Jumat, Februari 24, 2012
6
JAKARTA-(IDB) : Industri pertahanan Indonesia memasuki babak baru.Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama koleganya dari Republik Rakyat China Jenderal Liang Guanglie meneken kesepakatan untuk proses alih teknologi peluru kendali (guided missiles/rudal) C-705.

Dengan kesepakatan itu, Indonesia mendapat kewenangan untuk memproduksi rudal yang mempunyai jangkauan lintas cakrawala (over the horizon). Sekilas, ini merupakan kabar biasa.Tapi, bagi kepentingan pertahanan bangsa ini, langkah ini merupakan milestone bagi pembangunan kemandirian alat utama sistem senjata (alutsista) sekaligus menguatkan derajat kapabilitas pertahanan Indonesia. Bangsa ini pun patut berbangga karena tidak banyak negara yang mampu menguasai teknologi rudal atau berkesempatan mendapat alih teknologi senjata strategis tersebut. Pentingnya penguasaan teknologi rudal disadari betul bangsa ini.

Ini terlihat dari rangkaian program roket nasional hingga pembangunan material pendukung. Sudah jauh hari Indonesia memulai tahap awal pembangunan rudal dengan memproduksi roket udara ke darat, folding fin aerial rockets (FFAR), yang diaplikasikan pada helikopter dan pesawat milik TNI. Sejumlah BUMN,yakni PT Dahana,PT Dirgantara Indonesia,PT Pindad,dan PT Krakatau Steel, juga membangun roket R-Han yang mempunyai jangkauan 15-20 kilometer. Untuk material pendukung, awal tahun ini pemerintah meresmikan dua industri strategis,yakni PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang,Kalimantan Timur dan pabrik bahan berenergi tinggi di areal PT Dahana di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Dengan pengoperasian kedua pabrik tersebut,kebutuhan bahan baku peledak dan propelan sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri. Dengan demikian,kerja sama dengan China merupakan lanjutan dari tahapan penguasaan teknologi rudal.Melalui kerja sama ini Indonesia mendapatkan limpahan teknologi (technology spillover) yang selama ini dikunci rapat-rapat oleh segelintir negara seperti teknologi telemetri,propulsi,tracking-and guidance,dan sebagainya.

Jika menguasai rahasia teknologi rudal ini,bisa jadi suatu saat Indonesia memproduksi rudal C-705,tapi juga memanfaatkannya untuk mendongkrak kapasitas roket pertahanan (R-Han) atau bahkan menyulap roket pengorbit satelit (RPS) yang tengah dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menjadi rudal balistik. Dalam pertahanan, kemampuan penguasaan rudal sangat strategis untuk meningkatkan kekuatan militer suatu negara. Rudal merupakan bagian dari kesenjataan artileri dengan daya jangkau yang mampu mencapai garis belakang pertahanan dan menembus jantung pertahanan lawan.

Ditilik dari kemampuan yang dimiliki––yakni daya jangkau (range), daya ketelitian (precision), dan daya hancur (destruction capability), rudal adalah instrumen paling efektif untuk memenangkan sebuah perang. Bagi TNI, rudal C-705 akan menjadi bagian dari sistem kesenjataan strategis. Rudal yang pertama diperlihatkan ke publik pada ajang Zhuhai Airshow Ke-7 pada 2008 direncanakan akan menempati posisi utama sistem senjata kapal cepat rudal (KCR) yang dimiliki TNI Angkatan Laut.

C-705 akan bahu-membahu dengan rudal Yakhont buatan Rusia yang dipasang di KRI kelas Van Speijk menjadi tulang punggung matra laut Indonesia, terutama di wilayah laut dangkal. Si vis pacem,para bellum.Jika mendambakan perdamaian,bersiap- siaplah untuk perang.Dalam konteks pemahaman inilah,penguatan, modernisasi, dan pembangunan kemandirian alutsista dilakukan oleh pemerintah.Penguasaan teknologi rudal menjadi instrumen penting membangun sistem pertahanan nasional yang mandiri dan berdaya getar tinggi––high level of deterrence.

