JAKARTA-(IDB) : Pemerintah harus segera memikirkan pembangunan infrastruktur dan mengkaji lokasi-lokasi penempatan untuk tank-tank tempur yang akan tiba dari Jerman.
Apalagi sebagian besar infrastruktur yang ada sekarang tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan tempur seperti tank. Pengamat pertahanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Cornelis Lay menuturkan, tank yang dimiliki Indonesia sekarang ini memang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. “Tapi dengan membeli tank seberat 63 ton (Leopard),kesulitan kita infrastruktur tidak tersedia,”paparnya saat dihubungi SINDO kemarin.
Sebagaimana diketahui,Pemerintah Indonesia telah membeli ratusan tank Leopard dan Marder dari Jerman. Keberadaan tank tersebut sebagai penguatan pertahanan dalam negeri. Kendala infrastruktur makin jelas bila tank-tank itu ditempatkan di wilayah perbatasan. “Itu kesulitan teknis mau penempatannya di mana,” sebut dia.
Cornelis menyebut pembangunan infrastruktur yang ada tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan militer sebagaimana banyak dilakukan negara lain di dunia. Kalaupun ada yang sanggup, itu pun jumlahnya terbatas. Selain itu, lanjut dia,pemerintah patut mengkaji masalah strategi penempatan ini dengan kebijakan politik luar negeri.
Pada 2015, kebijakan politik luar negeri mengarahkan Indonesia menjadi bagian ASEAN Community yang memiliki tiga kesepakatan integrasi. Integrasi pertama adalah integrasi wilayah,kemudian integrasi lembaga, serta integrasi penduduk.
Integrasi-integrasi ini membuat semua negara ASEAN Community terbuka satu sama lain. “Apakah dengan kebijakan seperti ini, penjagaan perbatasan dengan penguatan militer di perbatasan (Kalimantan-Malaysia) masih relevan? Memang masih ada perbatasan lain seperti di Papua, tapi ya itu tadi kendalanya infrastruktur,”sebut dia.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, sesuai kajian pertahanan yang pernah dilakukan, geografi Indonesia lebih cocok dengan pengoperasian tank medium ketimbang MBT.Karena itu pihaknya sejak awal menyarankan agar pemerintah tidak membeli MBT.
Sementara itu, kajian tim kavaleri TNI Angkatan Darat menyimpulkan Leopard memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MBT lain. Di antaranya dari segi penggunaan bahan bakar, Leopard multifuel berbeda dengan lainnya yang hanya bisa dengan satu jenis bahan bakar. Dari segi kemampuan, Leopard mampu menembak sejauh 6 km, lebih jauh ketimbang MBT PT-91M milik Malaysia yang sanggup 5 km.
Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Adapun Marder, tank medium ini dapat difungsikan sebagai pengangkut perpindahan personel. Pengadaan Mar-der ini tidak pernah disinggung sebelumnya. Bahkan,Komisi I DPR juga belum membahasnya.
Kapal Berpeluru Kendali Perlu Diperbanyak
Sementara itu,TNI Angkatan Laut membutuhkan banyak kapal cepat berpeluru kendali, termasuk KRI Klewang, untuk memperkuat pengamanan di wilayah perairan.Namun, kapal- kapal perang berukuran kecil tersebut harus ditopang dengan sistem persenjataan yang canggih.
Menurut Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno, wilayah laut Indonesia yang sangat luas memerlukan dukungan alutsista yang banyak dan canggih. “Kita butuh banyak sekali kapal cepat seperti Klewang,” katanya kemarin.
Namun karena sekarang ini baru memiliki satu kapal kawal cepat rudal (KCR) dengan tiga lunas, penempatannya ada di armada RI wilayah timur (armatim). Dia menyebut KRI Klewang adalah kapal yang dari segi desain unik dengan adanya tiga lambung. Dengan tiga lambung itu,kapal ini memiliki stabilitas yang tinggi saat menghadapi gelombang.
Namun, biaya membuat kapal tersebut juga mahal, yakni mencapai Rp114 miliar. Meski demikian, Soeparno menuturkan,pengadaan kapal KCR akan terus dilakukan sehingga jumlahnya lebih banyak lagi.
