Rabu, Juli 27, 2011
0
TEL AVIV-(IDB) : Di tengah keberhasilannya mendesak PBB menunda rilis laporan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel atas kapal Freedom Flotilla tahun lalu, rezim Zionis dicekam ketakutan akut yang selalu menghantuinya. 
 
"Sekarang ini Israel berjalan dengan penuh ketakutan. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, meski mereka berhasil, menunda lagi laporan yang menunjukkan terjadinya serangan tak beralasan terhadap delapan warga Turki dan satu warga AS yang tewas, " kata Ray McGovern, mantan analis CIA , menjelaskan kepada Press TV dalam sebuah wawancara eksklusif Selasa (26/7). 

Baru-baru ini, PBB kembali menunda rilis laporan kasus serangan mematikan Israel atas armada bantuan kemanusiaan untuk Gaza, Freedom Flotilla, pada tahun 2010. Temuan PBB tentang insiden brutal yang menyebabkan sembilan aktivis Turki tewas dan menciderai sejumlah lainnya, diharapkan keluar pada hari Rabu. Ini adalah penundaan yang kedua kalinya, setelah batalnya rilis tanggal 8 Juli. 

Sebelumnya, pada hari Minggu, Menteri Peperangan Israel Ehud Barak mengatakan bahwa Tel Aviv berharap publikasi ditangguhkan untuk memberi kesempatan lebih banyak kepada Israel supaya menyelesaikan sengketa diplomatik dengan Turki. 

Turki berulang kali mengatakan bahwa hubungan antara kedua belah pihak hanya dapat dikembalikan jika Tel Aviv meminta maaf atas serangan brutal itu, dengan membayar ganti rugi kepada keluarga korban yang tewas dan terluka, dan mencabut blokade yang mematikan di Jalur Gaza. 

Media-media Turki melaporkan, jika rezim Zionis Israel tidak meminta maaf atas pembunuhan warga Turki yang dilakukan di kapal bantuan ke Gaza tahun lalu, negara ini akan mengurangi hubungan diplomatiknya dengan rezim agresor ini. 

Dilaporkan, Israel setuju untuk membayar ganti rugi, tetapi menolak meminta maaf. Pada tanggal 31 Mei 2010, pasukan komando Israel menyerang enam kapal Freedom Flotilla di perairan internasional untuk mencegah konvoi memasuki wilayah Palestina. 

Dalam serangan itu, sembilan warga negara Turki , termasuk seorang remaja dengan kewarganegaraan ganda Turki-AS, tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Turki mengatakan bahwa beberapa korban ditembak dengan "gaya eksekusi".

Tim investigator Turki mengungkapkan adanya 30 peluru yang ditemukan dalam tubuh sembilan aktivis yang tewas. Salah seorang aktivis ditembak empat kali di bagian kepala. 

Sumber: Irib

0 komentar:

Posting Komentar