dan kerjasama bidang pariwisata. Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Vladimir Putin di ruang Malachite Fuyet, Istana Kepresidenan Rusia.
Pada tanggal 6 September 2007, Presiden Putin mengadakan kunjungan resmi ke Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan balasan terhadap kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Desember 2006, dan merupakan kunjungan pertama dari Presiden Rusia sejak tahun 1991. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Putin ingin mengkaji ulang hubungan kerjasama yang telah terjalin sejak tahun 2003, terutama di bidang militer dan ekonomi perdagangan. Kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Indonesia menyaksikan penandatanganan Memorandum of Understanding dan Perjanjian Kerjasama, di Istana negara.
Terdapat 8 MoU dan perjanjian kerjasama yang ditandatangani,yaitu:
1. MoU pemerintah RI dan pemerintah Rusia mengenai kerjasama di bidang pembatasan dari dampak negatif pada lingkungan, ditandatangani oleh Meneg LH Rachmat Witoelar dan Head of Rostechnadzor K.B Pulikopsky.
2. MoU antara Kementerian Pemuda dan Olahraga RI dan Agen Federal mengenai Fisik, Budaya, dan Olahraga Federasi Rusia, tentang kerjasama pelatihan fisik dan olahraga, ditandatangani oleh Menneg Pora Adhyaksa Dault dan Head of Rossport V.A. Fetisov.
3. Perjanjian antara pemerintah RI dan pemerintah Rusia dalam promosi dan perlindungan investasi, ditandatangani oleh Ketua BKPM M. Luthfi dan Deputi Menteri Perdagangan dan Pengembangan Ekonomi V.G Savalyev.
4. Perjanjian kerjasama antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan The Accounts Chamber of The Russian Federation, ditandatangani oleh Anwar Nasution dan Ketua Badan Audit Rusia S.V. Stephasin.
5. MoU antara pemerintah RI dan pemerintah Rusia kerjasama melawan terorisme, ditandatangani oleh Dirjen Amerika dan Eropa, Departemen Luar Negeri RI, Eddi Hariadhi, dan Deputy Menteri Departemen Luar Negeri Federasi Rusia A. Losyukov.
6. Kerjasama Pemerintah RI dan Pemerintah Rusia dalam perpanjangan utang negara kepada Pemerintah RI, ditandatangani oleh Dirjen Manajemen Utang Departemen Keuangan RI Rahmat Waluyo dan Deputy Menteri Keuangan Rusia A.A Storchak.
7. Program kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI dan Agen Federal Bidang Kebudayaan dan Sinematografi Federasi Rusia, ditandatangani oleh Sekjen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar dan Duta Besar Rusia untuk RI Alexander Ivanov.
8. Kerjasama teknik antara Departemen Keuangan RI dan Bank Kerjasama Negara untuk Pengembangan dan Ekonomi Luar Negeri (Vnesheconombank) di bidang prosedur teknik dalam hal settlement dan keeping accounts, ditandatangani oleh Dirjen Manajemen Utang Departemen Keuangan RI Rahmat Waluyanto dan Deputi Menteri Keuangan Rusia A.A. Storchak.
Perjanjian internasional di bidang militer pada kurun waktu 2004-2009:
1. Minutes of Meeting Between the Republic of Indonesia and the Russian Federation to Promote Bilateral Cooperation in Defense and Security. (Catatan Pertemuan Antara Republik Indonesia dan FederasiRusia Mengenai Peningkatan Kerjasama Bilateral di BidangPertahanan dan Keamanan) Jakarta, 17 September 2004).
2. Memorandum of Understanding Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Russian Federationon Assistance in Implementation of the Program of the Indonesia Russian Military-Techincal Cooperation for 2006-2010. (Memorandum Saling Pengertian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Bantuan Dalam Rangka Pelaksanaan Program Kerjasama Teknik-Militer Indonesia-Rusia Tahun2006-2010). Moscow, 1 Desember 2006.
