BANDUNG-(IDB) : Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pabrikan pesawat dan helikopter, PT
Dirgantara Indonesia (PTDI) mampu merancang konsep helikopter super
canggih. PTDI memiliki rancangan helikopter yang dilengkapi teknologi
sonar anti kapal selam. Sonar ini mampu mendeteksi keberadaan kapal
selam.
“Karena ini konsep dari PTDI jadi yang copy right atau hak cipta adalah PTDI,” kata Direktur Utama PTDI (Persero) Budi Santoso saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Selasa (20/5/2014)
Pengembangan helikopter ini bermula ketika TNI AL ingin memiliki helikopter super canggih namun harus berukuran relatif kecil dan bisa mendarat di kapal perang tipe Frigate terbaru. Alhasil PTDI mencari cara agar bisa membuat helikopter berukuran sedang yang bisa mendarat di deck kapal perang namun mampu memiliki teknologi anti kapal selam.
Biasanya teknologi kapal selam ini ditemui dan terpasang pada helikpter berukuran besar. PTDI menggandeng produsen helikopter yakni Eurocopter dan produsen sonar dunia untuk memproduksi helikopter medium dengan teknologi sonar anti kapal selam. Proses merancang helikopter ini memerlukan waktu 2 tahun.
“Waktu kita (pemerintah) beli kapal Fregate buatan Belanda. Itu yang sudah datang. Itu deck load hanya 5 ton jadi kita harus cari helikopter bobot 5 ton dengan senjata yang canggih. Orang mengatakan saya punya sonar bagus tapi helikopternya yang gede-gede. Nggak mungkin (untuk heli sedang). Akhirnya pakai sonar kelas lebih rendah. Kalau sonar long range itu frekuensi rendah. Dia antene gede,” terangnya.
Akhirnya lahir helikopter pertama di kelas medium yang memiliki teknologi sonar anti kapal selam. Teknologi ini dikembangkan pada jenis Helikopter AS565 Panther. Meski tidak memproduksi helikopter dan sonar, namun PTDI memiliki hak cipta rancangan helikopter AS565 Panther dengan teknologi sonar anti kapal selam tersebut.
“Buat kami ini pertama. Bagi pabrik helikopter ide pertama dan ternyata feasible untuk dikerjakan. Yang bikin sonar, dia bilang ini pertama kali dia akan pasang sonar di helikopter ini (medium),” ujarnya.
Helikopter AS 565 Panther telah dipesan TNI AL sebanyak 11 unit. Dari 11 unit tersebut, sebanyak 2 unit dilengkapi teknologi sonar anti kapal selam dan 9 tidak dilengkapi namun memiliki kemampuan untuk sewaktu-waktu dipasang teknologi anti kapal selam.
“Tahap pertama 11, namun yang pakai sonar ada 2. Itu delivery terakhir,” tegasnya.
“Karena ini konsep dari PTDI jadi yang copy right atau hak cipta adalah PTDI,” kata Direktur Utama PTDI (Persero) Budi Santoso saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Selasa (20/5/2014)
Pengembangan helikopter ini bermula ketika TNI AL ingin memiliki helikopter super canggih namun harus berukuran relatif kecil dan bisa mendarat di kapal perang tipe Frigate terbaru. Alhasil PTDI mencari cara agar bisa membuat helikopter berukuran sedang yang bisa mendarat di deck kapal perang namun mampu memiliki teknologi anti kapal selam.
Biasanya teknologi kapal selam ini ditemui dan terpasang pada helikpter berukuran besar. PTDI menggandeng produsen helikopter yakni Eurocopter dan produsen sonar dunia untuk memproduksi helikopter medium dengan teknologi sonar anti kapal selam. Proses merancang helikopter ini memerlukan waktu 2 tahun.
“Waktu kita (pemerintah) beli kapal Fregate buatan Belanda. Itu yang sudah datang. Itu deck load hanya 5 ton jadi kita harus cari helikopter bobot 5 ton dengan senjata yang canggih. Orang mengatakan saya punya sonar bagus tapi helikopternya yang gede-gede. Nggak mungkin (untuk heli sedang). Akhirnya pakai sonar kelas lebih rendah. Kalau sonar long range itu frekuensi rendah. Dia antene gede,” terangnya.
Akhirnya lahir helikopter pertama di kelas medium yang memiliki teknologi sonar anti kapal selam. Teknologi ini dikembangkan pada jenis Helikopter AS565 Panther. Meski tidak memproduksi helikopter dan sonar, namun PTDI memiliki hak cipta rancangan helikopter AS565 Panther dengan teknologi sonar anti kapal selam tersebut.
