JAKARTA-(IDB) : TNI Angkatan Udara baru saja kedatangan empat pesawat tempur ringan, Super Tucano. TNI AU membeli 16 unit pesawat yang mempunyai kelebihan untuk menyasar target tersebut dari Brasil seharga Rp2,7 triliun.
Nama Super Tucano melejit sejak Operasi Phoenix Angkatan Udara Kolombia pada 2008. Pesawat Super Tucano negara tersebut berhasil menewaskan pimpinan pemberontak FARC, Raul Reyes, dalam suatu serangan lintas perbatasan ke Venezuela.
Pesawat ini memang digunakan di sejumlah negara Amerika Latin. Sebut saja Republik Dominika, Kolombia, Ekuador, dan Chile. Selain Indonesia, Brasil pun mengekspor pesawat ini ke Angola, Burkina Faso, dan Mauritania.
Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna.
Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer, Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Pesawat tempur turboprop memiliki fungsi yang berbeda dengan pesawat jet seperti F 16 atau Sukhoi SU 30. Pesawat turboprop mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasi tidak tinggi, perawatan murah, dan bisa mendarat di landasan pacu sederhana.
Namun, pesawat ini memiliki daya angkut senjata yang terbatas. Super Tucano juga tidak memiliki radar warning receiver, sehingga tidak bisa mendeteksi rudal anti-pesawat yang dipandu radar. Kecepatan terbang yang rendah, juga mengurangi efektivitas pemakaian flare (jika dipasang) terhadap misil.
Sementara itu, pesawat jet tidak bisa terbang lama, berbiaya mahal, dan tidak bisa melakukan pengintaian. Namun, kelebihannya, mampu membawa amunisi lebih banyak, bisa cepat menyergap lawan, dan lebih sulit ditembak.
Menurut Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Muda Jhoni Sitompul, Super Tucano memang melengkapi pesawat-pesawat dengan kecepatan tinggi seperti pesawat jet. Dia menambahkan, 16 pesawat yang diimpor tersebut akan menggantikan pesawat OV-10 Bronco Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrahman Saleh, Malang.
Pesawat jet lebih ditujukan untuk perang terbuka dan posisi pesawat turboprop hanya sebagai “air support”. Sementara itu, untuk perang irreguler atau gerilya, pesawat turboprop sangat diandalkan untuk menghancukan soft target dengan bekerja sama dengan pasukan darat.
Nama Super Tucano melejit sejak Operasi Phoenix Angkatan Udara Kolombia pada 2008. Pesawat Super Tucano negara tersebut berhasil menewaskan pimpinan pemberontak FARC, Raul Reyes, dalam suatu serangan lintas perbatasan ke Venezuela.
Pesawat ini memang digunakan di sejumlah negara Amerika Latin. Sebut saja Republik Dominika, Kolombia, Ekuador, dan Chile. Selain Indonesia, Brasil pun mengekspor pesawat ini ke Angola, Burkina Faso, dan Mauritania.
Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna.
Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer, Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Pesawat tempur turboprop memiliki fungsi yang berbeda dengan pesawat jet seperti F 16 atau Sukhoi SU 30. Pesawat turboprop mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasi tidak tinggi, perawatan murah, dan bisa mendarat di landasan pacu sederhana.
Namun, pesawat ini memiliki daya angkut senjata yang terbatas. Super Tucano juga tidak memiliki radar warning receiver, sehingga tidak bisa mendeteksi rudal anti-pesawat yang dipandu radar. Kecepatan terbang yang rendah, juga mengurangi efektivitas pemakaian flare (jika dipasang) terhadap misil.
Sementara itu, pesawat jet tidak bisa terbang lama, berbiaya mahal, dan tidak bisa melakukan pengintaian. Namun, kelebihannya, mampu membawa amunisi lebih banyak, bisa cepat menyergap lawan, dan lebih sulit ditembak.
Menurut Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Muda Jhoni Sitompul, Super Tucano memang melengkapi pesawat-pesawat dengan kecepatan tinggi seperti pesawat jet. Dia menambahkan, 16 pesawat yang diimpor tersebut akan menggantikan pesawat OV-10 Bronco Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrahman Saleh, Malang.
Pesawat jet lebih ditujukan untuk perang terbuka dan posisi pesawat turboprop hanya sebagai “air support”. Sementara itu, untuk perang irreguler atau gerilya, pesawat turboprop sangat diandalkan untuk menghancukan soft target dengan bekerja sama dengan pasukan darat.
Sumber : Vivanews
0 komentar:
Posting Komentar