JAKARTA-(IDB) : Sepintas pesawat itu mirip dengan
pendahulunya N-250. Karena wajar, terlebih pesawat masa depan Indonesia
ini, merupakan turunan dari pendahulunya yang baru saja dirancang pada
tahun 2004.
Mendapat dukungan dari sang ayah yang juga merupakan perintis pesawat terbang nasional sekaligus arsitek terbangunnya pesawat N-250, Ilham Akbar Habibie mencoba merancang sendiri pesawat yang digadang-gadang bakal menjadi kebanggan bangsa Indonesia.
“Namun, ini masih sebatas rancangan kasar, belum selesai secara keseluruhan,” kata Ilham Habibie saat berbincang santai dengan Okezone di kantornya, di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Akan tetapi, lanjut putra sulung presiden RI ke-3 ini, setidaknya orang Indonesia telah mampu berpikir jauh bagaimana menciptakan pesawat yang mampu mengangkut jutaan masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Dengan Regio Prop yang mampu mengangkut 50 hingga 70 penumpang, diharapkan dapat terealisasi dengan mulus. Sang arsitek yang telah lama mengenyam pendidikan di Jerman itu, mengaku bangga bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negeri ini melalui karya-karyanya.
Pesawat rancangannya ini juga tidak asal-asalan, terlebih ini didukung juga dengan sistem keamanan, dengan menggunakan teknologi tinggi semacam software atau sistem yang memberi batasan kontrol pada pilot ketika tengah mengendalikan pesawat itu di udara.
“Dulu 1998, belum banyak pesawat yang menggunakan teknologi fly-by-wire, kalau sekarang di buat fly-by-wire dibandingkan dengan fly-by-hidrolic dan cable. Itu mungkin kalau dihitung secara biaya, lebih mahal yang konvensional,” paparnya.
Ilham pun meyakini bahwa pesawat yang kini tengah dikembangkannya (Regio Prop) adalah primadona yang bakal laris manis di pasaran pesawat terbang, khususnya di Indonesia.
“Saat ini kalau kita lihat di lapangan, di pasar, yang diperlukan adalah pesawat itu (Regio Prop). Pesawat ini bisa dibeli atau dijual ratusan di Indonesia, karena itu yang diperlukan,” jelasnya.
Ilham mengungkapkan, sejak dahulu telah memprediksi bahwa di masa mendatang, dengan sendirinya akan diperlukan pesawat terbang dan bila perkembangannya terus belanjut, juga bisa sebagai tulang punggung daripada infrastruktur.
Mengudara 2018
Mendapat dukungan dari sang ayah yang juga merupakan perintis pesawat terbang nasional sekaligus arsitek terbangunnya pesawat N-250, Ilham Akbar Habibie mencoba merancang sendiri pesawat yang digadang-gadang bakal menjadi kebanggan bangsa Indonesia.
“Namun, ini masih sebatas rancangan kasar, belum selesai secara keseluruhan,” kata Ilham Habibie saat berbincang santai dengan Okezone di kantornya, di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Akan tetapi, lanjut putra sulung presiden RI ke-3 ini, setidaknya orang Indonesia telah mampu berpikir jauh bagaimana menciptakan pesawat yang mampu mengangkut jutaan masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Dengan Regio Prop yang mampu mengangkut 50 hingga 70 penumpang, diharapkan dapat terealisasi dengan mulus. Sang arsitek yang telah lama mengenyam pendidikan di Jerman itu, mengaku bangga bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negeri ini melalui karya-karyanya.
Pesawat rancangannya ini juga tidak asal-asalan, terlebih ini didukung juga dengan sistem keamanan, dengan menggunakan teknologi tinggi semacam software atau sistem yang memberi batasan kontrol pada pilot ketika tengah mengendalikan pesawat itu di udara.
“Dulu 1998, belum banyak pesawat yang menggunakan teknologi fly-by-wire, kalau sekarang di buat fly-by-wire dibandingkan dengan fly-by-hidrolic dan cable. Itu mungkin kalau dihitung secara biaya, lebih mahal yang konvensional,” paparnya.
