LEBANON-(IDB) : Komandan Satuan Tugas Indonesian Batallion
(Indobatt) Konga XXIII-F/UNIFIL (United Nations Interim Force In
Lebanon), Letkol Inf Suharto Sudarsono melepas keberangkatan 147
prajurit Indobatt kembali ke tanah air setelah masa tugasnya selama satu
tahun di Lebanon dinyatakan telah selesai, pelepasan gelombang pertama
ini dilaksanakan di lapangan Soekarno, Markas Indobatt UN Posn 7-1,
Adshid Al Qusayr, Lebanon Selatan, Jumat, (30/11). Gelombang pertama
kepulangan ini dipimpin oleh Wadansatgas Indobatt Letkol Mar FJH
Pardosi.
Dalam sambutannya Dansatgas Indobatt menyampaikan ucapan terima kasih
atas dedikasi, disiplin dan loyalitas yang telah ditunjukan seluruh
prajurit Indobatt dalam melaksanakan tugasnya mengemban misi perdamaian
UNIFIL di Lebanon, sehingga dapat menghantarkan Satgas Batalyon
Kontingen Garuda XXIII-F/UNIFIL melaksanakan tugas pokoknya dengan baik.
Lebih lanjut Dansatgas berharap, walaupun tugas misi perdamaian telah
usai namun kebersamaan dan ikatan kekeluargaan yang telah terjalin
dengan baik selama ini, hendaknya dipelihara hingga sekembalinya ke
tanah air dan kesatuan masing-masing.
Usai memberikan sambutan, Dansatgas memberikan plakat penghargaan
kepada seluruh prajurit Indobatt sebagai tanda ucapan terima kasih dan
bentuk apresiasi atas pelaksanaan tugas yang telah ditunjukan.
Personel Satgas Kontingen Garuda XXIII-F/UNIFIL (Indobatt) berjumlah
1.018 orang, kepulangannya ke tanah air dibagi menjadi 6 gelombang
penerbangan dan setelah kepulangan ini misi selanjutnya akan digantikan
oleh Satgas Konga XXIII-G/UNIFIL.
Sumber : Poskota
AS Siap Kirim Pasukan untuk Memerdekakan Papua
BalasHapusAsing akan tetap melibatkan diri dengan urusan Papua. Itulah yang menjadi perhatian Hariyadi Wirawan ketika diwawancarai itoday, Senin (20/2).
Asing terlibat karena persoalan Papua tidak pernah selesai, tutur pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia ini.
Bendera Bintang Kejora
(Foto: Istimewa / itoday.co.id)
Menurutnya, apa yang terjadi di Papua sekarang, jelas mengikuti skenario kemerdekaan Kosovo, yang berhasil memerdekakan dirinya dengan bantuan lembaga internasional. Hal ini terlihat dengan didaftarkannya kemerdekaan Papua Barat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) minggu lalu.
Jika asing melihat masalah Papua sebagai sebuah isu internasional yang hangat, dan menganggap Indonesia tidak peduli. Maka kesempatan Papua untuk merdeka akan semakin besar, jelasnya.
Hariyadi mengingatkan, keberadaan AS di Darwin, Australia, walau sebenarnya adalah untuk membendung Cina, tetapi jika masalah Papua semakin memanas, dan memperoleh pengakuan lembaga internasional sebagai sebuah negara merdeka, maka pangkalan AS di Darwin akan menjadi pangkalan yang bersifat multifungsi.
AS akan mengerahkan pasukannya di Darwin guna melindungi Papua, jika Indonesia nantinya menolak kemerdekaan Papua yang disahkan PBB secara sepihak, kata Hariyadi.
Apa yang dikatakan Hariyadi mengenai ancaman pangkalan AS di Darwin memang tidak bisa dianggap enteng. Sebab posisi Darwin sangat untuk mendukung posisi AS di ASEAN dan Laut Cina Selatan, atas Cina dan Rusia.
Tidak hanya itu, posisi Darwin juga memudahkan AS untuk mengirimkan pasukannya dengan menggunakan kapal selam dan kapal induk, ke berbagai belahan dunia, khususnya Asia Pasifik.
Bagi Hariyadi, alasan mengapa masalah Papua tidak pernah selesai, karena pemerintah selalu menggunakan cara represif dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Sedangkan cara pendekatan lainnya kurang maksimal, sebab tim yang dibentuk selalu saja tidak bekerja dengan semestinya.