Minggu, Mei 11, 2014
2
China_imperialism_cartoon
JKGR-(IDB) : Utopia tentang keseimbangan dan kesetaraan di antara negara – negara dunia adalah harapan yang mendekati mimpi. Akan selalu ada negara – negara yang berusaha untuk berada di atas negara lainnya baik dalam ekonomi, politik maupun militer. 

Setiap negara membawa agenda kepentingannya sendiri seperti anak – anak sungai, ketidakmampuan PBB secara efektif menjadi muara laut bagi sungai – sungai itu menyebabkan PBB hanya menjadi kendaraan politik dan alat legitimasi kepentingan bagi negara – negara tertentu. Maka konflik pun tidak akan pernah lepas dari cerita negeri – negeri manusia di bumi.

Salah satu konflik itu ada di pasifik yang melibatkan sejumlah negara dalam perebutan teritori dan tapal batas negara. Bisa dikatakan konflik pasifik ini sangatlah pelik sebab diikuti oleh banyak negara dengan fire power besar dan terkait pula dengan konflik di belahan bumi lainnya. Sehingga “bila” benar – benar meletus dapat berpotensi memicu perang dunia ketiga.

Berikut dalam artikel Map of Conflict ini akan dibahas posisi dan kepentingan, serta intrik negara – negara yang terlibat dalam konflik pasifik baik secara langsung maupun tidak langsung. Serta analisis umum tentang strategi negara – negara kawasan, dan secara khusus mengulas potensi strategi yang dapat diambil oleh Indonesia sehubungan dengan menghangatnya konflik Laut Cina Selatan.

Amerika Serikat
 
Secara umum kebijakan politik global Amerika didasarkan pada pandangan Pan Americana, yaitu pemerintahan dunia di bawah Amerika, dominasi total tanpa ada kekuatan pembanding / penyeimbang. Maka mencampuri segala urusan negeri lain sudah menjadi kodratnya, baik secara terang terangan atau sembunyi – sembunyi, dengan cara halus atau kasar. Bisa dikatakan proses dominasi dunia bagi Amerika adalah seperti investasi jangka panjang. Dimana hasil akhir yang direncakan adalah monopoli politik dan privilege access atas kantong – kantong ekonomi dunia. Meskipun di dalam negeri Amerika sendiri masih terdapat pro dan kontra tentang Pan Americana. Namun secara halus tersirat para punggawa politik Amerika telah mengarahkan gerbong pemerintahannya ke arah tujuan itu.

Sebagaimana di belahan dunia lain, kepentingan Amerika Serikat di pasifik masih dilatarbelakangi faktor ekonomi dan politik. Secara ekonomi area pasifik menyimpan potensi kandungan SDA yang tinggi dan juga sebagai salah satu motor ekonomi terbesar dunia (diwakili China, Jepang, Korsel, Singapura, Australia dan Indonesia). Kebutuhan Amerika atas sumber daya mineral bagi industrinya serta ketergantungannya yang tinggi atas energi fosil untuk menopang gerbong ekonominya. Mengharuskan Amerika untuk mengamankan setiap potensi sumber nutrisi mereka demi mengamankan ekonomi dalam negeri agar dapat terus bernafas. Bila diibaratkan perekonomian Amerika sendiri seperti lokomotif kereta uap, polutif dan memakan banyak bahan bakar.

Armada Laut AS di Pasifik
Armada Laut AS di Pasifik
Pengeluaran belanja negara Amerika yang luar biasa besar sendiri pada dasarnya hanya bersandar pada dolar. Yaitu karena dolar dipakai sebagai mata uang internasional sehingga untuk menutupi pengeluarannya Amerika “secara sederhana” dapat dengan terus mencetak uang. Istilahnya sarapan gratis setiap pagi. 

Meskipun ekonominya terkesan besar dan kuat namun pada kenyataannya tak lebih dari sekedar gelembung sabun. Besar tapi mengandung kanker dan akan seketika runtuh apabila dolar tidak lagi menjadi alat tukar internasional. Tentu saja jika terus menerus mencetak uang akan menyebapkan inflasi maka untuk mengimbanginya Amerika pun mengambil utang. Tahukah anda berapa besar utang luar negeri Amerika? Luar biasa!!!

