ANALISIS-(IDB) : Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja Taiwan berbaik hati hendak menghibahkan 1 skuadron (16 unit) jet tempur sarat pengalaman F5E/F Tiger kepada Indonesia. Berita ini tentu memicu tanda tanya dan kalkulasi ada apa gerangan Taiwan yang tak mempunyai hubungan diplomatik dengan RI mengetuk pintu hendak menyedekahkan Tigernya. Yang lebih mengherankan belum 6 jam setelah publikasi pernyataan KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat tanggal 9 Maret 2012 usai memimpin serah terima jabatan Komando Pendidikan TNI AU di Jakarta, Kadispen TNI AU Marsma TNI Azman Yunus langsung membantahnya dengan mengatakan kita tidak ada program hibah F5 dari Taiwan.
Seperti kita ketahui Indonesia dan China belum lama berselang telah bersepakat melaksanakan kerjasama teknologi rudal dengan memproduksi bersama rudal anti kapal C705. Rudal ini beberapa diantaranya sudah dipasang di sejumlah kapal cepat rudal TNI AL setelah RI membeli barang jadinya. Kerjasama teknologi rudal ini bernilai strategis karena Indonesia telah jauh-jauh hari mempersiapkan program roketnya dengan melakukan puluhan kali uji coba. Dengan adanya alih teknologi rudal ini sangat diniscayakan RI akan mampu membuat rudal berbagai jenis dengan jarak tembak 300 km mulai dari rudal darat ke darat, rudal darat ke udara dan rudal udara ke darat berdasarkan teknologi yang diperoleh pada kerjasama dengan paman Panda.
1 jet tempur F5E Tiger TNI AU dari 12 yang dimiliki saat ini |
Perjuangan mendapatkan kelas privat bersama guru rudal dari China bukan perkara gampang karena sesungguhnya semua negara yang telah menguasai teknologi rudal sangat pelit menularkan ilmunya. Perjuangan Indonesia sudah dimulai tahun 2007 dengan penandatanganan kerjasama pertahanan RI-China. Sepanjang masa itu hingga disepakatinya sekolah teknologi rudal berbagai upaya sudah dilakukan. Berbagai kunjungan kementerian Pertahanan sudah dilakukan. Presiden Indonesia berkunjung ke China dan Presiden China berkunjung ke Indonesia untuk memastikan strategisnya kerjasama pertahanan kedua negara. China juga tercatat dua kali mengirim kapal perang teknologi rudal satelit ke Jakarta.
Posisi RI yang tidak punya klaim wilayah teritori pulau di Laut China Selatan, posisi politiknya yang tak berpihak ke sumbu tertentu, letak geografisnya yang terbesar di Asia Tenggara bisa jadi merupakan nilai plus di mata China manakala negeri itu juga sedang mempersiapkan kekuatan pukul angkatan lautnya untuk menjadi kekuatan regional yang disegani. Artinya China juga harus punya kawan untuk bersepaham bahwa negara-negara Asia Pasifik harusnya menjadi kekuatan di kawasannya sendiri, tidak lagi ada hegemoni sebuah negara.
Oleh sebab itu release Kadispen TNI AU mesti kita lihat sebagai langkah pre emptive agar jangan sampai air yang telah bening menjadi keruh karena ikannya tak paham kondisi lingkungan. Logikanya Indonesia memang harus menolak pemberian itu karena memang tak ada transaksi apa pun. Berbeda dengan Korsel, hibah 10 kendaraan angkut amfibi kelas berat beberapa waktu lalu dan mau ditambah lagi dengan 10 unit kepada RI karena ada transaksi bisnis alutsista dengan negeri ginseng itu. Jika RI menerima tawaran Tiger dari Taiwan dapat dipastian paman Panda tersinggung karena itu sama artinya telunjuk lurus kelingking berkait, menggunting dalam lipatan. Taiwan dianggap China sebagai pembangkang dan salah satu provinsinya, sementara RI juga sampai saat ini mempunyai langkah politik dengan hanya mengakui satu China. Artinya air sudah bening selama ini, jangan sampai menjadi keruh karena ada ikan salmon yang berenang ke hulu.
Poin penting lainnnya adalah kita juga akan mendapatkan hibah 1 skuadron F5E/F Tiger dari Korea Selatan sebagai hadiah pembelian 1 skuadron (16 unit) jet latih tempur T50 Golden Eagle. Hibah dari Korsel tentu patut kita sambut karena akan menambah inventori jet Tiger dari 12 yang kita miliki saat ini menjadi 28 unit. Dan itu murni hadiah dari kerjasama transaksi bisnis alutsista RI-Korea yang demikian eratnya. Jet tempur ringan F5E masih dibutuhkan untuk melakukan patroli udara mengcover wilayah udara RI yang luas ini. Indonesia masih akan mengoperasikan jet tempur F5E sampai tahun 2020.
Mulai tahun 2014 kita akan keluar dari sesak nafas alutsista. Di matra udara sudah berdatangan jet-jet tempur Sukhoi, F16, T50, Super Tucano, pesawat angkut, pesawat intai, helikopter tempur, helikopter angkut, dan rudal. Termasuk keberadaan 28 jet F5E yang berguna untuk patroli udara sementara jet tempur kelas berat Sukhoi terlalu mahal ongkosnya jika hanya digunakan untuk patroli udara. Jet tempur Sukhoi dirancang untuk pertempuran udara high class dan memiliki jarak jelajah yang mampu mengcover luas wilayah udara RI. Sayang kan kalau hanya untuk mengejar pesawat Papua Nugini atau pesawat Pakistan harus dengan Sukhoi.
Langkah baik hati Taiwan harus kita sikapi dengan bijak. Itu sebabnya langkah Kadispen TNI AU merupakan suara kecepatan yang perlu diapresiasi karena kalau terlambat merespons akan menimbulkan polemik. Jadi sebelum berpolemik mending di delete saja. Langkah Taiwan yang tiba-tiba berbaik hati ini harus dibaca sebagai memancing di air bening karena memang kita mempunyai hubungan dagang yang baik dengan negeri pulau itu. Di sisi lain kita punya hubungan yang hangat dan sangat bersahabat dengan China yang sah di mata PBB. Karena airnya bening tentu sangat mudah mendapatkan ikannya tanpa harus mengaduk-aduk hubungan yang sudah baik antara RI-China dan RI Taiwan.
Taiwan punya hubungan sangat dekat dengan AS, kalau boleh dibilang sekutunya AS sekaligus payungnya, dan beragam alutsistanya didominasi buatan negara adi daya itu. Bisa jadi AS menggunakan tangan Taiwan secara halus untuk “menggoda” Indonesia. AS bersahabat baik dengan RI karena kepentingannya juga untuk jangan sampai negeri ini jatuh ke pelukan China atau berkiblat ke China. Ini adalah ujian awal sekolah teknologi rudal karena di hari-hari berikutnya masih akan ada lagi ujian yang mengharuskan kita bersabar sampai sekolah itu selesai dan langsung ditutup karena gurunya tak mau ada murid yang lain. Sabar itu memang penting sama seperti pelecehan teritori yang kita alami selama ini. Sabar itu juga sama seperti yang diungkapkan bahasa tubuh Presiden SBY di Mabes TNI Cilangkap Jakarta tahun 2007 ketika emosi Ambalat mencapai titik didih. Beliau berupaya mendinginkan emosi rakyat saat itu namun sesungguhnya itulah awal “kemarahan militer”nya, lalu bersama petinggi Kemhan dan Mabes mencanangkan pengadaan alutsista TNI secara besar-besaran.
Sumber : Analisis
0 komentar:
Posting Komentar