“Buat kami ini pertama. Bagi pabrik helikopter ide pertama dan ternyata feasible untuk dikerjakan. Yang bikin sonar, dia bilang ini pertama kali dia akan pasang sonar di helikopter ini (medium),” ujarnya.
Helikopter AS 565 Panther telah dipesan TNI AL sebanyak 11 unit. Dari 11 unit tersebut, sebanyak 2 unit dilengkapi teknologi sonar anti kapal selam dan 9 tidak dilengkapi namun memiliki kemampuan untuk sewaktu-waktu dipasang teknologi anti kapal selam.
“Tahap pertama 11, namun yang pakai sonar ada 2. Itu delivery terakhir,” tegasnya.
Sumber : Detik
Kemampuan yang dikembangkan PT DI sama dengan kemampuan Israel.Negara Israel punya kemampuan spesialis meng upgrade peralatan yang ada di pasaran menjadi lebih maju dan effektif.Tank tank tua ,pesawat,altelery tua mereka gabungkan dengan tehnologi baru menjadi lebih gahar dan hemat anggaran.Langkah ini perlu ditiru oleh PT PAL,Pindad dan industri stategis lainnya.AMX tua kita bisa di upgrade sistem senjata dan managemen tempur dengan tehnologi terbaru dengan bermacam varian seperti AMX RADAR, AMX Anti serangan udara,AMX rudal,AMX CIWS dan sebagainya sehingga puluhan AMX bisa konvoy lengkap seperti taktik Rusia.
BalasHapusnope. ini maknanya beda, maaf tapi beritanya sedikit menyesatkan.... soalnya, meskipun misalnya blueprint helinya 100% anak bangsa, tapi sistem elektroniknya, terutama sistem deteksi sonar dan perangkat managemen tempur, kayaknya nggak mungkin PT DI bangun sendiri. israel punya rafael dan perusahaan senjata lain yang memang khusus menyuplai perangkat elektronika, setau saya belum ada bumn yg udah mendunia dalam hal alat tempur elektronik macam sonar dan battle management system
BalasHapusJangan anda bandingkan Israel yang sekarang dengan PT DI.Mereka memulai dengan meng up grade peralatan karena pernah juga kena embargo.Sama juga dengan Afrika selatan juga pernah kena embargo .Dari keahlian meng upgride senjata lama jadilah kemampuan mereka berkembang .Prosesnya tentu makan waktu .PT DI kan baru memulai tentu butuh waktu juga untuk mencapai seperti Israel sekarang ini.Apa yang dilakukan PT DI untuk mengintegrasikan berbagai peralatan yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia ,itulah pencapaiannya.Hasil kerja mereka juga belum tentu cocok dengan kebutuhan negara lain .Sumber daya manusianya yang di di apresiasi .Ditangan israel MIG jadul ,tank jadul bisa jadi gahar lagi setelah mereka upgrade dan dijual kenegara lain.
HapusDalam urusan design engineering, SDM diakui mempunyai nama baik di dunia.
BalasHapusBanyak SDM kita yg sudah mencapai tingkat specialis bekerja di berbagai perusahaan luar.
Yang belum kita punyai adalah industri komplementer, yg dapat mendukung capaian design engineering SDM kita, sehingga berakibat kita tetap tergantung dengan pihak sumber luar.
Dan untuk merealisasikan hal itu di perlukan willingness politik pemerintah untuk biaya R&D yg sangat besar dan membuat industri komplementer.
Kalau hal itu terjadi, kasihan juga mereka yg biasa jadi makelar dan oknum yg biasa merekayasa harga dan kualitas material akan menjadi "redup" kegiatannya.
Maka biasa kita mendengar komentar, ; "Sudahlah beli saja, nggak usah pusing dengan riset & pengembangan toh material ini sudah umum dan betel - prupen".
Lain dengan Israel, karena musuhnya datang dari kiri - kanan, muka - belakang, atas & bawah, dan sudah berlangsung selama 72 tahun terus menerus tiada henti, maka Israel tidak punya banyak pilhan harus survive karena sudah menyangkut masalah "to be or not to be" dan harus exist maka dari sikon itu mereka melahirkan banyak penemuan.
Dari catatan Inventor dunia di Swiss, Israel dicatat sebagai inventor dunia paling banyak yakni 400 orang dari seribu orang inventor, sedang dengan populasi 240 juta jiwa Indonesia yg kita cintai
hanya di catat "SATU" saja, alias "JI jendewe"= satu-satunya.