Jumat, November 29, 2013
5
ARC-(IDB) : Pantsir pertama memang mengecewakan.Lahir dari era dimana keadaan perekonomian morat-marit, hasilnya memang terasa setengah matang.Tak disangka, generasi keduanya menebar ancaman yang menakutkan banyak Negara.Kerja keras KBP Tula untuk melahirkan Pantsir generasi kedua terasa seperti balas dendam.



Bagaimana tidak, jeroan penyempurnaan Pantsir semuanya dilolosi dan diganti dengan komponen-komponen desain baru dan penyempurnaan.KBP Tula menambahkan kode S1 untuk penyempurnaan Pantsir ini. Kode lengkapnya, 96K6 Pantsir S-1 , dan NATO memberinya kode ASCC SA-22 Greyhound. 

Dari segi form factor misalnya, KBP mendesain ulang modul Pantsir S1 secara efisien dengan basis kontainer 10 ton. Konsol kendali dan kompartemen awak ditaruh di bagian depan, dibelakangnya sistem elektronik dan prosesor, disusul modul kubah, dan bagian paling belakang ada modul generator listrik dan APU (Auxillary Power Unit). 

Secara teoritis, modul ini bisa ditumpangkan ke segala jenis truk 8x8 flatbed kapasitas angkut 12-14 ton dengan modifikasi minimal. Pilihan wahana pengangkut juga jadi beraneka ragam, mulai dari yang klasik seperti MZKT-7930, dan BAZ-6909, atau platform buatan Barat seperti MAN Cat SX 45 dan SX A1 seperti varian yang dibeli oleh Arab Saudi.Rata-rata platform pembawa sistem Pantsir S1 memiliki pasak penunjang sebanyak empat buah yang diturunkan sebagai penguat dudukan saat sistem kanon atau rudalnya beraksi.

Pilihan menggunakan truk tentunya mempermudah mobilisasi, meningkatkan kecepatan di jalan raya yang mulus, untuk mampu mengimbangi pergerakan sistem lainnya, atau bertindak sebagai pelindung konvoi. Nyatanya, Pantsir S-1 memang didapuk sebagai penjaga iring-iringan baterai rudal anti serangan udara S-300 dan S-400.


Radar sebagai perangkat pengendus sasaran pada Pantsir S1 dibangun baru.VNIIRT/ Phazotron memperkenalkan radar 2RL80 berjenis PESA (Passive Electronically Scanned Array) generasi baru, yang diadopsi dari sistem radar milik pesawat tempur. 2RL80 menggantikan 1L36-01 Roman pada varian Pantsir generasi pertama dan 1RS-2E Shlem, yang merupakan radar untuk versi ekspor Pantsir generasi awal.Posisinya tetap berada di sisi belakang modul berputar, berbentuk kotak dengan dimensi 1.776x940m seberat 760kg. Radar ini dapat bereaksi dengan cepat, dari mode standby ke pencarian dapat berpindah dalam waktu dua detik saja. 

Berbeda dengan radar lama, sistem radar PESA bekerja secara efisien dengan menggunakan satu sumber RF (bisa magnetron, klystron, atau TWT) untuk mengirimkan gelombang radar dalam modul dengan jeda tertentu dan kemudian dipancarkan ke sasaran.Radar PESA memiliki kemampuan untuk memperkuat sinyal balik dari sasaran dan mengurangi gangguan seperti echo dan clutter yang bisa menyebabkan deteksi palsu.

Arah pancaran radarnya pun dikendalikan secara elektronik, sehingga bisa terus menjejak dan mengunci sasaran tanpa harus diikuti oleh putaran kubah (selama sasaran masuk dalam cakupan lebar gelombang radar).sehingga  Radar PESA 2RL80 memampukan kontrol otonom atas sistem rudal dan kanon, dimana radar penjejak dan sistem kendali penembakan mampu memilih senjata apa yang digunakan untuk melawan sasaran dalam berbagai jarak. 

Cakupan bidang horisontal mencapai 45o kanan-kiri, atau total 90o, cukup luas dan masih disokong lagi dengan kemampuan radar untuk berputar dan memberikan cakupan 360o setiap 2 atau 4 detik, sesuai setingan. Radar 2RL80 mampu medeteksi sampai 20 sasaran di udara secara simultan, dan kemudian memilih tiga berdasarkan profil yang paling mengancam untuk dipasok ke sistem radar pengunci sasaran. 

