MOSCOW-(IDB) : Rusia
membawa ketegangan dengan Amerika Serikat hingga ke luar angkasa.
Setelah dihujani sanksi ekonomi oleh AS dan sekutunya di Eropa,
pemerintah Kremlin membalasnya dengan mengusir AS dari Stasiun Luar
Angkasa Internasional.
Diberitakan Reuters, Selasa 13 Mei 2014, Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin mengatakan AS harus hengkang dari Stasiun Luar Angkasa Internasional tersebut pada tahun 2020. Rusia juga telah menolak permintaan AS memperpanjang waktu pakai stasiun yang berada di orbit Bumi tersebut.
Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS memang saat ini diawaki oleh AS dan Rusia. Namun sejak pesawat luar angkasa AS pensiun pada 2011, Washington mengandalkan pesawat antariksa Soyuz milik Rusia untuk menuju ISS.
Untuk sekali terbang menggunakan Soyuz, AS harus bayar ke Rusia lebih dari US$60 juta atau Rp688 miliar per orang. AS memang tengah mengembangkan pesawat luar angkasa sendiri untuk ke ISS bekerja sama dengan swasta, diprediksi rampung 2017.
Keputusan Rusia ini akan mengganggu misi AS di ISS. Padahal AS telah berencana menggunakan stasiun yang juga digunakan oleh 15 negara itu sampai 2024.
Selain itu, AS juga tidak boleh menggunakan mesin roket buatan Rusia untuk menerbangkan satelit militer. Rusia juga menghentikan operasi sistem navigasi GPS milik AS di wilayah kekuasaan Kremlin mulai Juni mendatang.
Menurut Rogozin, langkah ini mereka lakukan terkait sanksi yang dijatuhkan AS pada Rusia, menyusul pencaplokan Crime di Ukraina. Rusia juga disebut AS dan Uni Eropa hendak menimbulkan ketidakstabilan di Ukraina timur, tempat tumbuh suburnya separatis saat ini.
Salah satu sanksi yang dijatuhkan adalah dihentikannya izin ekspor barang-barang berteknologi tinggi dari perusahaan AS untuk meningkatkan kemampuan militer Rusia.
Diberitakan Reuters, Selasa 13 Mei 2014, Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin mengatakan AS harus hengkang dari Stasiun Luar Angkasa Internasional tersebut pada tahun 2020. Rusia juga telah menolak permintaan AS memperpanjang waktu pakai stasiun yang berada di orbit Bumi tersebut.
Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS memang saat ini diawaki oleh AS dan Rusia. Namun sejak pesawat luar angkasa AS pensiun pada 2011, Washington mengandalkan pesawat antariksa Soyuz milik Rusia untuk menuju ISS.
Untuk sekali terbang menggunakan Soyuz, AS harus bayar ke Rusia lebih dari US$60 juta atau Rp688 miliar per orang. AS memang tengah mengembangkan pesawat luar angkasa sendiri untuk ke ISS bekerja sama dengan swasta, diprediksi rampung 2017.
Keputusan Rusia ini akan mengganggu misi AS di ISS. Padahal AS telah berencana menggunakan stasiun yang juga digunakan oleh 15 negara itu sampai 2024.
Selain itu, AS juga tidak boleh menggunakan mesin roket buatan Rusia untuk menerbangkan satelit militer. Rusia juga menghentikan operasi sistem navigasi GPS milik AS di wilayah kekuasaan Kremlin mulai Juni mendatang.
Menurut Rogozin, langkah ini mereka lakukan terkait sanksi yang dijatuhkan AS pada Rusia, menyusul pencaplokan Crime di Ukraina. Rusia juga disebut AS dan Uni Eropa hendak menimbulkan ketidakstabilan di Ukraina timur, tempat tumbuh suburnya separatis saat ini.
Salah satu sanksi yang dijatuhkan adalah dihentikannya izin ekspor barang-barang berteknologi tinggi dari perusahaan AS untuk meningkatkan kemampuan militer Rusia.
"Kami khawatir untuk
melanjutkan proyek pengembangan teknologi tinggi dengan mitra yang tidak
bisa diandalkan seperti Amerika Serikat, yang selalu saja mempolitisir
semua hal," kata Rogozin.
Sumber : Vivanews
mantaaap.... baru satu, lanjutkan..
BalasHapusHANTAM TRUZ BOZ.. SEHARUSNYA DI ASEAN TRANSAKSI PERDAGANGAN JGN PAKE DOLAR AMERIKA.AYO LANJUTKAN. AMERIKA UDA BINGUN. EKONOMI RUSIA BANGKIT. CHINA JUGA RAJA EKONOMI. AMERIKA TERJEPIT.
BalasHapusSampai bumi ini hancur atw kiamat, maka hukum rimba akan tetap berlaku
BalasHapusbusyyeet perang bintang alias space war bakal terjadi,. :-t
BalasHapusnampak diam diam dan pemalu tapi kalau BEAR sudah marah bakal porak poranda itu negri BUSH
BalasHapuswhohooooooo.........ruskiye setrooong!
BalasHapustambang Freeport dipapua, yang di NTB, Riau, Pemerintah RI harus putus kontrak ambil alih sama Perusahaan Indonesia, banyak perusahaan tambang Indonesia kalau bergabung yakin Indonesia mampu karena mempunya cukup Alat berat. biar kacau amerika krn selama ini pendapatan emas di papua Indonesia tidak dibagi hanya mendapat dari pajak saja tidak ada bagi hasil Indonesia telah dibodohi secara telak sejak rezim suharto.habislah negeri ini. Untung sudah SKK migas dibubarkan tapi perlu diawasi. Ribuan Trilyun melayang ketangan penghiat bangsa.
BalasHapusKalo Presidennya Prabowo sich pasti berani tambang Freefort diambil, klo presiden yg lain masih merem melek ketakutan gk bakalan berani
BalasHapuskapan ya RI punya presiden seperti Bang Putin, bukan presiden yg suka bersolek
BalasHapustambang yang dikuasai luar negeri yang kontraknya dri jaman bung Karno dan Pak Harto dan kontraknya blom selesai semacam freeport tidak boleh diputus bgitu saja, kita kan negara hukum jadi harus sesuai hukum, jika kontrak" yg blom selesai itu diputus bgitu saja maka akan dibawa ke pengadilan Internasional dan kita akan kalah, kalahnya akan memporakporandakan perekonomian kita, lbih baik smua smber daya yg hmpir atau sudah hbis masa kontraknya maka tidak boleh diperpanjang dan kita akusisi, sperti INALUM pabrik alumunium di Sumatera Utara yg sudah puluhan tahun dimiliki Jepang akhir tahun Lalu sudah tidak diperpanjang kontraknya lagi dan sekarang dibeli atau sudah diakuisisi oleh BUMN.
BalasHapus