Presiden Rusia Vladimir Putin berusaha mengokohkan poros politik dengan
Cina. Rusia ingin membangun aliansi baru karena sengketa diplomatik
dengan Amerika Serikat dan Eropa.
BEIJING-(IDB) : Politik keras Amerika Serikat terhadap Rusia dalam krisis Ukraina justru mendorong Putin untuk membangun aliansi baru di Asia. Putin berkunjung ke Cina
dan menandatangani sekitar 40 perjanjian ekonomi dengan Presiden Cina
Xi Jinping, termasuk kerjasama energi senilai 400 miliiar US Dollar
selama 30 tahun. Rusia dan Cina juga menggelar latihan marinir bersama
di Laut Cina Timur.
"Ini memang kesempatan sempurna untuk dia (Putin)", kata pengamat politik Clifford Gaddy dari Brookings Institution kepada DW. Padahal presiden AS Barack Obama sebelumnya sudah mencanangkan kemitraan baru Amerika-Asia.
Menurut Gaddy, kunjungan Putin ke Cina tidak hanya bertujuan meningkatkan hubungan ekonomi. Presiden Rusia itu ingin memberi sinyal tegas kepada Amerika dan Eropa, bahwa ia punya banyak alternatif menghadapi sanksi ekonomi.
"Ini adalah demonstrasi simbolis, seperti banyak tindakan Putin yang lain", kata Gaddy. Dalam panggung diplomasi, tindakan simbolis memang sering punya nilai besar.
Tapi Andrew Small dari German Marshall Fund punya pendapat lain. Justru sanksi barat yang akhirnya memaksa Putin berpaling ke Cina. "Tekanan ekonomi dari barat terhadap Rusia cukup berat,jadi opsi mereka memang terbatas", kata Small.
Langkah Putin Lemahkan Barat
Pengamat politik Clifford Gaddy mengatakan, posisi barat semakin lemah dengan menguatnya poros Rusia-Cina. Sekalipun demikian, media-media di Amerika akan memberi gambaran lain.
Gaddy menerangkan, pemerintahan Obama pasti ingin menggambarkan semua langkah Putin sebagai kelemahan. Itu sebabnya, mereka akan menjelaskan kepada media bahwa Rusia terdesak dan terpaksa menjalin bisnis merugikan dengan Cina.
"Semua akan digambarkan sebagai pukulan bagi Putin. Sanksi-sanksi terhadap Rusia disebut akan melemahkan ekonominya, sehingga Putin terpaksa bertindak", tutur Gaddy. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Hubungan Ekonomi Rusia Cina
Selain serangkaian kerjasama ekonomi, Cina juga merencanakan investasi langsung pada sektor gas di Rusia utara. Perundingan untuk itu sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun. Tapi Andrew Small berpendapat, hubungan ekonomi antara kedua negara sebenarnya bukan ancaman bagi Amerika maupun Eropa. Sebab hubungan Rusia dan Cina dalam sejarahnya penuh dengan gejolak.
"Ada rasa saling tidak percaya yang dalam antara Cina dan Rusia. Itu sebabnya, Rusia tidak mengekspor teknologi militer terbaiknya ke Cina", kata Small. Dilain pihak, Cina juga tidak mau dianggap sebagai "mitra junior" Rusia.
Pemerintah Amerika Serikat mengamati dengan cermat perkembangan hubungan Rusia dan Cina. Menteri Keuangan AS Jack Lew baru-baru ini memperingatkan Cina, agar tidak membantu Rusia terlalu jauh sehingga menggagalkan sanksi AS dan Uni Eropa.
"Ini memang kesempatan sempurna untuk dia (Putin)", kata pengamat politik Clifford Gaddy dari Brookings Institution kepada DW. Padahal presiden AS Barack Obama sebelumnya sudah mencanangkan kemitraan baru Amerika-Asia.
Menurut Gaddy, kunjungan Putin ke Cina tidak hanya bertujuan meningkatkan hubungan ekonomi. Presiden Rusia itu ingin memberi sinyal tegas kepada Amerika dan Eropa, bahwa ia punya banyak alternatif menghadapi sanksi ekonomi.
"Ini adalah demonstrasi simbolis, seperti banyak tindakan Putin yang lain", kata Gaddy. Dalam panggung diplomasi, tindakan simbolis memang sering punya nilai besar.
Tapi Andrew Small dari German Marshall Fund punya pendapat lain. Justru sanksi barat yang akhirnya memaksa Putin berpaling ke Cina. "Tekanan ekonomi dari barat terhadap Rusia cukup berat,jadi opsi mereka memang terbatas", kata Small.
Langkah Putin Lemahkan Barat
Pengamat politik Clifford Gaddy mengatakan, posisi barat semakin lemah dengan menguatnya poros Rusia-Cina. Sekalipun demikian, media-media di Amerika akan memberi gambaran lain.
Gaddy menerangkan, pemerintahan Obama pasti ingin menggambarkan semua langkah Putin sebagai kelemahan. Itu sebabnya, mereka akan menjelaskan kepada media bahwa Rusia terdesak dan terpaksa menjalin bisnis merugikan dengan Cina.
"Semua akan digambarkan sebagai pukulan bagi Putin. Sanksi-sanksi terhadap Rusia disebut akan melemahkan ekonominya, sehingga Putin terpaksa bertindak", tutur Gaddy. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Hubungan Ekonomi Rusia Cina
Selain serangkaian kerjasama ekonomi, Cina juga merencanakan investasi langsung pada sektor gas di Rusia utara. Perundingan untuk itu sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun. Tapi Andrew Small berpendapat, hubungan ekonomi antara kedua negara sebenarnya bukan ancaman bagi Amerika maupun Eropa. Sebab hubungan Rusia dan Cina dalam sejarahnya penuh dengan gejolak.
"Ada rasa saling tidak percaya yang dalam antara Cina dan Rusia. Itu sebabnya, Rusia tidak mengekspor teknologi militer terbaiknya ke Cina", kata Small. Dilain pihak, Cina juga tidak mau dianggap sebagai "mitra junior" Rusia.
Pemerintah Amerika Serikat mengamati dengan cermat perkembangan hubungan Rusia dan Cina. Menteri Keuangan AS Jack Lew baru-baru ini memperingatkan Cina, agar tidak membantu Rusia terlalu jauh sehingga menggagalkan sanksi AS dan Uni Eropa.
Sumber : DW
Ini kesempatan Sebaiknya Indonesia mempererat kerja sama dengan Rusia dibidang pertahanan yang mengarah pada mandiri Alutsista.
BalasHapusPoros Jakarta, Beijing, Moskow, Pyongyang, Teheran, Damaskus (h)
BalasHapushaha. Eropa sekarang punya apa.? solusi cerdas Putin harus ditiru Indonesia. think smart.
BalasHapusgod job..om putin. Rusia, China, Indonesia josss....mantapkan kerja sama....AS dengan arogannya mau mengontrol seluruh negara didunia ini....
BalasHapusPoros Jakarta, Beijing, Moskow, Pyongyang, Teheran, Damaskus, Venezuela, Bolivia, Kuba, Brazil, India dan negara lain yg anti Agresor Amerika dan barat.
BalasHapus