Jarak pendeteksian 2RL80 juga berbeda-beda, tergantung ukuran relatif dari RCS (Radar Cross Section) dari sasaran yang bergerak di udara itu sendiri, serta tak lupa kondisi cuaca di sekitar lokasi. Untuk pesawat tempur dengan RCS 2m2 misalnya, radar 2RL80 sudah bisa mendeteksinya dari jarak 36km, atau 32km untuk heli tempur yang terbang rendah. Untuk rudal jelajah dengan RCS hanya 0,1m2, kemampuan deteksinya berkurang hanya tinggal 20km. Untuk ancaman bom atau munisi pintar, maka jaraknya semakin berkurang tinggal 16km. Apapun itu, efisiensi pendeteksian radar 2RL80 meningkat antara 0,8-2 kali lipat dibandingkan radar yang digantikannya.


Untuk radar penjejak dan pengunci sasaran, Phazotron menyediakan radar X-band 2RL80E yang dipasang di hidung modul penembakan dan memiliki bentuk seperti drum, yang kemudian mengirimkan perintah ke antena command link APKNR (Apparatura Peredachi Komand I Naprovadzaniya Raket) yang bertugas mengarahkan rudal ke sasaran sesuai dengan perintah penjejakan dari radar pengunci sasaran. 

Sebagai sistem cadangan, Pantsir dilengkapi dengan modul elektro optikal yang terdiri dari LLTV (Low-Light Television) yang diperkuat oleh thermal channel. Tak main-main, berkat kedekatan hubungan Rusia dan Perancis, sistem thermal imager Matis LR buatan Sagem dibenamkan untuk memberikan penginderaan terbaik dalam kondisi malam gelap. 

Sistem thermal imager bekerja simultan pada gelombang panjang 8-14 ɰm dan gelombang pendek 3-5ɰm untuk sistem penjejak posisi rudalnya sendiri. Sistem AOP (Avtonomniy Opticheskiy Post) ini mampu menjejak sasaran dan mengenalinya berdasar database siluet yang disimpan dalam memorinya. Penjejakan dengan optik ini sifatnya pasif, artinya pilot pesawat lawan tidak akan menyadari bahwa pesawatnya sedang dibidik dan mungkin baru sadar pada detik-detik terakhir ketika rudal dari Pantsir S1 sudah mengejarnya.

Kemampuan senjata Pantsir varian S1 didongkrak habis-habisan pada sektor kanon maupun rudal. Untuk kanon, sistem 2A72 dilolosi dan digantikan dengan kanon 2A38M buatan Tulamashzavod, atau boleh diibaratkan cinta lama bersemi kembali. Diadopsi dari kanon GSh-30, 2A38M menampilkan dua laras dalam satu sistem kanon, sehingga Pantsir S-1 total memiliki empat laras kanon. 

Laras yang paling luar dilengkapi dengan alat pengukur kecepatan peluru, yang memasok data ke komputer pengendali penembakan sebagai satu komponen perhitungan untuk menyasar sasaran. Kanonnya sendiri dilengkapi jaket pendingin berisi air, yang dapat diganti dengan cairan anti beku saat Pantsir S-1 digelar di wilayah beriklim kutub. 

Kecepatan tembaknya amat menakutkan: 1.950-2.500 peluru/ menit, atau bila dikalikan dua sesuai jumlah laras, maksimal 5.000 peluru/ menit. Apabila dibandingkan, kanon Vulcan milik Phalanx CIWS memiliki kecepatan tembak 6.000 peluru/ menit, itupun dari total enam laras. Terbayang kan betapa galaknya sistem kanon 2A38M? 

Sistem magasennya menggunakan kotak yang dipasok dengan rantai, dan diisikan kedalam modul melalui palka amunisi yang terletak di sisi atas modul. Seusai penembakan, sisa kelongsong langsung dibuang keluar kendaraan. Apabila tembakan seluruh kanon didesain untuk menyasar satu titik terpusat, jarak efektifnya adalah 2.000 meter. Bila didesain untuk membidik secara independen, maka jarak tembaknya mampu menyasar jarak sampai 4.000m.


Trengginasnya kanon 2A38M juga didukung oleh beragamnya amunisi 30x165mm yang disediakan. Karena merupakan kaliber yang paling banyak diadopsi oleh Blok Timur, varian munisinya pun banyak. 

Secara umum, tersedia empat macam munisi yang paling umum digunakan, seluruhnya diikat dengan sabuk baja 9H623 untuk dipasok ke sistem. Untuk kebutuhan anti pesawat, amunisi HE-I (High Explosive-Incendiary) bisa jadi pilihan tepat, dengan 123 gram A-IX-2 (RDX padat/ alumunium) dengan sumbu impak A-670M. 