Sumber : Sindo

6 komentar:

  1. akhirnya kita bisa juga bikin rudal, bagus maju terus INDONESIAKU,jadilah negara yang terkuat di dunia biar martabat dan harga diri bangsa ini bisa sedikit menengadah ke atas dan tidak lagi terperunduk ke bawah karena takut dan meras lemah nya diri, karena kita bukan lagi bangsa dan negara yang mudah di jajah seperti tempo dulu. AMIN'

    BalasHapus
  2. HEMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
    lumayan nih...............
    dari pada beli melulu,tinggal modif daya ledak+daya jelayah

    BalasHapus
  3. Kalau bikin Rudal seh encer Ndoro, yang susah adalah membuat pabrik motor pendorong roketnya, yaitu "PROPELANT". Jangan ngomong roket dan Rudal tanpa mengaitkan dengan motor roket ( Propelantnya). Nggak ada motor roket nggak ada rudal / roket. Ada cerita bagaimana seorang petinggi TNI kita mendapat tugas untuk mendapatkan sumber pengadaan Propelant. Sudah seantero dunia beliau kunjungi namun tetap sulit mendapatkannya.
    Adapun kalau LAPAN mendapatkan Propelant , karena masalahnya hanya untuk "Riset" buat mendorong roket yang tiap-tiap tahun ganti dimensi roketnya. Hayo, sudah 50 tahun mana prototype roket yang dapat dijadikan standar untuk produksi massal? Nggak ada, Mengapa??? Karena urusan Propelant sangat sensitive untuk itu diawasi dan dicermati oleh MTCR ( Missile Technology Control Regime) yang beranngotakan 32 negara di dunia. Selama itu untuk urusan Riset, silakan tapi kalau untuk urusan militer, AWAS YA!!!
    Pada saat ini di Indonesia belum ada pabrik Propelant tersebut, yang ada adalah pabrik Ammonium Nitrat di Bontang sebagai bahan peledak Industri. Kalau untuk bahan peledak Militer saya yakin akan berhitung berkali-kali.
    Terkait dengan ToT dengan China untuk membuat Rudal, saya yakin kegiatan itu juga akan merupakan kegiatan perakitan saja, Saya nggak yakin dapat lisensi untuk pabrikasi massal.
    Mengapa? karena nilai strategis sangat tinggi, dimana roket bisa untuk penggunaan ilmu pengetahuan seperti LAPAN, dandapat pula dipakai sebagai senjata untuk keperluan militer bahkan bisa dipakai untuk senjata pembunuh massal.
    Untuk itu, kalau pembuat kebijakan mau dan tidak memikirkan kantong pribadi, sebenarnya kita sudah punya sumber daya alam untuk membuat Propelant, Teknologi pengolahannya ada, ahli pembuatnya ada, dan hasil uji coba baik laboratorium dan uji phisik membuktikan secara empiris bagus.
    Bahkan Propelant tersebut dapat terus hidup walau didalam air.
    Dipakai sebagai pendorong torpedo di bawah air bisa, sehingga tenaga battery nggak diperlukan lagi, ditambah trust atau daya dorong nya besar maka Torpedopun akan lebih cepat larinya di air.
    Masalahnya kembali kepada yang membuat kebijakan saja., Mungkin pertimbangannya kalau cuma di Indonesia kan gitu-gitu saja alias nggak dapat "SusuK"( uang kembalian) , lain dong kalau ke China kan ke luar negeri dapat uang saku lagi, pulangnya bawa oleh-oleh dsb-nya. Dasar Inlander,
    Tapi apapun yang sudah diputuskan, monggo saja kita ini kan sekedar jadi penonton yang baik, artinya mbayar pajak yang baik. Kecuali kalau imbuan dari Pesantren di Jombang yang di maklumat para Kiai dijalankan, ya nggak ada yang mau mbayar pajak nanti.

    BalasHapus
  4. tapi...sayang program bikin rudal...program buang2 duit...

    BalasHapus
  5. Selain country of middleman... Sekarang Indonesia juga country of ToT..
    ToT mulu... Itu yang sama Korsel malah gak jadi...

    BalasHapus
  6. kapan jadinya pak lek...?hahahahaha......

    BalasHapus