3. Agrement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Russian Federation on Mutual Protection of Rights to the Results of Intellectual Activity Applied and Obtained in the Course of Bilateral Military-Technical Cooperation. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Perlindungan Timbal Balik Atas Hak-Hak Hasil Aktifitas Intelektual yang Diterapkan dan Diperoleh Dalam Rangka Kerjasama Bilateral Teknik-Militer.) Moscow, 1 Desember 2006.
Bentuk kerja sama pertahanan yang akan dilakukan dengan Rusia berupa penjualan senjata dan alat pertahanan buatan Rusia kepada Indonesia. Selain itu, juga diusahakan peningkatan kemampuan manajemen perwira dengan bersekolah setingkat Lemhannas di Indonesia atau sebaliknya. Serta peningkatan kemampuan pasukan khusus, misalnya pelatihan spesialisasi pilot pesawat dan spesialisasi awak kapal selam.
Rusia memberikan pinjaman state credit 1 miliar dollar AS bagi pengadaan persenjataan Indonesia untuk masa 2006-2010. Kredit negara ini mempunyai keunggulan berupa efisiensi, karena tidak memakai management fee dan syarat lainnya. Kementerian pertahanan RI menggunakan pinjaman yang diberikan Rusia untuk pengadaan helikopter MI-17-V5 dan Helikopter MI-35P beserta persenjataannya bagi TNI AD untuk kebutuhan helikopter serbu dan transportasi; kapal selam kelas kilo dan kendaraan infanteri tempur BMP-3F untuk TNI AL; TNI AU yang menjadi prioritas, akan melengkapi satu skuadron pesawat tempur Sukhoi, dimana sebelumnya Indonesia telah memiliki 4 Sukhoi. Setelah 4 Sukhoi di persenjatai, maka akan dilanjutkan dengan pengadaan 6 Sukhoi, terdiri dari 3 unit Sukhoi SU-27 dan 3 unit Sukhoi SU-30, serta 6 paket peralatan avionic dan persenjataan Sukhoi TNI AU.
Penawaran State Credit sebesar 1 Milyar Dollar AS dari Pemerintah Rusia memiliki periode selama 5 tahun (2006-2010) yang nantinya diambil dari State Credit yang sudah disepakati Pemerintah Indonesia untuk keseluruhan kebutuhan alutsista TNI sebesar 3,7 Milyar Dollar AS sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Jadi total State Credit sebesar 3,7 Milyar Dollar yang akan diperuntukan untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan alutsista TNI periode tersebut ;
Teknis dari proses pembelian alutsista akan dilaksanakan secara bertahap dari tahun pertahun, sehingga dapat diperkirakan sekitar 250-300 Juta Dollar per tahunnya akan diambil dari State Credit 1 Milyar Dollar AS selama jangka waktu 5 tahun. Untuk pembayaran tahun pertama sekitar 220 Juta Dollar AS, uang mukanya akan dibayarkan Menteri Keuangan sebesar 16,4 Juta Dollar dan dilaksanakan tahun 2007, tergantung pencairan APBN.
Dijelaskan pula, dari sekitar 70 persen total State Credit 1 Milyar Dollar AS tersebut akan dipergunakan untuk pengadaan alutsista, antara lain pesawat tempur Sukhoi, Kapal Selam “KiloClass” dan Helikopter Serbu. Sistem kredit negara antara Indonesia dengan Rusia, dilakukan dengan cara yang sederhana tidak berbelit-belit dan tanpa perantara. Misalnya, Kemenhan ingin membeli sebuah alutsista dari Rusia, setelah mendapat persetujuan dari Kementrian Keuangan (Depkeu), maka Kemenhan RI langsung dengan Dephan Rusia yang memiliki kewenangan untuk menunjuk salah satu perusahaan Rusia yang akan memproduksi alutsista yang dibutuhkan RI, misalnya perusahaan Rosoboroneksport. Sehingga Rosoboroneksport yang akan berhadapan dengan Kemenhan RI. Rosoboroneksport mempunyai instansi pendukung lain dalam hal administrasi, seperti pengkapalan, dan angkutan.
