JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menilai wajar kondisi perekonomian negara yang membaik akan memperkuat dan meningkatkan sistem pertahanannya sebagaimana dilakukan Indonesia.
"Selama 2010-2014, kita memang mendapatkan anggaran pertahanan dalam jumlah cukup besar yakni Rp150 triliun, dan Rp50 triliun untuk pembelian alutsista dalam negeri dalam kurun lima tahun," katanya di Semarang, Rabu.
Ia menjelaskan, pembelian alutsista yang diprogramkan dalam kurun waktu lima tahun itu memang untuk pembelian pada industri pertahanan dalam negeri seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia.
Setelah itu, kata dia, Rp32,5 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan seperti pembenahan tank-tank dan kapal tempur, sedangkan sisanya untuk pembelian alutsista baru untuk memperkuat persenjataan TNI.
Menurut dia, pembelian alutsista baru untuk memperkuat sistem pertahanan negara itu memang berimplikasi dari membaiknya perekonomian Indonesia yang baik, bahkan cadangan devisa cukup besar sekitar 140 miliar dolar AS.
Untuk pembelian alutsista baru, ia mengatakan, salah satunya memang berencana menganggarkan sekitar tiga triliun rupiah untuk pembelian tank berat atau "main battle tank" sebanyak 100 unit dari luar negeri.
"Kami tidak menyebut jenis Leopard, namun yang jelas ada anggaran tiga triliun rupiah untuk pembelian `main battle tank` sebanyak 100 unit. Sebab, yang kita miliki sekarang ini tank-tank kecil," katanya.
Namun, kata dia, pembelian alutsista buatan Jerman itu harus melalui sejumlah tahapan, termasuk persetujuan pemerintah dan parlemen kedua negara, terutama Belanda sebagai negara yang selama ini memakai tank itu.
"Masih dijajaki, terutama negara yang menggunakannya, seperti Belanda dan pabriknya di Jerman. Pembelian alutsista itu harus melalui persetujuan kedua negara, baik pemerintah dan DPR masing-masing," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini rencana pembelian tank itu sudah masuk pembahasan parlemen Belanda, dan perlu diyakinkan bahwa persenjataan yang dibeli nantinya tidak untuk ekspansi, namun untuk pertahanan diri.
Ditanya jenis tank Leopard yang dinilai tidak sesuai topografis Indonesia, ia meyakinkan Indonesia membutuhkan tank berat untuk menunjang pertahanan, sebab yang dimiliki selama ini masih jenis tank ringan.
"Malaysia saja memiliki tank berat yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan. Meski berukuran besar, tank berat ini bisa melalui lokasi yang belum ada infrastrukturnya, termasuk sungai," katanya.
Tank berat tersebut, kata Purnomo, beratnya mencapai 40 ton, lebih besar dibandingkan dengan jenis tank ringan yang beratnya antara 15-20 ton, namun jenis tank itu bisa melalui sungai yang berkedalaman 4-5 meter.
"Selama 2010-2014, kita memang mendapatkan anggaran pertahanan dalam jumlah cukup besar yakni Rp150 triliun, dan Rp50 triliun untuk pembelian alutsista dalam negeri dalam kurun lima tahun," katanya di Semarang, Rabu.
Ia menjelaskan, pembelian alutsista yang diprogramkan dalam kurun waktu lima tahun itu memang untuk pembelian pada industri pertahanan dalam negeri seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia.
Setelah itu, kata dia, Rp32,5 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan seperti pembenahan tank-tank dan kapal tempur, sedangkan sisanya untuk pembelian alutsista baru untuk memperkuat persenjataan TNI.
Menurut dia, pembelian alutsista baru untuk memperkuat sistem pertahanan negara itu memang berimplikasi dari membaiknya perekonomian Indonesia yang baik, bahkan cadangan devisa cukup besar sekitar 140 miliar dolar AS.
Untuk pembelian alutsista baru, ia mengatakan, salah satunya memang berencana menganggarkan sekitar tiga triliun rupiah untuk pembelian tank berat atau "main battle tank" sebanyak 100 unit dari luar negeri.
"Kami tidak menyebut jenis Leopard, namun yang jelas ada anggaran tiga triliun rupiah untuk pembelian `main battle tank` sebanyak 100 unit. Sebab, yang kita miliki sekarang ini tank-tank kecil," katanya.
Namun, kata dia, pembelian alutsista buatan Jerman itu harus melalui sejumlah tahapan, termasuk persetujuan pemerintah dan parlemen kedua negara, terutama Belanda sebagai negara yang selama ini memakai tank itu.
"Masih dijajaki, terutama negara yang menggunakannya, seperti Belanda dan pabriknya di Jerman. Pembelian alutsista itu harus melalui persetujuan kedua negara, baik pemerintah dan DPR masing-masing," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini rencana pembelian tank itu sudah masuk pembahasan parlemen Belanda, dan perlu diyakinkan bahwa persenjataan yang dibeli nantinya tidak untuk ekspansi, namun untuk pertahanan diri.
Ditanya jenis tank Leopard yang dinilai tidak sesuai topografis Indonesia, ia meyakinkan Indonesia membutuhkan tank berat untuk menunjang pertahanan, sebab yang dimiliki selama ini masih jenis tank ringan.
"Malaysia saja memiliki tank berat yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan. Meski berukuran besar, tank berat ini bisa melalui lokasi yang belum ada infrastrukturnya, termasuk sungai," katanya.
Tank berat tersebut, kata Purnomo, beratnya mencapai 40 ton, lebih besar dibandingkan dengan jenis tank ringan yang beratnya antara 15-20 ton, namun jenis tank itu bisa melalui sungai yang berkedalaman 4-5 meter.
Sumber : Antara
0 komentar:
Posting Komentar