Brigjen TNI (Mar) Ivan A.R. Titus, Wadan Kobangdikal yang Teguh Salurkan Hobi Berkuda. Tensi Turun dan Pusing Hilang setelah Keliling Arena
SURABAYA-(IDB) : Arena mini berkuda di Kenpark (Kenjeran Park)
Minggu sore (11/5) tampak lebih ramai. Beberapa ekor kuda dikeluarkan
dari ruang groom (perawatan) Emporium Horse Club, Surabaya. Salah satu
kuda setinggi 170 sentimeter dituntun Seno Iskandar, pemilik kuda
tersebut, mendekati arena. Tidak jauh dari arena berbentuk lingkaran
berdiameter sekitar 25 meter, telah bersiap Ivan Ahmad Riski Titus.
Wakil Komandan Kobangdikal berpangkat
brigadir jenderal TNI Marinir itu sudah mengenakan kostum berkuda.
Lengkap dengan sepatu dan helm protektor. Sore itu perwira tinggi
bintang satu tersebut menyempatkan berlatih. Latihan di arena yang dekat
dengan pintu masuk Kenpark itu mulai rutin dijalani. Terutama setelah
dia menjadi orang nomor dua di kawah candradimuka prajurit matra laut
sejak 18 Februari 2014.
’’Ini sesi kelima beliau sejak bertugas
di Surabaya hampir tiga bulan lalu,’’ ungkap Seno. Meski menjabat wakil,
kesibukan Ivan tetap padat. Dia lebih banyak stand by di kesatrian
Bumimoro. Terutama saat Komandan Kobangdikal Laksda TNI Widodo sering
dinas luar maupun mendampingi petinggi Mabes TNI-AL yang ke Jawa Timur.
Apalagi komando utamanya kemarin (12/5) genap merayakan Hari Pendidikan
TNI-AL (Hardikal) ke-68.
Selama berkarir di Marinir TNI-AL, Ivan
memang lebih sering bertugas di Jakarta. Alumnus AAL 83 itu sebelumnya
menjabat kepala sekretaris Lembaga Sekolah Staf Komando Angkatan Laut
(Seskoal) Cipulir.
’’Saya usahakan mumpung di Surabaya bisa
intens berlatih,’’ tutur Ivan dengan nada kalem. Selama berdinas di
Jakarta, dia berlatih minimal seminggu sekali. Bahkan, bisa dua kali
pada akhir pekan Sabtu dan Minggu.
Bertebarannya lokasi berlatih berkuda di
Jakarta dan sekitarnya membuat Ivan lebih mudah menyalurkan hobinya
sejak belia. Prajurit kelahiran Bandung yang genap berusia 54 tahun pada
6 Desember 2013 itu juga kerap berpartisipasi dalam lomba berkuda di
Arthayasa Stables, Depok dan Pulomas, Jakarta Timur. Tempat favorit
berkuda di Lembang malah lebih dekat dengan tempat tinggalnya di kawasan
Kota Bandung.
Sebaliknya, arena berkuda di Jawa Timur
terhitung minim. Kesempatan yang langka itu dia maksimalkan untuk
berkuda sampai menjelang petang pada akhir pekan. ’’Saya ingin memadukan
hobi berkuda dengan berangkat kerja dan pulangnya. Karena sebagai
prajurit harus mengutamakan dinas dan di sisi lain kuda butuh pemanasan,
belum mungkin untuk dijadikan rutinitas,’’ jelas Ivan.
Seperti layaknya manusia yang hendak
berolahraga, kuda pun membutuhkan persiapan sebelum ditunggangi. Tidak
bisa langsung dipasangi sadel (pelana) dan dinaiki. Minimal butuh waktu
30–45 menit untuk melemaskan otot-otot kaki dan leher.
Setelah itu, kuda dituntun masuk arena
dan dilatih pemanasan dengan tiga teknik bergerak. Yakni, walk (jalan
perlahan), trot (lari kecil dengan langkah lebih diayun), dan canter
(berlari).
Pengetahuan maupun teknik berkuda
sejatinya dikantongi Ivan sejak lulus sekolah dasar. Anak ketujuh di
antara delapan bersaudara itu tertarik setelah sering melihat sebagian
warga Kota Kembang berekreasi keliling pusat kota dengan menunggang kuda
setiap akhir pekan. Selain hobi bermain musik, hampir seluruh keluarga
Ivan menggandrungi olahraga. Di antaranya, basket, voli, dan tenis.
’’Saya diizinkan almarhum ayah naik kuda
sendiri pas kelas VI SD,’’ kenangnya. Sang ayah malah merestui dengan
membelikan Ivan kuda lokal asal Bukit Tinggi, Sumatera Barat, berkat
kecakapan putranya berkuda.
Mulai menuntun, berancang-ancang naik,
hingga memacunya dengan kecepatan tinggi. ’’Kebetulan, ayah pernah
bertugas di Bukit Tinggi. Kebutuhan peralatan olahraga kakak-kakak juga
sudah dipenuhi ayah,’’ lanjut Ivan.