Memanfaatkan pinjaman Rusia untuk memperkuat alat pertahanan di Indonesia memberi keuntungan bagi Indonesia di tengah tengah krisis pendanaan untuk pembaruan maupun pemeliharaan alat pertahanan saat itu, Pembelian persenjataan melalui kredit dari Rusia ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan wilayah. Penambahan persenjataan tempur akan memberikan efek penghambat kepada negara-negara lain yang mencoba mengusik kedaulatan wilayah Indonesia.
Pengadaan alutsista dari Rusia merupakan pilihan rasional saat industri strategis dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan kelengkapan peralatan dan tekonologi militer. Menggunakan produk Amerika Serikat atau Eropa, selain harganya lebih mahal juga selalu ada hambatan politis yang bisa menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Rusia umumnya tidak sulit soal lisensi, izin dan politik. Pembelian alutsista dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, umumnya dirumitkan dengan persyaratan penegakan HAM (dikaitkan masalah Aceh, Poso atau Papua), masalah lisensi, dan prosedur pembelian yang rumit. Pengalaman dengan Inggris misalnya, tank Scorpion dan panser serbu Stromer untuk operasi menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak boleh dipakai di Aceh karena terkait syarat kerjasama hanya untuk pertahanan luar.
Kerjasama pembelian perlengkapan militer dari Rusia dinilai paling menguntungkan. Selain prosesnya tidak rumit, pembelian langsung pada badan yang ditunjuk pemerintah dapat menghemat anggaran 40 persen, karena tanpa melalui pialang. Sistem pembayaran yang diajukan pemerintah Indonesia salah satunya dengan sistem imbal beli alutsista.
Imbal beli alutsista dengan komoditas batubara misalnya, adalah memberikan kesempatan bagi pemerintah dan pengusaha Rusia untuk berinvestasi dalam eksplorasi batubara di Indonesia, bukan menukar komoditas batubara dengan alutsista.
Rusia dalam menjual produk pertahanan militer sama kualitasnya dengan produk yang Rusia sendiri gunakan, tidak ada istilah downgrade. Tidak seperti Amerika Serikat, setiap produk yang dijual, beberapa fitur dikurangi karena takut kalah saing. Rusia juga tidak keberatan dalam hal transfer teknologi dan modifikasi teknologi yang dilakukan oleh Indonesia.
Sebagai contoh pada saat pembelian sukhoi oleh indonesia, pihak rusia lupa menyertakan adaptor pengisian bbm pesawat, akhirnya teknisi Indonesia melakukan sedikit modifikasi pada adaptor pengisian bbm milik A-4 skyhawk, dan akhirnya Sukhoi bisa terbang perdana dari pangkalan TNI AU. Pihak rusia sama sekali tidak keberatan dengan hal ini.
Pengadaan alutsista dari Rusia merupakan pilihan rasional saat industri strategis dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan kelengkapan peralatan dan tekonologi militer. Kerjasama dengan Rusia merupakan salah satu cara Indonesia untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap Amerika Serikat dalam bidang persenjataan yang saat itu sudah mencapai 70 persen. Akibat embargo militer Amerika Serikat terhadap Indonesia hampir empat belas tahun, mengakibatkan kondisi alutsista TNI buatan Amerika Serikat sangat buruk, karena tidak adanya pemeliharaan dan perawatan suku cadang dari Amerika Serikat.
Bagi Indonesia, inovasi sistem pembelian senjata penting dilakukan untuk mengurangi beban devisa dan efek-efeknya pada neraca pembayaran, serta menstimulasi perkembangan industri pertahanan domestik. Beberapa alasan Indonesia memilih Rusia sebagai negara produsen persenjataan militer terbaru bagi TNI, yaitu :
- Sejarah hubungan militer Indonesia-Rusia.
- Kemudahan persyaratan kerjasama bidang pertahanan militer dari Rusia.
- Rusia lebih fleksibel mengenai harga seperti bisa dibayar dengan komeditas yang dimiliki Indonesia.
- Rusia memiliki tekonologi militer yang sepadan dengan Eropa dan USA.
