WASHINGTON-(IDB) : Amerika Serikat sadar bahwa kekuatan pesawat pembomnya sudah sulit
menghadapi ancaman saat ini yang seolah tanpa batas. Seperti halnya
negara China yang terus meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya
secara signifikan, China akan menjadi musuh potensial bagi AS. Tentu
saja AS harus segera memodernisasi armada pembomnya yang saat ini
terbilang sudah uzur. Bila hal ini gagal, maka akan mengakibatkan
kemunduran besar bagi AS, karena musuh di masa depan pasti akan mulai
menyerang titik-titik terlemah dari AS.
Bom memang telah memainkan peran penting dalam konflik-konflik
terdahulu. Dari Balkan ke Afghanistan ke Irak hingga ke Libya, armada
pesawat pembom AS yang diterbangkan dari jarak jauh telah terbukti
sangat efektif mengalahkan musuh yang beragam.
Yang diinginkan AS adalah pembom kelas berat yang unik, multifungsi dan hemat biaya perawatan. Definisi dari pembom kelas berat adalah jangkauannya yang jauh dan muatannya yang banyak. Fitur-fitur semacam ini memungkinkan bagi pesawat pembom untuk beradaptasi dengan situasi ancaman, yang mana hal ini tidak bisa dilakukan oleh pesawat taktis kecil berawak dan tidak berawak. Sebagai contoh, pembom B-52 AS yang memuai debutnya sebagai pesawat pembom nuklir high-flying, tapi kemudian pembom B-52 berubah menjadi penetrator level rendah, menjadi pembom konvensional dan akhirnya menjadi pesawat serbaguna yang bisa meluncurkan rudal jelajah.
Pesawat pembom berat terbaru AS saat ini merupakan hasil rancangan lebih dari 30 tahun lalu. Armada pembom AS memang masih kuat, namun sudah cukup tua. Armada pembom AS terdiri dari 76 unit B-52 Stratofortresses rata-rata 50 tahun, 63 B-1 Lancers rata-rata 28 tahun, dan 20 B-2 Spirit rata-rata 20 tahun. Setiap pembom rata-rata bisa terbang sejauh 6.000 mil atau lebih. Khusus B-52, pesawat ini menjadi solusi kebuntuan AS untuk penggunaan rudal jelajah, B-1 adalah satu-satunya pembom yang berkecepatan supersonik, dan B-2 adalah satu-satunya pembom siluman AS. Ketiga jenis pembom AS tersebut saat ini mengalami masalah yang sama yaitu usia.
Dunia sudah berubah, Uni Soviet telah pecah dan China telah bangkit. Teknologi lama senjata pemusnah massal telah menyebar ke negara-negara yang sebelumnya belum pernah memiliki teknologi ini. Singkatnya, hampir semua ancaman terhadap AS telah berubah sejak terakhir kali AS mengembangkan pesawat pembom baru. Pada saatnya, tidak lagi terbilang layak bagi AS untuk tetap menggunakan sistem tempur lama untuk menghadapi ancaman saat ini.
Meskipun ancaman terhadap AS semakin meningkat di era baru ini, namun AS masih mendominasi udara dunia. Musuh "kecil" seperti Taliban hampir tidak memilki alutsista yang mumpuni untuk menghadapi pasukan AS di udara, di laut atau bahkan dalam pertempuran konvensional di darat, tentu saja. Armada pembom tua dan pesawat taktis AS selama ini memang dianggap masih bisa beradaptasi dengan tuntutan perang jenis baru. Karena alasan inilah perencana militer AS kuat ditekankan pemerintahnya (hanya) untuk mengupgrade sistem tempur darat mereka saja ketimbang mengupgrade pembom-pembom ini.
Upaya untuk mendapatkan pesawat pembom baru juga berulang kali tertunda.
Ketika Perang Dingin berakhir, Departemen Pertahanan AS menghentikan
produksi B-2 dan menghentikan pengembangan pembom baru, ini untuk
pertama kalinya sejak tahun 1920-an. Rencana untuk membuat pembom baru
juga tertunda karena "melemahnya" ancaman terhadap AS dan munculnya
teknologi baru yang bisa menambah usia pakai pesawat pembom. Akhirnya,
AS tidak mengembangkan pembom kelas berat baru dalam tiga dekade
terakhir.
Saat ini Angkatan Udara AS (USAF) sudah memiliki rencana untuk mengembangkan pesawat pembom baru. USAF sudah menganggarkan US$ 6 miliar untuk pengembangan Long Range Strike Bomber (LRS-B) untuk 2013 hingga 2017. Bila berhasil, setidaknya USAF akan membeli 80-100 pembom ini dengan harga rata-rata per unit US $ 550 juta, dengan rencana operasional pertama pada tahun 2025. Meskipun rincian pesawat pembom ini masih dirahasiakan, para analis memprediksi pembom baru AS ini akan dapat beroperasi secara otonom di wilayah udara musuh, membawa berbagai bom ke seluruh dunia.
