BANDUNG-(IDB) : Setelah sukses dengan berbagai produk yang dihasilkan, baik fixed wing (CN-235 dan NC-212) maupun rotary wing (NBO-105, NBell-412, dan Superpuma NAS-332, serta N-250 yang tidak berlanjut karena krisis moneter pada tahun 1997, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) saat ini membangun produk baru N-219 yang hampir seluruh bagian pesawatnya buatan Indonesia.
Pengembangan pesawat N-219 terus dilakukan oleh para insinyur PT DI. Pembuatan pesawat itu sudah direncanakan sejak 2006. Pesawat ini memiliki kapasitas 19 penumpang dan dilengkapi dengan dua mesin, masing-masing berkekuatan 850 shaft horse power (shp) serta ditargetkan bisa melayani kebutuhan penerbangan perintis untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil.
Sebelum memasuki serial production, PT DI terlebih dahulu akan membuat dua unit prototype untuk flight test serta satu unit prototype untuk static test pada tahun 2012. Program pembuatan prototype sendiri direncanakan memakan waktu selama dua tahun dengan pengalokasian dana yang dibutuhkan sebesar Rp300 miliar.
Pesawat N-219 telah melewati masa uji aerodinamika dengan baik. Pengujian dilakukan bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak 2008 di tempat Laboratorium pengujian terowongan angin di Serpong milik BPPT. Kecuali mesin dan bagian elektroniknya, seluruh bagian pesawat dibuat di PT DI.
Rancangan N-219 masih harus menjalani beberapa jenis uji lainnya, di antaranya uji statik pesawat, uji mesin produksi, dan akhirnya uji terbang. Pada tahun 2014 ditargetkan sudah mendapatkan sertifikasi kelayakan terbang dari Kementerian Perhubungan. Dan, pada tahun 2015 direncanakan memasuki pasar untuk menggantikan pesawat yang sudah memasuki usia tua, seperti Twin Otter yang berusia lebih dari 20 tahun.
Beberapa pemerintah kabupaten telah menyatakan minat untuk dapat mengoperasikan pesawat N-219. Pesawat tersebut memang cocok digunakan untuk menghubungkan penerbangan antarkabupaten dan daerah-daerah yang terpencil di Tanah Air.
Selain itu, PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) juga menyatakan minat untuk mengoperasikannya serta berencana membeli sebanyak 20 pesawat seperti yang pernah disampaikan oleh Menteri BUMN usai rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di gedung DPR pada bulan Juli 2011.
Sementara itu, menurut hasil survei pasar yang dilakukan oleh tim pemasaran PT DI, saat ini di Indonesia dibutuhkan pesawat sekelas N-219 sebanyak kurang lebih 202 buah, yakni untuk kebutuhan sipil 97 buah serta kebutuhan militer dan misi khusus 105 buah.
Di samping dinilai cocok dengan situasi dan kondisi landasan bandara yang tidak mulus, pesawat ini juga mampu lepas landas dan mendarat pada landasan yang pendek (sekitar 600 meter) dengan stabilitas yang tinggi. Ini menguntungkan karena banyak daerah terpencil di Indonesia yang tidak memiliki lahan luas serta tidak mungkin untuk membangun bandara besar.
Selain itu, pesawat tersebut dirancang agar dapat melakukan manuver dengan baik dan nyaman. Struktur pesawat juga didesain agar dapat membawa bahan bakar yang lebih banyak dibandingkan dengan pesawat lain sekelasnya. Masalahnya, tidak semua lapangan udara di daerah terpencil mempunyai fasilitas pengisian bahan bakar.
Dengan kelebihan-kelebihannya itu, pesawat tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi pemerintah kabupaten untuk mengoperasikannya. Maka, tak heran sudah banyak pemda yang berminat membeli pesawat tersebut.
Pesawat ini ditargetkan memiliki jarak jelajah hingga 650 nm (1,200 km) dengan kecepatan maksimum 213 kts (395 km/jam), sementara harga pesawat lebih murah dibandingkan dengan pesawat lain yang sekelas serta biaya operasionalnya pun relatif rendah.