Archipelagic Warfare
Wilayah negara Indonesia memiliki konfigurasi geografi yang khas
dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dengan ditebari
pulau-pulau besar dan kecil berjumlah 17.499 pulau. Dengan wilayah laut
yang sangat luas apabila dikaitkan dengan tuntutan National Security
yang harus diwujudkan, jelas NKRI membutuhkan Alutsista (Alat Utama
Sistem Senjata) yang banyak, proporsional dan modern, karena selain
untuk mempertahankan serta mengatasi serangan dari luar melalui laut,
juga dibutuhkan eksistensi kehadirannya sebagai penegak kedaulatan dan
keamanan negara di laut.
Kondisi perairan Indonesia baik ditinjau dari geostrategik, geopolitik maupun geoekonomi memiliki peran sangat penting bukan saja bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan global. Sejalan dengan itu, TNI AL harus memikul tanggung jawab yang sangat besar untuk dapat menciptakan keamanan di seluruh perairan yurisdiksi nasional. Laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam sangat diperlukan bagi kelangsungan pembangunan bangsa, sehingga mutlak diperlukan pembangunan kekuatan matra laut yang optimal dan signifikan.
Kondisi perairan Indonesia baik ditinjau dari geostrategik, geopolitik maupun geoekonomi memiliki peran sangat penting bukan saja bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan global. Sejalan dengan itu, TNI AL harus memikul tanggung jawab yang sangat besar untuk dapat menciptakan keamanan di seluruh perairan yurisdiksi nasional. Laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam sangat diperlukan bagi kelangsungan pembangunan bangsa, sehingga mutlak diperlukan pembangunan kekuatan matra laut yang optimal dan signifikan.
Kondisi Geografi Indonesia.
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari rangkaian pulau-pulau besar dan kecil serta dipisahkan oleh laut dan selat serta memiliki karakteristik yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan Indonesia yang terbentuk oleh dangkalan Sahul di sebelah Timur dan dangkalan Sunda di sebelah Barat.
a. Luas Wilayah. Dengan luas wilayah sekitar 7,7
juta Km2, dua per tiga dari luas wilayah tersebut, yaitu 5,8 juta Km2
adalah terdiri dari lautan, sedangkan sisanya seluas 1,9 juta Km2
merupakan daratan, sehingga menjadikan negara Indonesia disebut sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia (The biggest archipelagic state in
the world).
b. Konfigurasi Wilayah. Kondisi konfigurasi wilayah Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Posisi Geografi. Indonesia berada pada daerah khatulistiwa yang terletak antara dua benua yaitu Asia dan Australia serta dua samudra yaitu Hindia dan Pasifik. Dengan posisi ini menjadikan wilayah Indonesia dikelilingi dan berbatasan langsung maupun tidak langsung dengan 10 negara, yaitu Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Singapura, Philipina, Timor Leste, Australia, Palau dan Papua Nugini.
2) Konfigurasi Kepulauan. Konstelasi geografi kepulauan yang tersebar sepanjang wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau, pantai, pantai berbakau, karang, selat-selat sempit, laut antara dan kedalaman yang beragam. Indonesia memiliki 5 buah pulau besar, yakni Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua disamping 30 gugus pulau kecil. Pada dasarnya kepulauan Indonesia terbagai atas 3 (tiga) kelompok gugusan kepulauan, yaitu:
- Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan terletak pada gugusan Pulau Sunda Besar (Sunda Shelf).
- Pulau Irian dan Kepulauan Aru terletak pada gugusan Sahul (Sahul Shelf).
- Pulau-pulau Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi merupakan gugusan pulau Sunda Kecil.
3) Akses Maritim. Di wilayah perairan Indonesia terdapat banyak akses maritim berupa Selat, Laut Antara dan Corong- corong Pendekat (choke point) yang menghubungkan ZEEI dan laut pedalaman.
c. Hidro Oseanografi. Bentuk geografis Indonesia yang berupa gugusan pulau memberikan karakter/sifat tertentu pada masalah hidro oceanografi yang ada. Dengan banyaknya selat dan laut antara, akan memberikan pengaruh terhadap aliran arus yang secara langsung dapat mempengaruhi parameter-parameter karakteristik air laut seperti salinitas, arus permukaan, arus pasang surut dan arus pantai, kerapatan/densitas, transparansi dan warna air laut, suhu air laut, kedalaman laut (Bathymetry) dan karakteristik dasar laut, disamping itu juga akan memberikan pengaruh terhadap kondisi meteorologinya.