Ilham pun meyakini bahwa pesawat yang kini tengah dikembangkannya (Regio Prop) adalah primadona yang bakal laris manis di pasaran pesawat terbang, khususnya di Indonesia.
“Saat ini kalau kita lihat di lapangan, di pasar, yang diperlukan adalah pesawat itu (Regio Prop). Pesawat ini bisa dibeli atau dijual ratusan di Indonesia, karena itu yang diperlukan,” jelasnya.
Ilham mengungkapkan, sejak dahulu telah memprediksi bahwa di masa mendatang, dengan sendirinya akan diperlukan pesawat terbang dan bila perkembangannya terus belanjut, juga bisa sebagai tulang punggung daripada infrastruktur.
Mengudara 2018
Pesawat terbang baling-baling (Regio Prop), yang akan dibuat melalui PT Regio Aviasi Industri, masih perlu dirumuskan serta dikembangkan, baik dari sisi desain, kapasitas penumpang, sistem pesawat serta teknologi yang diusungnya. Meskipun masih konseptual, namun Agung Nugroho, Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri, optimis pesawat ini sudah dapat mengudara di wilayah Nusantara pada 2018.
“Proyek (Regio Prop) ini dimulai di 2004, di mana N-250, merupakan semangat untuk kami meneruskan pesawat terbang tersebut. Namun dari sisi teknologi, sistem serta desain lebih canggih dari N-250,” ujar Agung kepada Okezone melalui sambungan telefon.
Ia menjelaskan, ketika itu (di 2004), proyek ini mendapatkan bantuan dari IDB (Islamic Development Bank) sebesar USD200 juta atau sekira Rp1,9 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, nantinya, akan menggandeng PTDI untuk memberdayakan kembali, apakah nantinya para tenaga ahli di PTDI bisa direkrut kembali, baik kalangan tua atau mudanya.
“Saat ini masih tahapan konseptual design, dari situ kemudian ada tes dengan pasar kepada airlines. Kemudian apa-apa saja yang diperlukan, lalu mengelola seperti operating serta biaya,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, nantinya Regio Prop akan melewati proses sertifikasi pesawat melalui pemerintah Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Penerbangan Udara. “Insya Allah pada 2018, pesawat ini akan meluncur setelah melalui uji coba tersebut,” tuturnya.
Uji coba ini akan dilakukan guna menguji sistem pesawat terbang seperti tes aerodinamika, struktur pesawat, sistem electrical dan lain-lain. “Ini akan memakan waktu 4-5 tahun,” tambahnya.
Lebih detail Agung menjelaskan, Regio Prop berjarak tempuh sekira 400-600 kilometer. Pesawat ini dirancang sebagai pesawat cepat dan penerbangan jarak menengah. Meskipun belum fix dan masih tahap konseptual, namun kabarnya pesawat ini, direncanakan berkapasitas sekira 50-70 penumpang. “Awal 2013, kita akan mulai visibility study, technical serta market,” imbuhnya.
Ekonomis, Pesawat Regio Prop Cocok di Langit Indonesia
Masyarakat Indonesia bersiap dimanjakan dengan Regio Prop, armada
angkasa sebagai pengembangan terbaru sekaligus perwujudan dari kobaran
semangat pesawat terbang N-250 yang sempat terhenti lebih dari satu
dasawarsa.
Pesawat buatan dalam negeri itu akan dilanjutkan pengembangannya melalui PT Regio Aviasi Industri yang digawangi oleh Ilham Akbar Habibie, putra sulung Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pesawat terbang ini memiliki keunggulan dari berbagai sisi, di samping cocok untuk kondisi geografis wilayah Indonesia, juga memiliki sisi ekonomis terkait harga tiket yang nantinya bisa semakin terjangkau.
