JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja
menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang
dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal
dari Prancis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik
propelan di Subang, Jawa Barat.
Staf Ahli Komite Kebijakan
Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga,
Silmy Karim mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan
menargetkan ground breaking pembangunan pabrik propelan pertama pada
Oktober 2014, atau sebelum HUT TNI.
"Diharapkan groundbreaking
sebelum HUT TNI, ini sebagai kado, sebelum 5 Oktober," kata Silmy saat
Konferensi pers di Balai Media, Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin
(26/5/2014).
Silmy menjelaskan, dalam kerjasama yang dilakukan
Indonesia melalui PT Dahana (Persero) dengan dua perusahaan asal
Francis, yakni Eurenco dan Roxel juga memberikan nilai-nilai strategis
terhadap sistem pertahanan yang berbasis teknologi dari kedua negara
tersebut.
"Ke depannya nilai strategis dari francis, banyak peluru kendali dari Francis, ada transfer teknologinya," tambahnya.
Tidak
hanya itu, dengan kerjasama pembangunan pabrik propelan pertama di
Indonesia ini juga membuktikan bahwa Indonesia sudah mulai menjajaki era
kemandirian. Pasalnya, selama ini Indonesia 100 persen impor bahan baku
amunisi atau propelan dari Belgia.
"Ini akan menjadi lokal
konten, karena propelanenya kita produksi sendiri, kita memberikan
pemahaman Indonesia itu memasuki era kemandirian, sudah selesai kita
yang namanya membeli barang, kita membangun alat pertahanan bangun
sendiri, kita menuju kesana dari sekarang, makanya kita mulai," tukas
dia.
PT. Dahana Kucurkan Investasi 400 Juta Euro
BUMN yang bergerak di industri bahan peledak, PT Dahana (Persero) dan dua perusahaan asal Prancis, Eurenco dan Roxel France membangun pabrik propelan atau bahan baku amunisi, roket dan peluru kendali melalui dua tahapan.
Dalam tahap pertama, perseroan akan merogoh investasi senilai 400 juta Euro.
Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim mengatakan, pabrik propelan di Subang, Jawa Barat seluas 50 hektare (ha) akan menghabiskan anggaran lebih dari 400 juta Euro.
Namun sayang, dia mengaku belum menghitung secara pasti total kebutuhan investasi pembangunan pabrik propelan yang rencananya akan dilalui dalam dua tahapan. "Investasi untuk tahap awal 400 juta ruro, tapi kalau keseluruhannya belum kami hitung," ungkap Silmy di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Lebih jauh Silmy menuturkan, investasi tersebut bukan berasal dari anggaran Kementerian Pertahanan, melainkan dipenuhi dari Dahana serta dua perusahaan asing tersebut.
"Anggarannya dari Dahana, dua perusahaan Prancis dan pinjaman perbankan. Porsinya 51% dari Dahana dan konsorsium Roxcel serta Eurenco 49%," tambahnya.
Pabrik propelan, kata dia, akan berdiri di areal lahan seluas 50 ha. Melalui proses dua tahap, pabrik propelan bakal memproduksi tujuh jenis produk. Namun di tahap awal untuk pembuatan amunisi, Dahana akan produksi tiga jenis, yakni peluru, roket, peluru kendali, propelan untuk amunisi kaliber kecil, menengah dan besar.
Pabrik propelan, diharapkan Silmy mampu memenuhi kebutuhan propelan di Indonesia dengan kemampuan produksi antara lain nitrogliserin sebanyak 200 ton per tahun, sperical powder 400 ton per tahun, propelan double base roket 80 ton per tahun dan propelan komposit 200 ton per tahun.
"Ground breaking pabrik mudah-mudahan bisa dilakukan sebelum HUT TNI 5 Oktober tahun ini. Pabrik ini akan jadi kado buat TNI. Dan diharapkan mulai produksi di 2018 dengan kisaran waktu penyelesaian pembangunan 40-50 bulan," terang dia.