Karakteristik ruang/dimensi udara di wilayah Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim laut sebagai akibat luas lautan yang lebih besar dibandingkan daratan yang tersusun dalam bentuk pulau-pulau. Demikian pula dengan karakteristik geografis kepulauan memberikan pengaruh pada parameter meteorologi seperti angin permukaan, angin lokal/pantai, pembentukan awan dan suhu udara yang memberikan pengaruh pada visibilitas, cuaca dan sea state.
Dengan mengacu pada kondisi dan konstelasi geografis serta pengaruh hidro oseanografi tersebut, maka Indonesia dapat memanfaatkannya dalam sistem pertahanan negara. Bentuk fisik Indonesia sebagai negara kepulauan akan memberikan keuntungan baik yang bersifat strategis, operasional maupun taktis bagi kita sebagai pihak yang bertahan. Pemanfaatan konstelasi dan karakteristik negara kepulauan inilah yang diwujudkan dalam bentuk konsep peperangan laut kepulauan (Archipelagic Warfare).
Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) pada hakikatnya merupakan “strategi pertahanan negara yang dilaksanakan di laut.” Strategi ini dirumuskan berdasarkan konsep Strategi Pertahanan Nusantara yang mengacu kepada dinamika atau perkembangan lingkungan strategis dan kemampuan sumber daya nasional yang tersedia. Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan SPLN adalah:
1) Strategi Penangkalan. Strategi penangkalan atau detterence strategy ini diarahkan untuk mencegah niat dari pihak lawan atau pihak yang ingin mengganggu keutuhan dan kedaulatan NKRI serta mengancam kepentingan nasional RI.
2) Strategi Pertahanan Berlapis. Strategi pertahanan berlapis atau layered defence strategy dilaksanakan untuk meniadakan atau menghancurkan ancaman dari luar melalui gelar kekuatan gabungan laut dan udara di medan pertahanan penyanggah, medan pertahanan utama dan daerah perlawanan.
3) Strategi Pengendalian Laut. Strategi pengendalian laut atau sea control strategy diarahkan untuk menjamin penggunaan laut bagi kekuatan sendiri dan mencegah penggunaannya oleh kekuatan lawan.
SPLN ditata untuk menghadapai serangan dari luar dengan medan juang sebagai berikut :
- Medan pertahanan penyanggah adalah daerah pertahanan Lapis I yang berada di luar garis batas ZEEI dan lapisan udara di atasnya.
- Medan pertahanan utama adalah daerah pertahanan Lapis II mulai dari batas luar laut teritorial sampai dengan ZEEI dan lapisan udara di atasnya.
- Daerah Perlawanan adalah daerah pertahanan Lapis III yang merupakan daerah perlawanan, meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan pantai yang dibangun atas dasar sejumlah daerah pangkal perlawanan sebagai intinya.
Musuh yang mengancam dan hendak menyerang masuk ke wilayah laut
yurisdiksi nasional pasti akan melalui Lapis I (Medan pertahanan
penyanggah) dan Lapis II (Medan pertahanan utama). Untuk memukul musuh
baik di lapis I maupun Lapis II sangat diperlukan unsur-unsur KRI (Kapal
Selam, Korvet, Fregat) maupun unsur Udara yang modern, canggih dan
jumlah yang banyak, mengingat wilayah laut Indonesia yang sangat luas.