Kemampuan serangnya juga akan ditingkatkan layaknya pengembangan sebuah senjata baru. Setidaknya ini akan memakan waktu 20 tahun mulai dari pengembangan, produksi hingga penyebaran dari LRS-B. Tidak hanya mengembangkan pembom yang memiliki persenjataan dan jangkauan yang lebih dari pembom-pembom sebelumnya, namun AS menginginkan pembom yang awet seperti yang tahan terhadap korosi logam.
Yang diinginkan AS adalah pembom kelas berat yang unik, multifungsi dan hemat biaya perawatan. Definisi dari pembom kelas berat adalah jangkauannya yang jauh dan muatannya yang banyak. Fitur-fitur semacam ini memungkinkan bagi pesawat pembom untuk beradaptasi dengan situasi ancaman, yang mana hal ini tidak bisa dilakukan oleh pesawat taktis kecil berawak dan tidak berawak. Sebagai contoh, pembom B-52 AS yang memuai debutnya sebagai pesawat pembom nuklir high-flying, tapi kemudian pembom B-52 berubah menjadi penetrator level rendah, menjadi pembom konvensional dan akhirnya menjadi pesawat serbaguna yang bisa meluncurkan rudal jelajah.
Pesawat pembom berat terbaru AS saat ini merupakan hasil rancangan lebih dari 30 tahun lalu. Armada pembom AS memang masih kuat, namun sudah cukup tua. Armada pembom AS terdiri dari 76 unit B-52 Stratofortresses rata-rata 50 tahun, 63 B-1 Lancers rata-rata 28 tahun, dan 20 B-2 Spirit rata-rata 20 tahun. Setiap pembom rata-rata bisa terbang sejauh 6.000 mil atau lebih. Khusus B-52, pesawat ini menjadi solusi kebuntuan AS untuk penggunaan rudal jelajah, B-1 adalah satu-satunya pembom yang berkecepatan supersonik, dan B-2 adalah satu-satunya pembom siluman AS. Ketiga jenis pembom AS tersebut saat ini mengalami masalah yang sama yaitu usia.
Dunia sudah berubah, Uni Soviet telah pecah dan China telah bangkit. Teknologi lama senjata pemusnah massal telah menyebar ke negara-negara yang sebelumnya belum pernah memiliki teknologi ini. Singkatnya, hampir semua ancaman terhadap AS telah berubah sejak terakhir kali AS mengembangkan pesawat pembom baru. Pada saatnya, tidak lagi terbilang layak bagi AS untuk tetap menggunakan sistem tempur lama untuk menghadapi ancaman saat ini.
Meskipun ancaman terhadap AS semakin meningkat di era baru ini, namun AS masih mendominasi udara dunia. Musuh "kecil" seperti Taliban hampir tidak memilki alutsista yang mumpuni untuk menghadapi pasukan AS di udara, di laut atau bahkan dalam pertempuran konvensional di darat, tentu saja. Armada pembom tua dan pesawat taktis AS selama ini memang dianggap masih bisa beradaptasi dengan tuntutan perang jenis baru. Karena alasan inilah perencana militer AS kuat ditekankan pemerintahnya (hanya) untuk mengupgrade sistem tempur darat mereka saja ketimbang mengupgrade pembom-pembom ini.
Pembom siluman AS B-2 Spirit |
Saat ini Angkatan Udara AS (USAF) sudah memiliki rencana untuk mengembangkan pesawat pembom baru. USAF sudah menganggarkan US$ 6 miliar untuk pengembangan Long Range Strike Bomber (LRS-B) untuk 2013 hingga 2017. Bila berhasil, setidaknya USAF akan membeli 80-100 pembom ini dengan harga rata-rata per unit US $ 550 juta, dengan rencana operasional pertama pada tahun 2025. Meskipun rincian pesawat pembom ini masih dirahasiakan, para analis memprediksi pembom baru AS ini akan dapat beroperasi secara otonom di wilayah udara musuh, membawa berbagai bom ke seluruh dunia.
Kemampuan serangnya juga akan ditingkatkan layaknya pengembangan sebuah senjata baru. Setidaknya ini akan memakan waktu 20 tahun mulai dari pengembangan, produksi hingga penyebaran dari LRS-B. Tidak hanya mengembangkan pembom yang memiliki persenjataan dan jangkauan yang lebih dari pembom-pembom sebelumnya, namun AS menginginkan pembom yang awet seperti yang tahan terhadap korosi logam.
