JAKARTA-(IDB) : Pusat Teknologi Penerbangan Lapan tengah bergegas
melaksanakan penelitian, pengembangan, serta desain dari pesawat N219.
Dukungan dan komitmen dari pemerintah telah didapat melalui persetujuan
DPR atas alokasi sejumlah dana untuk pengembangan N219.
Pada 2014 direncanakan sudah mulai proses pembuatan N219 dan target untuk terbang perdana pesawat tersebut pada 2015. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Lapan Bambang S Tejasukmana ketika membuka Seminar Teknologi Penerbangan 2013 di Auditorium Dirgantara, Kantor Pusat Lapan, Jakarta, Rabu (25/9).
Pada 2014 direncanakan sudah mulai proses pembuatan N219 dan target untuk terbang perdana pesawat tersebut pada 2015. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Lapan Bambang S Tejasukmana ketika membuka Seminar Teknologi Penerbangan 2013 di Auditorium Dirgantara, Kantor Pusat Lapan, Jakarta, Rabu (25/9).
"Pesawat N219 diharapkan tidak hanya lulus uji first flight,
tetapi juga berhasil membawa penumpang serta mendapat sertifikasi
sebagai pesawat yang bisa membawa 19 penumpang, dan yang paling penting
bisa menghubungkan antarpulau di Indonesia," jelas Bambang.
Berkaca pada pengalaman pesawat N250,
Bambang menambahkan, Lapan harus mengerjakan N219 dengan sangat teliti
dan memperhatikan faktor risiko dalam pengembangan N219. Untuk itu,
Lapan membutuhkan peran dari konsultan teknologi penerbangan, tidak
hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
Selain N219, Lapan juga mengembangkan pesawat dengan 2 penumpang yang bisa menjalankan fungsi surveillance selama 8 jam secara autonomous. Pesawat ini disebut Lapan Surveillance Aircraft (LSA) dan merupakan hasil kerjasama dengan TU Berlin, Jerman.
"Sekitar Oktober 2013 pesawat akan sudah ada di sini, kita akan assembly
di Curug (Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan-red). Kita
berharap LSA mampu terbang perdana sebelum peringatan HUT ke 50 Lapan
pada 27 November 2013," ujar Bambang.
Sementara itu, dalam demo pemanfaatan pesawat LSA pada 2014 nanti diharapkan pesawat tersebut bisa tandem
dengan kapal laut milik TNI AL dalam memantau wilayah Indonesia. Sejauh
ini, kerja sama Lapan dengan TNI AL sudah terjalin sangat baik. Lebih
jauh, pesawat LSA mampu berperan optimal dalam memenuhi kebutuhan sektor
pengawasan wilayah teritori Indonesia, pemantauan perbatasan maupun
permintaan secara spesifik untuk pemantauan Zona Potensi Penangkapan
Ikan (ZPPI).
Dengan adanya pengembangan dua pesawat
tersebut, Lapan terus berupaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
SDM. Salah satunya dengan Seminar Teknologi Penerbangan yang mengambil
tema Sistem Komunikasi, Navigasi dan Pemantauan Penerbangan Terintegrasi
yang Handal.
"Tema seminar hari ini sangat penting untuk
pengembangan teknologi penerbangan Lapan. Diharapkan setelah seminar
selesai, bisa keluar rekomendasi-rekomendasi yang baik untuk
pengembangan pesawat yang dimaksud," kata Bambang menutup sambutannya.
Pada sesi pertama, seminar diisi oleh Budhi
Muliawan Suyitno selaku Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang
Keselamatan dan Regulasi (dengan tema Sistem Navigasi), Andi Eka Satya
selaku Kepala BMKG (dengan tema Cuaca dan Navigasi), Hisar Pasaribu dari
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB (dengan tema Bandar
Udara dan SDM), serta Sudharmono dari PT. Regio Aviasi Industri (dengan
tema Teknologi Sistem Navigasi).
Sementara pada sesi kedua presentasi
disampaikan oleh Ahmad Nurdin Aulia selaku perwakilan dari Direktorat
Standardisasi dan Sertifikasi Navigasi Ditjen Hubud, Kementerian
Perhubungan (dengan tema Regulasi Navigasi), Herman Irsadi selaku
perwakilan dari Direktur Keselamatan dan Standard Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) (dengan tema Operator
Navigasi) serta Putut Wibisono dari Balai Besar Kalibrasi Fasilitas
Penerbangan Ditjen Hubud, Kementerian Perhubungan (dengan tema Kalibrasi
dan Sistem Navigasi).
Sumber : Lapan
Ke depan, PT DI musti mengembangkan heavy air lifter sebagai pengganti Hercules buat TNI AU, 20 tahun lagi Herky musti pensiun dan saat itu kita sudah harus bisa membuat sendiri pesawat angkut militer sekelas Herkules atau Globemaster, untuk medium air lifter cukup CN295 dan untuk light airlifter cukup CN235
BalasHapusBetul Mas Bro, Airbus punya A 400 M,siapa tahu EADS mau kasih ilmu ke PT Dirgantara Indonesia lewat Joint Production, tapi kita harus beli pesawatnya dulu baru kemudian kita minta ToT nya.
Hapus