Kegandrungan Ivan remaja berkuda terus
berlanjut hingga SMA. Pola disiplin belajar yang diterapkan ayahnya
membuat Ivan hanya fokus sekolah pada Senin-Sabtu. Kesempatan berlatih
ketika itu hanya dia dapat pada Minggu. Yakni, mulai pukul 07.00 hingga
waktu mendekati pukul 12.00. Lantaran masih kurang, Ivan sudah berada di
atas punggung kuda lagi mulai pukul 14.00 sampai menjelang magrib.
Ivan remaja bersama delapan teman sebaya
kemudian membentuk komunitas setelah hampir tujuh tahun berkutat dengan
kuda. Kebetulan, di antara sembilan orang itu, tiga punya kuda sendiri.
’’Komunitas bernama Benteng Mega Sakti
yang berasal dari nama-nama tiga kuda kami,’’ ujarnya. Dua pemilik
lainnya adalah adik Avianto Soedarsono, mantan Dirut PT Pindad, dan Uke
Andreas, bos Stables The Runs Bandung.
Adrenalin mereka semakin terpacu ketika
banyak event lomba kategori junior. Ivan ketika berumur 15 tahun
mengkhususkan pada dressage (tunggang serasi) dan jumping (lompat
rintangan). Untuk kawan Ivan lainnya, ada yang turun pada nomor cross
country (lintas alam) dan eventing (perpaduan dressage, jumping, dan
cross country). ’’Pada lomba ketiga, saya bisa mendapat trofi juara
dressage dan jumping,’’ kenangnya.
Kegandrungan berkuda saat remaja sempat
terhenti ketika Ivan diterima masuk Akabri. Waktu tersedot untuk
menjalani pendidikan di Bukit Tidar, Magelang, tingkat pertama dan
Bumimoro, Surabaya, tingkat II-IV. Dia sesekali menyalurkan hobi berkuda
akhir pekan setelah lulus AAL. Penugasan pertama perwira remajanya
menjadi komandan peleton Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi Resimen
Bantuan Tempur Korps Marinir, Jakarta.
’’Biasanya pusing-pusing saya segera
hilang setelah berkuda. Ketika kepala pusing dan tidak ada kuda, saya
ganti lari-lari siang,’’ selorohnya.
Kesempatan datang lagi ketika dia
menjalani pendidikan dasar Korps Marinir. Masuknya Ivan pada kecabangan
kavaleri turut mendekatkan dengan hobinya. Prajurit berpangkat letnan
dua itu melaksanakan pendidikan di Pusat Pendidikan Kavaleri (Pusdikav)
TNI-AD di Parompong, Lembang.
Di kalangan militer, berkuda identik
dengan pasukan kavaleri. Itu sebagaimana kata kavaleri dari bahasa
Prancis chevalier berarti kuda. Sementara itu, di lingkungan polisi,
berkuda lazim digunakan jajaran Brimob maupun sabhara. Di Pusdikav
Kodiklat TNI-AD, terdapat Detasemen Kavaleri Berkuda. ’’Selain belajar
mengenai tank dan panser, saya nostalgia lagi dengan berkuda. Bahkan,
yang paling expert,’’ ucapnya bangga.
Berbagai penugasan di daerah konflik
seperti Timor Timur (sekarang Timor Leste), Nanggroe Aceh Darussalam,
dan Ambon selama belasan tahun kembali menjauhkan Ivan pada kuda.
Momen mengikuti pendidikan Seskoal
(1995–1996), Sesko TNI (2007), dan Lemhanas (2010) tidak dia sia-siakan.
Di sela-sela menjalani pendidikan itu, Ivan menyalurkan hobi berkuda
sekaligus menjadi terapi kesehatan.
Berdasar pengalaman, dia meyakini bahwa
berkuda dapat membantu memperlancar peredaran darah. Dengan umur yang
sudah lebih dari paro baya, Ivan merasa punya riwayat tekanan darah
tinggi.
Hipertensi yang dia derita merupakan
turunan dari ayah. ’’Tensi saya seringnya 130/90. Ibaratnya, menunggang
dengan meminjam kaki kuda bisa menurun tensi menjadi 120/80. Badan fresh
dan terhibur,’’ tegas bapak dua anak itu.
Selama berkuda, terutama jumping, tidak
terhitung Ivan terjatuh dari sadel. Lecet-lecet pada siku maupun lutut
bagi dia sudah biasa. Kendati tidak sampai berdarah-darah, dia selalu
tertantang menaklukkan rintangan.
Yang terpenting dari itu, hubungan
antara dia dan tiga kudanya terjalin. ’’Kalau chemistry sudah terbentuk,
kuda biasanya menghampiri dan mengeluarkan air mata seakan-akan mohon
maaf,’’ imbuhnya.
Sumber : JPNN
0 komentar:
Posting Komentar