Selama masa penantian ini, USAF tentu saja masih harus mempertahankan
pesawat-pesawat pembom tuanya untuk menjalankan semua misinya. Berhasil
atau tidak pengembangan ini, waktu yang akan menjawabnya. Karena bila
gagal maka akan berakibat fatal bagi AS.
Sumber : Artileri
USAF sementar ini masih selangkah lebih maju dari AU lainnya di dunia. Russia masih dalam tahap 'melengkapi' jumlah TU 160 Blackjack nya (pembom yang bertipe serupa dengan B 1 USAF, namun dengan jumlah load bom dan kecepatan lebih tinggi) hingga mencapai jumlah kekuatan minimum.
BalasHapusMungkin Indonesia bisa meng'impor' Arsenal USAF terutama armada bomber-nya untuk melengkapi 32 F-16 yang diretrofit..... Minimal 5 B-2 Spirit :d
BalasHapusby Su 35
Pecinta barang bekas pasti dah siap siap nih..dasar
BalasHapusMr. Su 35...rasanya mustahil, lagian untuk keperluan apa kita beli B-2 spirit (belum2 pasti udah dicap agresor, sekutu dekatnya macam Israel saja pasti ditolak kalo mau minta B-2, apalagi Indonesia), belum lagi ongkos perawatannya sangat mahal (contoh untuk perawatan 'kulitnya' yang anti radar).
BalasHapusAnda benar dalam hal ini..... saya bermaksud kalaupun indonesia tercinta ini beli barang bekas, lain kali beli barang bekasnya yg punya efek deterjen yang rruar biasa, ya contohnya B-2 Spirit ini...
Hapusby SU 35
Indonesia jangan dulu fokus buat fighter lontong KS sama SAM pendek sama menengah Lengkapi radar yang bolong2 aja dlu. Jangan miikir pembom dlu ntar malah pilek MEF dlu
BalasHapussetuju analisa nya mas bro yg mendesak kapal selam,, rudal jarak pendek/menengah,, pesawat tempur sergap,, UAV dgn senjata,, helikopter serbu dan kapal laut rudal,,, itu dulu selanjut nya baru yg lain...
HapusKalau B-2 ga usah ngimpi bung.. Itu perawatan kecantikan di natasha nya harganya bisa selangit..
BalasHapusB-2 spirit tuw butuh hanggar khusus, untuk melindungi kualitas kulitnya.. Jd kalu di indonesia ga battle prov deh..
Soalnya dsini sering hujan dan panas.. Nanti kulitnya rusak.. Terus silumannya ga kepake.. Jd bwat apa..
Nah kalu b-52.. Kayaknya kalu taun dpan purnomo jd menhan mungkin tuw.. Kan soalnya suka barang rosok.. ..
pemulung alutsista bentar lagi....
BalasHapusKagak mungkin dijual tuh B-52, meski sudah berusia lanjut, bagaimanapun itu adalah arsenal strategis, bisa terbang nonstop separuh bola bumi (ribuan kilometer) untuk menyerang sasaran terpilih. Dan saya rasa biaya operasionalnya juga tidak murah....coba saja pesawat buatan awal 1960, suku cadangnya juga pasti dibuat secara terbatas. Mending kalo saran saya daripada pembom beginian mending kita tambah armada pesawat tempur taktis macam SU 30, yang bisa menyerang sasaran dari sabang sampe merauke.
BalasHapusBlack Manta...hahaha
BalasHapusAS sudah menaruh tentaranya d australia,strategi perang modern mengedepankan penyerangan AU baru arsenal yg lainnya,guna menangkal serangan AU agresor negara ini harus memiliki tameng angkasa seperti S300
BalasHapusSuka bomber??? Khusus tni au lebih baik pake yang kecil aja! SUKHOI 34 THUNDER....IS THE BEST FOR INDONESIAN AIR FORCE
BalasHapusNambah sekalian rudal brahmost buat sukhoi 34 dah mantap buat deterence RI.
BalasHapusSetuju dengan ano 18.50 dan 18.52. SU 34 memiliki jangkauan paling jauh dibandingkan varian SU lainnya, dengan refueling dan ferry bisa menjangkau setiap titik di ASEAN bahkan LCS. Fighter pilots make movies, bomber pilots make history.
BalasHapusLucu ya kalo indo beli B2,
BalasHapusBuat apa lhooo,..???
Ngebom OPM...?
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusyg pasti pesawat pembom AS terbaru pasti tanpa awak, shg berani menusuk menuju sasaran jauh ke belakang garis pertahanan musuh, tak bakal rugi kehilangan pilot kalo dulu jepang jaman PDII pake kamikaze masi pake orang. jadi berperang tanpa jatuh korban. semoga para pemimpin kita udah mikir kesitu.
BalasHapus