Anggota Komisi I Susaningtyas Kertopati meminta TNI terlebih dulu mempersiapkan alutsista sesuai dengan kekuatan pokok minimal (minimum essential forces/MEF). "Selain itu, sumber daya manusianya serta pola kerja dalam sistem pertahanan harus benar-benar siap," kata Susan saat di hubungi wartawan (Selasa, 8/4).
Selain itu, TNI juga harus secara integral menyiapkan teknis pembentukan Kogabwilhan, baik dalam konteks kewilayahan maupun politik anggarannya. "Jangan sampai anggarannya tak cukup," katanya.
Susaningtyas berharap pembentukan Kogabwilhan akan meningkatkan soliditas tiga matra TNI. "Karena jujur saja selama ini, hasil latihan gabungan yang sering dilakukan TNI, tak memperlihatkan adanya kordinasi yang baik di tataran implementasi," kata dia.
Pemerhati pertahanan dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto menyatakan, butuh suatu penyiapan organisasi, personel, maupun alat utama sistem senjata (alutsista) yang memadai. “Organisasi yang harus disiapkan semestinya bersifat gabungan dan senantiasa memperhatikan kondisi geografis,” katanya.
Dia berharap persoalan alutsista harus segera diselesaikan dulu sebelum Kogabwilhan dibentuk. “Jangan sampai organisasi baru itu dibentuk hanya demi merespon masalah banyaknya perwira tanpa jabatan yang dewasa ini melanda organisasi militer Indonesia,” jelasnya.
Sebab, menurutnya, kalau pembentukan Kogabwilhan hanya mengandalkan pada kuantitas dan kualitas alutsista yang tersedia saat ini, pembentukan itu diprediksi tidak akan banyak menambah dampak penangkalan sebagaimana yang diharapkan.
Lepas dari itu, Andi menyatakan, pembentukan Kogabwilhan penting untuk menjamin adanya integrasi operasional antara tiga angkatan. Intergasi itu diukur dari kemampuan integratif sistem pertahanan, satuan-satuan tempur, fungsi dukungan tempur, dan intelijen tiga angkatan untuk menggelar operasi militer bersama secara efektif.
“Integrasi operasional ini akan sangat ditentukan oleh suatu komando tugas gabungan yang akan mengembangkan kemampuan taktikal gabungan yang akan digelar dalam suatu kampanye militer,” jelasnya.
Penyempurnaan doktrin operasi gabungan tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat mempertegas arah pengembangan doktrin pertahanan Indonesia.
Pemerhati militer dari Imparsial Al Araf berharap sebelum membentuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) TNI harus menghapus terlebih dulu struktur komando teritorial seperti Komando Daerah Militer, Komando Distrik Militer dan Komando Resor Militer.
Menurutnya, kalau komando teritorial masih tetap ada dan TNI membentuk Kogabwilhan, maka gelar kekuatan TNI akan inefisien dan boros angaran. "Apalagi restrukturisasi komando teritorial adalah mandat reformasi dan mandat UU TNI," ujar Araf.
Sumber : Rmol
TNI tidak berpangku tangan dalam memperkuat arsenal penjaga kedaulatan NKRI.tidak semua dapat dipublish,krn militer Indonesia,menurut negara2 lain,sangat merahasiakan kekuatan militer sesungguhnya,terbukti dengan kagetnya negara sebelah utara&selatan,ketika bertemu dengan arsenal laut&udara xxx milik TNI yang selama ini tidak ada publish resminya.apalagi jika bicara tentang konflik LCS,tidak mungkin TNI hanya mengirim 8 helikopter Apache Guardian,beberapa pesawat tempur hibah/medium fighter,beberapa fregatnya ke pulau natuna&sekitarnya.negara2 yang mempunyai kepentingan dalam konflik LCS ini,adalah negara2 yang mempunyai kemampuan militer yang sangat diperhitungkan.jadi jelas,dalam hal ini TNI yang memang terkepung dengan negara2 yang memiliki arsenal2 militer mematikan,tidak akan mengirimkan arsenal yang biasa2/medium. (o)
BalasHapusSmga begitu adanya
HapusPertanyaan teknis saya: Bagaimana mengintegrasikan berbagai alutsista dg standar/platform yg berbeda-beda (NATO, Rusia, China) dlm sebuah pertempuran? Apakah TNI sudah punya kemampuan seperti itu, setidaknya/misalnya untuk mencegah friendly fire? Dlm film2 holywood sering ditampilkan ruang kendali operasi perang di Pentagon berbasis satelit, lalu MABES TNI punya apa?
BalasHapus