Mencermati dan menyadari kondisi bangsa serta kemampuan kekuatan TNI AL yang dimiliki, maka TNI AL berupaya semaksimal mungkin untuk mampu bertempur di luar Lapis I (Medan Pertahanan Penyanggah) maupun di Lapis I hingga Lapis III (Daerah perlawanan) menggunakan Strategi peperangan laut kepulauan dengan memanfaatkan kondisi geografi dan hidro oseanografi. Untuk itu diperlukan beberapa alutsista yang nilai nominalnya kecil tetapi mampu memberikan dampak perlawanan yang besar dengan taktik dan strategi yang tepat untuk digunakan, seperti KCR (Kapal Cepat Rudal), Ranjau, Pesawat udara, Kapal Selam, Radar dan Meriam/Rudal pantai.
Peperangan Laut Kepulauan.
Archipelagic Warfare pada intinya adalah upaya mempertahankan kedaulatan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia dengan kemampuan dan kekuatan TNI AL yang dimiliki serta mampu melaksanakan pengendalian laut melalui pemanfaatan kondisi dan konstelasi geografis Indonesia. Pengendalian laut dilakukan untuk menjamin kebebasan pihak sendiri untuk menggunakan laut, khususnya GPL yang ada dan dalam waktu tertentu dan sebisa mungkin menghalangi penggunaannya oleh pihak lawan.
1) Strategi Peperangan Laut Kepulauan.
Penggunaan strategi pada peperangan kepulauan sangat penting dalam mengatur kekuatan dan kemampuan alutsistanya, beberapa strategi yang mendukung dan dapat diaplikasikan, antara lain:
Penggunaan strategi pada peperangan kepulauan sangat penting dalam mengatur kekuatan dan kemampuan alutsistanya, beberapa strategi yang mendukung dan dapat diaplikasikan, antara lain:
a) Blokade (Blockade) yaitu kemampuan untuk
memblokade lawan agar tidak mampu bergerak secara leluasa dan menggiring
ke daerah yang diinginkan.
b) Pertempuran Menentukan (Decesive Battle) yaitu berhadapan langsung dengan kekuatan lawan bila kekuatan lawan dapat diceraiberaikan.
c) Armada Siaga (Fleet in Being) atau Gerilya Laut
yaitu menghindari pertempuran yang menentukan, dan hanya menyerang bila
yakin kekuatan kita telah unggul.
2) Taktik Peperangan Laut Kepulauan.
Untuk mendukung pelak-sanaan dari strategi peperangan yang digunakan, maka dibutuhkan taktik peperangan yang mampu memanfaatkan kondisi dan konstelasi geografi serta kekuatan dan kemampuan TNI AL yang dimiliki, antara lain
a) Hit and Run, yaitu taktik tembak dan lari, digunakan oleh KCR apabila posisi musuh sudah yakin diketahui. Kapal cepat kecil bersenjatakan rudal yang mudah dibawa dapat memberikan perlawanan yang tidak bisa dianggap remeh oleh unsur permukaan lawan. Untuk itulah dalam mengaplikasikan unsur ini, TNI AL telah memodifikasi PC (Patroli Cepat)-36 menjadi PC-40 dengan harapan ke depan TNI AL mampu menciptakan Rudal Nasional yang akan dipasang pada PC ini.
b) Lure and Destroy, yaitu taktik memancing lawan menuju daerah yang diinginkan dan menghancurkannya bersama-sama dengan unsur lain termasuk meriam pantai.
c) Deception, yaitu taktik pengelabuhan/kamuflase yang dilakukan dengan melaksanakan penyamaran dan memanfaatkan kondisi lingkungan.
d) Peranjauan. Ranjau merupakan senjata yang „murah? tetapi memiliki daya hancur yang efektif, mudah dioperasikan dan dapat disebarkan melalui kapal atas air, kapal selam dan pesawat udara. Ranjau juga merupakan senjata yang „ditakuti? karena dapat menimbulkan dampak ketakutan baik bagi pihak militer yang menjadi lawan maupun kapal niaga yang tidak ikut dalam konflik dan pertempuran, sehingga penggunaan ranjau dapat menimbulkan dampak penangkalan (deterrence).