Sementara itu, Direktur Utama Dahana, F Harry Sampurno menambahkan, kapasitas produksi bahan baku peledak ini sebanyak 1.500 ton per tahun. Kawasan Dahana di Subang, lanjutnya, sudah didesain untuk pembangunan pabrik propelan sejak 20 tahun lalu. Namun baru dapat terealisasi tahun ini.
"Kapasitasnya cukup untuk memenuhi kebutuhan Indonesia lima tahun ke depan sesuai rencana strategis yang ditetapkan Kementerian Pertahanan," tandasnya.
Dalam tahap pertama, perseroan akan merogoh investasi senilai 400 juta Euro.
Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim mengatakan, pabrik propelan di Subang, Jawa Barat seluas 50 hektare (ha) akan menghabiskan anggaran lebih dari 400 juta Euro.
Namun sayang, dia mengaku belum menghitung secara pasti total kebutuhan investasi pembangunan pabrik propelan yang rencananya akan dilalui dalam dua tahapan. "Investasi untuk tahap awal 400 juta ruro, tapi kalau keseluruhannya belum kami hitung," ungkap Silmy di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Lebih jauh Silmy menuturkan, investasi tersebut bukan berasal dari anggaran Kementerian Pertahanan, melainkan dipenuhi dari Dahana serta dua perusahaan asing tersebut.
"Anggarannya dari Dahana, dua perusahaan Prancis dan pinjaman perbankan. Porsinya 51% dari Dahana dan konsorsium Roxcel serta Eurenco 49%," tambahnya.
Pabrik propelan, kata dia, akan berdiri di areal lahan seluas 50 ha. Melalui proses dua tahap, pabrik propelan bakal memproduksi tujuh jenis produk. Namun di tahap awal untuk pembuatan amunisi, Dahana akan produksi tiga jenis, yakni peluru, roket, peluru kendali, propelan untuk amunisi kaliber kecil, menengah dan besar.
Pabrik propelan, diharapkan Silmy mampu memenuhi kebutuhan propelan di Indonesia dengan kemampuan produksi antara lain nitrogliserin sebanyak 200 ton per tahun, sperical powder 400 ton per tahun, propelan double base roket 80 ton per tahun dan propelan komposit 200 ton per tahun.
"Ground breaking pabrik mudah-mudahan bisa dilakukan sebelum HUT TNI 5 Oktober tahun ini. Pabrik ini akan jadi kado buat TNI. Dan diharapkan mulai produksi di 2018 dengan kisaran waktu penyelesaian pembangunan 40-50 bulan," terang dia.
Sementara itu, Direktur Utama Dahana, F Harry Sampurno menambahkan, kapasitas produksi bahan baku peledak ini sebanyak 1.500 ton per tahun. Kawasan Dahana di Subang, lanjutnya, sudah didesain untuk pembangunan pabrik propelan sejak 20 tahun lalu. Namun baru dapat terealisasi tahun ini.
"Kapasitasnya cukup untuk memenuhi kebutuhan Indonesia lima tahun ke depan sesuai rencana strategis yang ditetapkan Kementerian Pertahanan," tandasnya.
Indonesia Hemat Devisa Rp. 1 Triliun Per Tahun
Keberadaan pabrik ini akan memangkas 100% impor bahan baku amunisi hingga roket. Selama ini Indonesia masih tergantung produk propelan dari Belgia. Keberadaan pabrik ini bisa menghemat impor atau devisa dari pembelian propelan Rp 1 triliun per tahun.
"Penghematan bisa signifikan. Kita perkirakan dengan proyeksi kebutuhan itu kurang lebih Rp 1 triliun per tahun," kata Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bedan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim saat press conference pembangunan pabrik propelan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Untuk pembangunan pabruk propelan ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahan peledak, PT Dahana (Persero) menggandeng perusahaan produsen propelan asal Prancis, Eurenco dan Roxel. Total alokasi anggaran pendirian pabrik sebanyak 400 juta Euro untuk fase I.
Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.
Untuk tahap awal, Dahana memproduksi 3 jenis propelan untuk kebutuhan amunisi, roket dan misil.
"Pabrik di Subang, itu milik fasilitas Dahana. Ada 3 jenis propelan akan diproduksi tahap awal yakni amunisi kaliber kecil, roket, dan peluru kendali," sebutnya.
Ide pembangunan pabrik sudah dimulai sejak 2010. Targetnya produksi perdana propelan bisa dilakukan mulai 2018.
Sumber : Okezone
Industri pertahanan adalah Industri high tech dan limited ,makanya hasil produknya exlusive.Apapun barangnya setelah di labeli Militery produck maka harganya bakal melonjak tinggi.Mulai dari sepatu ,topi,pisau komando dll .Kendaraan.Kalau sudah berlabel militer harganya bakal jauh lebih tinggi dari harga standart.Disinilah keuntungannya memproduksi kebutuhan militer,celah yang mulai di lirik Indonesia.Tentu saja kita tidak bisa jalan sendiri karena industri ini industri baru di Indonesia ,harus nyerap tehnologi dari luar di dukung sumberdaya alam yang melimpah .Negara industri maju kekurangan bahan baku ,kita punya banyak tapi mereka punya tehnologi dan modal ,perkawinan yang sempurna untuk Indonesia.Pilihan Indonesia sebagai basis produksi oleh prancis yang salah satu anggota Nato tentu mereka juga sudah menghitung posisi Indonesia yang berada di persimpangan jalur maritim yang padat dan rawan konflik .Sikap Indonesia yang Netral dalam berbagai konflik kawasan maupun dunia sudah terbukti meyakinkan dunia bahwa Indonesia adalah negara netral dan teguh memegang prinsip.Dari jaman pak Harto sampai sekarang pendirian Indonesia tetap tidak berubah.Diantaranya tidak mencampuri politik dalam negri negara lain.Prinsip memandang setiap negara sama kedudukannya tidak membedakan negara lemah dan kuat.Tidak memihak kemanapun.Prinsip prinsip itulah yang dimengerti oleh dunia akan sikap Indonesia dalam pergaulan antar bangsa.Dalam kasus Ukraina menlu kita menyerukan krisis Ukraina harus diselesaikan oleh rakyat ukraina sendiri,tanpa campur tangan negara luar.Rusia sebagai sahabat Indonesia bisa mengerti pandangan Indonesia sekalipun berbeda dengan pandangan Rusia.Karena Rusia memahami yang di pegang Indonesia adalah prinsip kokoh yaitu tidak mau mencampuri urusan dalam negri negara lain.Memang seharusnya kita memegang teguh prinsip jadi semua negara bakal percaya bahwa Indonesia adalah negara netral sejati dan bisa dipercaya.Hal ini tampak dari kepercayaan Rusia,china maupun barat semua berlomba masuk kedalam Industri di Indonesia.Bahkan Prancis mempercayakan produksi vital untuk senjatanya di produksi sebagian di Indonesia.Itu adalah satu bukti mereka memandang Indonesia adalah negara yang stabil dari dalam maupun gangguan dari luar.Saya yakin seandainya Indonesia ikut berkonflik di lcs maka pasti Prancis maupun China tak akan mau merbagi tehnologi dengan Indonesia.Apa masih ada yang memandang sinis prinsip pak beye dengan million friends dan zero enemy nya .Bahkan prinsip itu telah mendatangkan modal dan tehnologi yang kita butuhkan untuk berlari menjadi negara maju.
BalasHapushe he perancis telah membuktikan tidak pelit dalam transfer of teknologi dan knowledge , tunggu apalagi welcoming rafale
BalasHapus