Ilham Akbar Habibie, yang bertindak sebagai Program Director Regio Prop kepada Okezone menegaskan, ide pembuatan pesawat terbang ini dimulai sejak 2004. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, diperkirakan proyek ini menelan dana hingga USD500 juta (Rp4,8 triliun) untuk sekira 10 sampai dengan 12 armada pesawat terbang (Regio Prop).
Lalu apa yang membuatnya tertarik untuk melanjutkan proyek ini. Secara terknologi pesawat terbang tidak hanya menarik, tetapi juga dari sisi kompleksitas tingkat tinggi yang ada pada bidang pesawat terbang tersebut. Ia juga mengaku, mengimplementasikan rancangan pesawat terbang adalah tidak mudah.
“Ini menjadi tantangan tersendiri, karena untuk pengembangan ini butuh lima tahun, bisa Anda bayangkan ini terbilang cepat. Sementara banyak perusahaan seperti Boeing dan Airbus yang mengembangkan pesawat bisa sampai 7 hingga 8 tahun, karena kompleksitas, banyak juga tantangan dari segi management, finance dan sebagainya,” jelasnya.
Kendati sulit dan terjal, kekecewaan Ilham beberapa tahun silam bakal terjawab, di mana waktu itu industri pesawat terbang nasional kurang mendapatkan apresiasi. Namun, lanjutnya, kini zamannya telah berbeda, banyak orang yang ditemuinya mendukung dan bersemangat untuk pengembangan pesawat terbang, khususnya pesawat terbang Regio Prop yang kini masih dalam fase konseptual.
“Bisa dilihat dengan mata kepala kita, apabila kita ke lapangan udara, itu sudah seperti stasiun bus. Jadi, ini menunjukkan bahwa banyak orang senang (dengan moda transportasi tersebut). Dulu mungkin orang tidak mengerti, kini orang biasa juga (memilih) naik pesawat, dan itu sangat bermanfaat,” tuturnya.
Dengan preferensi masyarakat yang lebih senang memilih pesawat terbang sebagai alat transportasi, maka menurutnya, ini menunjukkan daya beli masyarakat semakin meningkat. “Harga tiket pesawat tidak setinggi langit seperti dulu. Ini sudah sangat affordable (terjangkau),” tambahnya.
Pria kelahiran Jerman ini melihat masyarakat kini sudah mulai mengerti di Indonesia, perlu pesawat terbang. Sebab, pesawat terbang menurutnya sangat layak secara ekonomis, serta sangat mendukung untuk negara yang besar dan luas, seperti di Indonesia.
Orang kini mulai melihat, ternyata pesawat terbang itu sangat layak secara ekonomis dan pesawat yang diperlukan itu rupanya, yang selalu ia katakan “persis kijang terbang”. Namun, dengan harga yang relatif murah, handal, bandel, tidak cepat rusak, bisa terbang kemanapun dan mendarat di landasan bandar udara yang juga tidak terlalu panjang.
“Terkadang kendala yang ada, masih agak pendek landasan itu, untuk pesawat jet terlalu pendek. Oleh karena itu, ini menjadi salah satu keunggulan dari pesawat terbang baling-baling, (selain mendukung landasan yang tidak terlalu panjang), pesawat baling-baling bisa lebih murah, serta dari segi konsumsi bahan bakar lebih irit,” jelasnya.
Pesawat buatan dalam negeri itu akan dilanjutkan pengembangannya melalui PT Regio Aviasi Industri yang digawangi oleh Ilham Akbar Habibie, putra sulung Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pesawat terbang ini memiliki keunggulan dari berbagai sisi, di samping cocok untuk kondisi geografis wilayah Indonesia, juga memiliki sisi ekonomis terkait harga tiket yang nantinya bisa semakin terjangkau.
Ilham Akbar Habibie, yang bertindak sebagai Program Director Regio Prop kepada Okezone menegaskan, ide pembuatan pesawat terbang ini dimulai sejak 2004. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, diperkirakan proyek ini menelan dana hingga USD500 juta (Rp4,8 triliun) untuk sekira 10 sampai dengan 12 armada pesawat terbang (Regio Prop).