Semakin menggeliatnya ekonomi dan militer RRC menjadikannya ancaman yang nyata bagi hegemoni Amerika di pasifik bahkan dunia. RRC kini telah berubah menjadi panda merah raksasa dengan kuku dan taring besar yang terus menancapkan pengaruhnya secara luas dikancah internasional baik dalam ekonomi maupun politik. Hal ini tidak sesuai dengan agenda Pan Americana USA yang menghendaki dominasi tanpa adanya pesaing dan persaingan. Dengan model politik luar negeri RRC yang dianalogikan seperti “wajah tersenyum ramah namun mulut menggertak, tangan kanan melambai tapi tangan kiri memegang pisau di punggung”. Membuat RRC menjadi sulit diprediksi dan berbahaya, sebab selain kuat secara ekonomi RRC juga memiliki fire power yang besar dan terus tumbuh. Bagi Amerika maupun negara – negara Pasifik yang terlibat konflik, RRC kemudian menjadi seperti madu dan racun, diinginkan tapi juga ditakuti.

Konflik terbuka dengan RRC adalah suatu keharusan untuk dihindari, selain karena RRC mampu memberikan perlawanan secara militer, RRC juga memiliki pengaruh langsung pada perokonomian terutama sektor keuangan Amerika. RRC sudah beberapa dasawarsa memutarkan uangnya di pasar keuangan Amerika dan dunia, yang mengejutkan RRC kini bahkan berstatus sebagai negara pemberi utang bagi Amerika. 

Selain itu telah diprediksikan bahwa ekonomi RRC akan mampu menyaingi Amerika dimulai dari 2020-an, dan meninggalkan Amerika jauh di belakang pada 2040-an. Maka menggelar konflik secara langsung akan sangat tidak menguntungkan bagi Amerika dalam jangka panjang. Salah satu jalan bagi Amerika untuk menahan laju hegemoni RRC adalah dengan mengurung kaki gurita politik RRC agar tidak terus merambat kemana – mana. Mencegahnya semakin besar dengan memotong diplomasi panda melalui intervensi dan asistensi langsung pada kawasan. Lalu kemudian memproyeksikan arah ekonominya lebih condong ke Barat.

Secara umum Amerika dan Eropa akan berupaya mengulur atau mengambangkan konflik pasifik dalam waktu beberapa dekade jika memungkinkan. Ini terlihat dari campur tangan barat yang terkesan “biasa saja” dalam menanggapai klaim RRC atas LCS. Khususnya dalam LCS, negara – negara ASEAN seakan didudukkan pada posisi absurd antara ancaman perang dan tidak, sehingga menimbulkan keragu – raguan yang besar dalam membuat keputusan. Meskipun Barat melihat ada rencana tersembunyi di balik ulah China, alih – alih menyelesaikan mereka malah ikut menumpangi diatasnya.

Dalam rentang waktu yang direncanakan tersebut akan ada praktik – praktik dagang diplomatik, pengkotak – kotakan area sesuai kepentingan yang dilakukan oleh negara – negara besar baik Barat dan Timur. Tujuannya adalah untuk mengeruk keuntungan dari situasi absurd kawasan, di mana salah satu indikasinya dapat dilihat dari perdagangan senjata yang semakin meningkat di kawasan. Para dealer senjata seakan berlomba – lomba menawarkan paket spesial mereka, dimana pada situasi normal hal ini tidak akan terjadi. Dan yang paling memuakkan adalah negara – negara ASEAN diperlakukan seperti anak kecil yang ditakut – takuti dengan sesuatu yang tidak ada dan yang seharusnya tidak pernah terjadi, menjadi bahan permainan Barat dan Timur hanya karena tidak mampu membela diri.

Armada China di Pasifik
Armada China di Pasifik
Seperti yang telah diketahui baik Amerika maupun Eropa baru saja lepas dari krisis ekonomi dan masih berusaha untuk bangun kembali walau tertatih – tatih. Mereka saat ini sedang sangat membutuhkan nutrisi tambahan untuk kembali sehat. 

Krisis mortgage dan skandal penipuan terbesar dalam sejarah yang terjadi di Amerika telah memukul dengan telak perekonomian Amerika dan Eropa. Ditambah dengan krisis Yunani yang baru saja melanda Eropa khususnya NATO serta kelesuan ekonomi yang melanda sebagian besar Eropa, menjadikan dompet – dompet finansial Barat terkuras sangat dalam.