Pelurunya dapat diset untuk meledak setelah 7,5 detik atau 14,5 detik. Sementara apabila Pantsir S-1 hendak digunakan untuk bantuan tembakan di darat, maka dapat menggunakan amunisi AP-T (Armor Piercing-Tracer) yang berisi bahan peledak seberat 127 gram dan mampu menembus lapisan baja setebal 18mm pada kemiringan 60o dari jarak 1.000 meter, atau 25mm pada jarak 750 meter.

Untuk melawan ranpur, bolehlah. Atau kalau mau lebih maut lagi, gunakan munisi APDS-T (Armor Piercing Discarding Sabot-Tracer) dengan desain sabot dan penetrator tungsten. Kecepatannya sangat tinggi, mencapai 1.120 m/detik, mampu menembus pelat baja 25mm pada inklinasi 60o pada jarak 1.500m. Namun yang harus diingat, varian dasar Pantsir-S1 yang ditawarkan oleh Rusia menggunakan sasis truk, jadi harus berhitung dengan cermat kansnya saat hendak melawan ranpur. Salah perhitungan, kulit truk pembawa modul Pantsir-S1 malah dijebol oleh ranpur lawan.

Dari sisi rudal, varian 9M331 digantikan oleh 9M335 (57E6). Bentuk rudalnya masih mirip, dengan tabung booster di ekor yang terlepas pada jarak tertentu dari peluncur. Rudal didorong keluar secara soft launch, menggunakan cartridge gas terkompresi untuk menghindari kendala asap pembakaran yang mengganggu sensor. Rudal diluncurkan tidak secara boresight, tetapi sedikit meluncur kearah luar, lagi-lagi untuk meminimalkan asap yang mengganggu sistem optik. Kurang lebih dua meter dari peluncuran, booster mengambil alih dan medorong rudal sampai kecepatan tinggi. Sampai titik tertentu, lebih kurang 2 kilometer, booster yang kehabisan bahan bakar kemudian terlepas, sehingga rudal benar-benar meluncur dengan daya kinetik, dikontrol oleh sayap kecil (canard) di bagian depan sampai menuju sasaran.

Saat dipicu oleh sumbu jarak (proximity fuze), bahan peledaknya akan melontarkan fragmentasi 47 silinder baja kecil berukuran diameter 4-9mm dan panjang 500mm dengan berat 2-3 gram, yang mampu menembus logam dengan kecepatan tinggi. Radius mematikan dari sebaran silinder ini adalah 5 meter, jadi diperkirakan saat meledak dekat dengan sasaran, maka energi kinetik yang dihasilkan mampu merusak kulit pesawat atau helikopter.

57E6/ 9M335 memiliki jangkauan jarak yang lebih baik, yaitu mencapai 20km dengan ketinggian maksimal 15km untuk mengimbangi kemampuan radar PESA, serta tentunya memberikan keyakinan pencegatan yang lebih baik dan waktu reaksi kanon sebagai pertahanan terakhir apabila rudalnya gagal.


Kecepatan rudalnya juga dibenahi dengan penggunaan bahan-bakar padat jenis baru, yang mampu mendorong rudal berakselerasi pada kecepatan 1.300m/detik dalam waktu dua detik pada fase peluncuran, dilanjutkan 1.100m/detik pada kecepatan fase terminal. Versi ekspornya yaitu 57E6-E konon lebih hebat lagi, mampu mencapai 1.300m/detik pada awal fase kedua, dan masih mempertahankan kecepatan 900m/detik pada jarak 12km.  Artinya, 9M335 mampu mencegat dan mengejar sasaran dengan dimensi kecil seperti rudal jelajah supersonik atau bahkan rudal udara-darat yang memiliki kecepatan tinggi. Sebanyak 12 rudal dalam silinder individual bisa dibawa oleh Pantsir S-1.




Sumber : ARC

5 komentar:

  1. sudah masuk daftar belanja MEF II untuk TNI AD

    BalasHapus
  2. Sering diulas alutsista ini, apa sudah dibungkus yah

    BalasHapus
  3. Sebaiknya setiap pangkalan udara yang memiliki skuadron tempur memiliki minimal 1 baterai model ini, dijamin ausshit gak berani masuk indonesia

    BalasHapus
  4. bener-bener maut n multy fungsi...

    BalasHapus
  5. padahal dulu kita mau di kasih lisensi untuk pembuatan sendiri senjata yg mengerikan ini, dan bisa di pasang di kapal-kapal angkatan laut yg minim akan persenjataan pertahanan udara,...tapi kembali lagi kepada pemimpin negri ini yg takut terhadap pengaruh as sama antek-anteknya yg selalu menusuk dari belakang.

    BalasHapus