BANGKOK-(IDB) : Pemerintah Thailand menolak kehadiran komunitas internasional di wilayah perbatasan mereka saat terjadinya konflik perebutan daerah suci dengan Kamboja di wilayah Surin. Militer kedua negara akhirnya terlibat pertempuran yang pecah Jumat (22/4). Akibatnya, sebanyak delapan tentara kedua negara meregang nyawa selama pertempuran.
Hal itu ditegaskan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya terkait kehadiran militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertindak sebagai pemantau di perbatasan kedua negara. “Kami menolak kehadiran setiap pemantau asing dalam konflik ini,” katanya, Sabtu (23/4).
Padahal, dalam pertemuan yang digelar di Jakarta 22 Februari lalu, kedua negara sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai penengah konflik wilayah perbatasan yang mereka hadapi. Mereka memilih Indonesia dengan alasan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN.
Selain itu, sejak awal Indonesia sudah bersuara keras agar kedua negara menahan diri dan memilih gencatan senjata untuk menyudahi konflik. Indonesia pun, dengan persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menerjunkan personel militernya untuk memantau gencatan senjata di perbatasan.
Sikap serupa juga ditunjukkan militer Thailand yang menuding kehadiran asing di perbatasan justru memperparah keadaan. “Lihat saja, banyak korban berjatuhan dari pihak kami karena mereka membiarkan militer kami ditembaki,” kata Menteri Pertahanan Thailand, Jenderal Prawit Wongsuwon.
Jenderal Prawit bahkan menyalahkan Kamboja yang membawa masalah ini ke ranah internasional dan meminta agar Thailand dan Kamboja segera kembali ke meja perundingan. “Kami minta mereka untuk segera kembali ke meja perundingan,” katanya.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa meminta kedua negara untuk segera menghentikan pertempuran dan menahan diri. “Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia menyerukan dihentikannya pertikaian dan mengedepankan upaya-upaya damai untuk mengatasi perselisihan,” kata Marty dalam siaran persnya, Jumat (22/4).
Hal itu ditegaskan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya terkait kehadiran militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertindak sebagai pemantau di perbatasan kedua negara. “Kami menolak kehadiran setiap pemantau asing dalam konflik ini,” katanya, Sabtu (23/4).
Padahal, dalam pertemuan yang digelar di Jakarta 22 Februari lalu, kedua negara sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai penengah konflik wilayah perbatasan yang mereka hadapi. Mereka memilih Indonesia dengan alasan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN.
Selain itu, sejak awal Indonesia sudah bersuara keras agar kedua negara menahan diri dan memilih gencatan senjata untuk menyudahi konflik. Indonesia pun, dengan persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menerjunkan personel militernya untuk memantau gencatan senjata di perbatasan.
Sikap serupa juga ditunjukkan militer Thailand yang menuding kehadiran asing di perbatasan justru memperparah keadaan. “Lihat saja, banyak korban berjatuhan dari pihak kami karena mereka membiarkan militer kami ditembaki,” kata Menteri Pertahanan Thailand, Jenderal Prawit Wongsuwon.
Jenderal Prawit bahkan menyalahkan Kamboja yang membawa masalah ini ke ranah internasional dan meminta agar Thailand dan Kamboja segera kembali ke meja perundingan. “Kami minta mereka untuk segera kembali ke meja perundingan,” katanya.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa meminta kedua negara untuk segera menghentikan pertempuran dan menahan diri. “Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia menyerukan dihentikannya pertikaian dan mengedepankan upaya-upaya damai untuk mengatasi perselisihan,” kata Marty dalam siaran persnya, Jumat (22/4).
Sumber: Jurnas
0 komentar:
Posting Komentar