Lalu apa yang membuatnya tertarik untuk melanjutkan proyek ini. Secara terknologi pesawat terbang tidak hanya menarik, tetapi juga dari sisi kompleksitas tingkat tinggi yang ada pada bidang pesawat terbang tersebut. Ia juga mengaku, mengimplementasikan rancangan pesawat terbang adalah tidak mudah.
“Ini menjadi tantangan tersendiri, karena untuk pengembangan ini butuh lima tahun, bisa Anda bayangkan ini terbilang cepat. Sementara banyak perusahaan seperti Boeing dan Airbus yang mengembangkan pesawat bisa sampai 7 hingga 8 tahun, karena kompleksitas, banyak juga tantangan dari segi management, finance dan sebagainya,” jelasnya.
Kendati sulit dan terjal, kekecewaan Ilham beberapa tahun silam bakal terjawab, di mana waktu itu industri pesawat terbang nasional kurang mendapatkan apresiasi. Namun, lanjutnya, kini zamannya telah berbeda, banyak orang yang ditemuinya mendukung dan bersemangat untuk pengembangan pesawat terbang, khususnya pesawat terbang Regio Prop yang kini masih dalam fase konseptual.
“Bisa dilihat dengan mata kepala kita, apabila kita ke lapangan udara, itu sudah seperti stasiun bus. Jadi, ini menunjukkan bahwa banyak orang senang (dengan moda transportasi tersebut). Dulu mungkin orang tidak mengerti, kini orang biasa juga (memilih) naik pesawat, dan itu sangat bermanfaat,” tuturnya.
Dengan preferensi masyarakat yang lebih senang memilih pesawat terbang sebagai alat transportasi, maka menurutnya, ini menunjukkan daya beli masyarakat semakin meningkat. “Harga tiket pesawat tidak setinggi langit seperti dulu. Ini sudah sangat affordable (terjangkau),” tambahnya.
Pria kelahiran Jerman ini melihat masyarakat kini sudah mulai mengerti di Indonesia, perlu pesawat terbang. Sebab, pesawat terbang menurutnya sangat layak secara ekonomis, serta sangat mendukung untuk negara yang besar dan luas, seperti di Indonesia.
Orang kini mulai melihat, ternyata pesawat terbang itu sangat layak secara ekonomis dan pesawat yang diperlukan itu rupanya, yang selalu ia katakan “persis kijang terbang”. Namun, dengan harga yang relatif murah, handal, bandel, tidak cepat rusak, bisa terbang kemanapun dan mendarat di landasan bandar udara yang juga tidak terlalu panjang.
“Terkadang kendala yang ada, masih agak pendek landasan itu, untuk pesawat jet terlalu pendek. Oleh karena itu, ini menjadi salah satu keunggulan dari pesawat terbang baling-baling, (selain mendukung landasan yang tidak terlalu panjang), pesawat baling-baling bisa lebih murah, serta dari segi konsumsi bahan bakar lebih irit,” jelasnya.
Sumber : Okezone
Desainnya kok jadul sih pak ilham?. hehe. Mbok ya yang stylish gtu lho hehe. tapi teknologinya kupercaya Fly by Wire dan canggih. Cuman desainnya kok kurang ngikutin jaman deh. Kayaknya skarang desain lebih dprhatikan agar sesuai zaman, biar laku. Barang bsa laku kan tergantung desain juga. maaf komen, cman masukan aja. Hidup PT DI
BalasHapusUntuk merancang ,membuat,dan memproduksi pasti bisa karna telah di buktikan dengan N250.Tapi untuk biaya sampai ke produksi sangat meragukan.Perusahaan penerbangan dalam negri,biasa menggunakan jasa leasing untuk pembelian,atau sewa karena tak punya duit cash,sementara produsen ada pesanan dan bayar dimuka baru bisa jalan? Disanalah dilema baru muncul? mudah mudahan bisa dicarikan jalan keluarnya.
BalasHapus