Dalam jangka panjang sekutu NATO kemungkinan akan mulai meninggalkan petualangan berbiaya tinggi Amerika. Sebab investasi mereka dalam perang Afganistan, Iraq, revolusi Arab serta yang terakhir di Ukraina, kurang membuahkan hasil yang diharapkan. Baik Amerika maupun Eropa butuh sumber suplai energi baru dan tentunya “pasar baru”, sebab kaki – kaki sang kapitalis sedang goyah.

Dengan menciptakan pasar baru lalu membanjiri pasar dunia dengan stock suplai energi serta memonopoli kontrol atas akses sumber daya alam, namun membiarkannya bersirkulasi dalam persaingan bebas di pasaran akan memberikan keuntungan yang signifikan bagi Barat. Barat yang pada dasarnya telah memiliki industri – industri maju akan langsung menggeliat dan bahkan akan mampu mendesak industri RRC secara perlahan. Sebab secara tidak langsung RRC akan dipaksa untuk bersaing dalam pasar yang lebih “fair” bagi barat. Tentunya dengan tujuan akhir yang masih sama yaitu isolasi China, membiarkannya menggerogoti diri dari dalam karena tidak mampu keluar dari kotaknya lalu mengubah wajah RRC agar menjadi sesuatu yang “lebih demokratis untuk diatur”.

Selain memanfaatkan “kebingungan” negara – negara kawasan untuk tujuan ekonomi, baik Amerika maupun pembesar Eropa akan mulai dengan hati – hati menata posisi politik dan militer mereka di kawasan. Meskipun masih jauh namun ancaman perang itu tetap ada dan sebagaimana kisah perang dunia kedua, winner takes all. Bagi Amerika dan Sekutu mundur dari pasifik bukanlah pilihan, sebab mundur sama dengan menunjukkan kelemahan dan sekutu akan dapat dipaksa mundur pula di global frontline lainnya. 

Antisipasi secara militer telah dilakukan dengan menempatkan sarana militer pada lokasi – lokasi strategis yang secara geografis mengepung RRC dari selatan dan timur. Penempatan tersebut untuk mendukung skenario pengerahan langsung bantuan tempur, serta mengamankan jalur suplai logistik dengan menggalang partisipasi aktif negara – negara kawasan. Pada akhirnya negara – negara kecil dalam kawasan itu sendiri akan menjadi sapi perah dan bidak catur para pemain besar yang bertikai. Sebab setiap penempatan basis militer secara tidak langsung juga akan berfungsi sebagai “alat kontrol”.
 
Bersahabat ketika lemah dan menindas ketika kuat, agaknya falsafah ini menjadi cerminan umum sikap politik negara – negara berpostur besar. Seperti yang sudah menjadi idiom umum, orang gendut makannya banyak. Mau berpihak pada barat ataupun timur hasilnya akan tetap sama saja, menjadi budak dan sapi perahan.

Berdiri dengan ditopang kaki sendiri lalu berjalan bersama sama dengan mereka yang senasib sepenanggungan adalah jalan terbaik untuk menjadi kuat. Bila PBB sudah tak lagi bisa menjadi sarana bagi aspirasi mereka yang kecil, maka organisasi seperti gerakan Non-Blok harus dihidupkan kembali. Tujuannya adalah agar dapat secara bersama – sama saling mendukung dan melindungi diri dari intimidasi negara – negara besar. Namun idealisme dan harapan ini tidak akan begitu saja melenggang dengan tenang, sebab mereka yang memiliki kekuatan akan selalu mengganjal dengan “devide et impera”. Demikian karena mereka yang terpecah pecah akan lebih mudah dikendalikan. Bersambung…  




Sumber : JKGR

2 komentar:

  1. yang mengkhawatirkan...didalam bangsa kita Indonesia ini masih banyak kacung2nya AS yang merusak bangsa dan negara, banyak para elit yang membelot dari dedikasinya terhadap bangsa dan negara, ada yang mengatas namakan rakyat dan sebagainya, dengan maksud mendukung dan membantu segala kepentingan asing, demi upah yang demikian besar bgai kantongnya ssendiri dan kelompok

    BalasHapus
  2. contoh yata nkri bakal di jadi kan pasar baru bentukan sekutu "MEA " ini kan gampang di baca arahnya kemana ??....babak bellur sebelum perdangan bebas asean sudah terasa contoh : ama thailand spending milyaran dolar ...bellom negara asean bentukan sekutu .
    anehhnya peminpin indo sekarang pura pura ga dan sibuk bikin bungker baru .

    BalasHapus