Apalagi sebagian besar infrastruktur yang ada sekarang tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan tempur seperti tank. Pengamat pertahanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Cornelis Lay menuturkan, tank yang dimiliki Indonesia sekarang ini memang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. “Tapi dengan membeli tank seberat 63 ton (Leopard),kesulitan kita infrastruktur tidak tersedia,”paparnya saat dihubungi SINDO kemarin.
Sebagaimana diketahui,Pemerintah Indonesia telah membeli ratusan tank Leopard dan Marder dari Jerman. Keberadaan tank tersebut sebagai penguatan pertahanan dalam negeri. Kendala infrastruktur makin jelas bila tank-tank itu ditempatkan di wilayah perbatasan. “Itu kesulitan teknis mau penempatannya di mana,” sebut dia.
Cornelis menyebut pembangunan infrastruktur yang ada tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan militer sebagaimana banyak dilakukan negara lain di dunia. Kalaupun ada yang sanggup, itu pun jumlahnya terbatas. Selain itu, lanjut dia,pemerintah patut mengkaji masalah strategi penempatan ini dengan kebijakan politik luar negeri.
Pada 2015, kebijakan politik luar negeri mengarahkan Indonesia menjadi bagian ASEAN Community yang memiliki tiga kesepakatan integrasi. Integrasi pertama adalah integrasi wilayah,kemudian integrasi lembaga, serta integrasi penduduk.
Integrasi-integrasi ini membuat semua negara ASEAN Community terbuka satu sama lain. “Apakah dengan kebijakan seperti ini, penjagaan perbatasan dengan penguatan militer di perbatasan (Kalimantan-Malaysia) masih relevan? Memang masih ada perbatasan lain seperti di Papua, tapi ya itu tadi kendalanya infrastruktur,”sebut dia.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, sesuai kajian pertahanan yang pernah dilakukan, geografi Indonesia lebih cocok dengan pengoperasian tank medium ketimbang MBT.Karena itu pihaknya sejak awal menyarankan agar pemerintah tidak membeli MBT.
Sementara itu, kajian tim kavaleri TNI Angkatan Darat menyimpulkan Leopard memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MBT lain. Di antaranya dari segi penggunaan bahan bakar, Leopard multifuel berbeda dengan lainnya yang hanya bisa dengan satu jenis bahan bakar. Dari segi kemampuan, Leopard mampu menembak sejauh 6 km, lebih jauh ketimbang MBT PT-91M milik Malaysia yang sanggup 5 km.
Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Adapun Marder, tank medium ini dapat difungsikan sebagai pengangkut perpindahan personel. Pengadaan Mar-der ini tidak pernah disinggung sebelumnya. Bahkan,Komisi I DPR juga belum membahasnya.
Kapal Berpeluru Kendali Perlu Diperbanyak
Sementara itu,TNI Angkatan Laut membutuhkan banyak kapal cepat berpeluru kendali, termasuk KRI Klewang, untuk memperkuat pengamanan di wilayah perairan.Namun, kapal- kapal perang berukuran kecil tersebut harus ditopang dengan sistem persenjataan yang canggih.
Menurut Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno, wilayah laut Indonesia yang sangat luas memerlukan dukungan alutsista yang banyak dan canggih. “Kita butuh banyak sekali kapal cepat seperti Klewang,” katanya kemarin.
Namun karena sekarang ini baru memiliki satu kapal kawal cepat rudal (KCR) dengan tiga lunas, penempatannya ada di armada RI wilayah timur (armatim). Dia menyebut KRI Klewang adalah kapal yang dari segi desain unik dengan adanya tiga lambung. Dengan tiga lambung itu,kapal ini memiliki stabilitas yang tinggi saat menghadapi gelombang.
Namun, biaya membuat kapal tersebut juga mahal, yakni mencapai Rp114 miliar. Meski demikian, Soeparno menuturkan,pengadaan kapal KCR akan terus dilakukan sehingga jumlahnya lebih banyak lagi.
Sumber : Sindo
betul itu!!!
BalasHapus