Selain itu, kapasitas kabin memiliki volume jauh lebih besar di kelasnya dan sistem pesawat yang terpasang pun tergolong paling modern dan canggih di kelasnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya pesawat N-219 menjadi pesawat pilihan.
Mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, tidak mungkin seluruhnya akan terhubungkan oleh transportasi darat maupun laut. Maka, transportasi udara merupakan solusinya, dan pesawat N-219 adalah pilihannya.
Sebelum memasuki serial production, PT DI terlebih dahulu akan membuat dua unit prototype untuk flight test serta satu unit prototype untuk static test pada tahun 2012. Program pembuatan prototype sendiri direncanakan memakan waktu selama dua tahun dengan pengalokasian dana yang dibutuhkan sebesar Rp300 miliar.
Pesawat N-219 telah melewati masa uji aerodinamika dengan baik. Pengujian dilakukan bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak 2008 di tempat Laboratorium pengujian terowongan angin di Serpong milik BPPT. Kecuali mesin dan bagian elektroniknya, seluruh bagian pesawat dibuat di PT DI.
Rancangan N-219 masih harus menjalani beberapa jenis uji lainnya, di antaranya uji statik pesawat, uji mesin produksi, dan akhirnya uji terbang. Pada tahun 2014 ditargetkan sudah mendapatkan sertifikasi kelayakan terbang dari Kementerian Perhubungan. Dan, pada tahun 2015 direncanakan memasuki pasar untuk menggantikan pesawat yang sudah memasuki usia tua, seperti Twin Otter yang berusia lebih dari 20 tahun.
Beberapa pemerintah kabupaten telah menyatakan minat untuk dapat mengoperasikan pesawat N-219. Pesawat tersebut memang cocok digunakan untuk menghubungkan penerbangan antarkabupaten dan daerah-daerah yang terpencil di Tanah Air.
Selain itu, PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) juga menyatakan minat untuk mengoperasikannya serta berencana membeli sebanyak 20 pesawat seperti yang pernah disampaikan oleh Menteri BUMN usai rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di gedung DPR pada bulan Juli 2011.
Sementara itu, menurut hasil survei pasar yang dilakukan oleh tim pemasaran PT DI, saat ini di Indonesia dibutuhkan pesawat sekelas N-219 sebanyak kurang lebih 202 buah, yakni untuk kebutuhan sipil 97 buah serta kebutuhan militer dan misi khusus 105 buah.
Di samping dinilai cocok dengan situasi dan kondisi landasan bandara yang tidak mulus, pesawat ini juga mampu lepas landas dan mendarat pada landasan yang pendek (sekitar 600 meter) dengan stabilitas yang tinggi. Ini menguntungkan karena banyak daerah terpencil di Indonesia yang tidak memiliki lahan luas serta tidak mungkin untuk membangun bandara besar.
Selain itu, pesawat tersebut dirancang agar dapat melakukan manuver dengan baik dan nyaman. Struktur pesawat juga didesain agar dapat membawa bahan bakar yang lebih banyak dibandingkan dengan pesawat lain sekelasnya. Masalahnya, tidak semua lapangan udara di daerah terpencil mempunyai fasilitas pengisian bahan bakar.
Dengan kelebihan-kelebihannya itu, pesawat tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi pemerintah kabupaten untuk mengoperasikannya. Maka, tak heran sudah banyak pemda yang berminat membeli pesawat tersebut.
Pesawat ini ditargetkan memiliki jarak jelajah hingga 650 nm (1,200 km) dengan kecepatan maksimum 213 kts (395 km/jam), sementara harga pesawat lebih murah dibandingkan dengan pesawat lain yang sekelas serta biaya operasionalnya pun relatif rendah.
Selain itu, kapasitas kabin memiliki volume jauh lebih besar di kelasnya dan sistem pesawat yang terpasang pun tergolong paling modern dan canggih di kelasnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya pesawat N-219 menjadi pesawat pilihan.
Mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, tidak mungkin seluruhnya akan terhubungkan oleh transportasi darat maupun laut. Maka, transportasi udara merupakan solusinya, dan pesawat N-219 adalah pilihannya.
Sumber : Antara
0 komentar:
Posting Komentar