Dengan karakteristik perairan Indonesia yang rata-rata dangkal, maka peranjauan merupakan taktik yang efektif untuk diterapkan dalam Peperangan Kepulauan. Peperangan ranjau dapat diterapkan hampir di seluruh perairan Indonesia karena kedalaman yang memungkinkan. Dan, apabila dikaitkan dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki, peperangan ranjau merupakan solusi yang baik karena harganya yang relatif murah.
e) Penggunaan Meriam/Rudal Pantai. Mengingat kondisi
geografi Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan selat-selat sempit,
maka penggunaan radar pantai, artileri pantai, rudal jelajah anti kapal
serta meriam pantai jarak jauh akan sangat efektif dalam penerapan
strategi peperangan kepulauan.
Radar pantai bersifat mobil, sehingga radar ini sulit untuk dicari dan dihancurkan oleh lawan. Artileri pantai penggunaannya bukan untuk pertahanan pantai atau pertahanan pangkalan, tetapi justru untuk menghancurkan unsur lawan yang melalui perairan sempit/selat tersebut.
Rudal jelajah anti kapal permukaan yang digunakan dapat bersifat mobil dan bergerak sendiri (self-propelled) atau tetap (Fix), tidak mudah ditemukan dan dihancurkan oleh lawan dengan menggunakan “amunisi pintar” (smart precision ammunition). Penggunaan meriam pantai untuk menyerang kapal lawan memiliki beberapa kelemahan, yaitu jarak jangkaunya terbatas dan akurasinya maksimal pada jarak 30 km. Namun meriam pantai memiliki keuntungan bahwa proyektil meriam sulit ditangkis.
Radar pantai bersifat mobil, sehingga radar ini sulit untuk dicari dan dihancurkan oleh lawan. Artileri pantai penggunaannya bukan untuk pertahanan pantai atau pertahanan pangkalan, tetapi justru untuk menghancurkan unsur lawan yang melalui perairan sempit/selat tersebut.
Rudal jelajah anti kapal permukaan yang digunakan dapat bersifat mobil dan bergerak sendiri (self-propelled) atau tetap (Fix), tidak mudah ditemukan dan dihancurkan oleh lawan dengan menggunakan “amunisi pintar” (smart precision ammunition). Penggunaan meriam pantai untuk menyerang kapal lawan memiliki beberapa kelemahan, yaitu jarak jangkaunya terbatas dan akurasinya maksimal pada jarak 30 km. Namun meriam pantai memiliki keuntungan bahwa proyektil meriam sulit ditangkis.
f) Naval Guerilla, yaitu Taktik Gerilya Laut yang dilaksanakan dengan cara pendadakan (Surprise), Pemukulan Cepat (Quick Strike) dan Sembunyi (Hide). Dengan cara :
Operasi Kapal Permukaan tipe Korvet atau KCR.
Operasi Kapal permukaan tipe Korvet atau KCR sangat tepat bila dilaksanakan di wilayah kepulauan atau gugusan pulau dan dapat semaksimal mungkin mendekat ke pulau atau pantai serta seminimal mungkin menggunakan alat deteksi yang ada di atasnya. Bila mungkin, pendeteksian dilakukan oleh platform lainnya atau dengan menggunakan sistem deteksi akustik permanen di dasar laut untuk mencegah intersepsi musuh dengan ESM.
Kapal permukaan harus dapat bermanuver dan berpindah dengan cepat dan aman pada track yang terdekat dengan garis pantai, baik untuk menuju tempat peluncuran (launching site) berikutnya atau untuk bersembunyi. Untuk itu, diperlukan kapal dengan dimensi kecil tetapi memiliki rudal permukaan ke permukaan dalam jumlah yang memadai. Penyerangan juga dapat dilakukan dengan kapal cepat kecil yang dilengkapi peluncur rudal jarak menengah atau jarak dekat apabila kapal lawan beroperasi sangat dekat ke pulau atau pantai.
Operasi Kapal Selam.
Kapal selam dapat digunakan untuk melakukan hit and run, penggunaannya disesuaikan dengan kedalaman dan tipe kapal selam yang telah kita punyai. Dalam gerilya laut, kapal selam dapat menempati posisi tunggu dengan duduk di dasar atau berada pada jarak yang cukup jauh dari pesisir untuk menunggu unsur-unsur lawan. Namun demikian, posisi tunggu kapal selam ini harus dapat terjangkau oleh senjata anti udara kawan baik KRI atau dari darat, yang dapat memberikan perlindungan bila terjadi serangan udara musuh.
Keuntungan taktis tersebut akan menjadi lebih besar apabila kapal selam dengan pendorong diesel menggunakan sistem air independent propulsion (AIP) atau pendorongan bebas udara. Dengan kemampuan tersebut, kapal selam konvensional dapat tinggal lebih lama di bawah permukaan. Hal ini akan menyamai kemampuan kapal selam nuklir tetapi tetap mempertahankan keunggulan kapal selam konvensional. Performa kapal selam konvensional juga akan meningkat, bila dapat dilengkapi dengan kombinasi rudal-torpedo untuk anti kapal selam atau rudal anti kapal permukaan. Dengan persenjataan tersebut jangkauan pukulan kapal selam akan semakin meningkat, bila dibandingkan dengan hanya menggunakan torpedo.
Operasi Pesawat Udara
Dengan kemampuan yang terbatas, pesawat udara TNI AL dapat dioperasikan dekat dengan pesisir atau pulau pulau. Pesawat udara berbasis darat juga dapat digunakan sebagai platform untuk melakukan deteksi atau untuk melancarkan serangan terhadap unsur permukaan atau bawah permukaan lawan.
Namun demikian, dalam konsep peperangan modern, peran satuan udara armada (fleet air arm) akan semakin menonjol. Untuk itu, TNI AL harus memiliki pesud dengan sayap tetap atau sayap putar yang memiliki kemampuan deteksi dini, AKS bahkan anti kapal permukaan.
Operasi pesawat udara sendiri ini juga harus berada dalam jangkauan senjata anti udara pihak kawan untuk melindunginya dari serangan udara lawan. Jadi, terdapat suatu hubungan yang saling melindungi dari unsur udara dan permukaan dalam konsep gerilya laut ini.
Implementasi Peperangan Kepulauan
- Di wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Lepas/ Samudra. Implementasi ini diaplikasikan pada pantai-pantai di lima wilayah kepulauan besar yang berhadapan langsung dengan laut lepas/ Samudra. Struktur kekuatan terdiri atas kapal permukaan jenis PKR, Kapal selam, Pesawat udara dan Pangkalan.
- Di Wilayah Corong-corong Strategis Selat-selat/Sempitan dan Gugusan Kepulauan. Struktur kekuatan terdiri atas kapal permukaan jenis PKR, KCR, KCT, Meriam/Rudal Pantai, Pesawat udara dan Pangkalan.
- Di perairan dangkal termasuk tempat-tempat pendaratan amfibi dengan penyebaran ranjau.
- Di perairan dalam termasuk ALKI dengan struktur kekuatan kapal selam.
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang didominasi
oleh laut sebenarnya dapat dimanfaatkan bagi upaya pertahanan negara.
Perairan yang dangkal dan jarak pulau yang relatif dekat dapat
dimanfaatkan oleh unsur-unsur permukaan, udara maupun bawah air untuk
bergerak tanpa dideteksi.
Strategi Peperangan Kepulauan merupakan bagian dari strategi operasional matra laut, yang difokuskan dalam upaya melakukan pertahanan terhadap ancaman militer. Dan hal tersebut diterapkan dengan memanfaatkan bentuk dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Untuk itu, segala hal yang menyangkut sarana maupun prasarana serta kondisi alam itu sendiri harus disiapkan sejak dari masa damai.
TAMAT
Strategi Peperangan Kepulauan merupakan bagian dari strategi operasional matra laut, yang difokuskan dalam upaya melakukan pertahanan terhadap ancaman militer. Dan hal tersebut diterapkan dengan memanfaatkan bentuk dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Untuk itu, segala hal yang menyangkut sarana maupun prasarana serta kondisi alam itu sendiri harus disiapkan sejak dari masa damai.
TAMAT
“NKRI harga mati!”
Sumber : JKGR
terimakasih infonya https://bit.ly/2JcCeNi
BalasHapus