KUALA LUMPUR-(IDB) : Tahun 2015 adalah awal
diberlakukannya perdagangan bebas Asean, dalam bingkai Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA)/Asean Economic Community(AEC). Dengan platform baru
yang hampir menyerupai Masyarakat Ekonomi Eropa/EU, Asean diharapkan
akan segera memiliki akses Ekonomi dan diplomasi yang lebih terbuka,
solid, merata dan menguntungkan.
Peran serta rakyat di masing-masing negara anggota akan terus
didorong untuk menjadi perekat utama Asean sebagai wilayah ekonomi yang
semakin borderless. Ada kekhawatiran yang logis menghinggapi para
anggotanya. Meskipun ide ini dianggap sebagai jawaban atas tuntutan
zaman, namun secara tidak langsung juga akan menggambarkan persaingan
yang semakin terbuka.
Tidak adanya harmoni dalam hal penerapan subsidi
dan pengenaan subsidi terhadap sektor-sektor atau komoditas tertentu,
tidak adanya keseragaman terhadap besaran pajak dan pengenaan pajak pada
sektor-sektor atau komoditas tertentu, serta adanya disparitas tingkat
suku bunga perbankan yang cukup jauh antara negara anggota, telah
menjadi salah satu pemicu lahirnya kekhawatiran beberapa kalangan.
Sebagai contoh, Malaysia menerapkan suku bunga perbankan sebesar 2%,
sedangkan Indonesia pada kisaran 10-13%. Kondisi ini melahirkan
kekhawatiran di pihak Indonesia yang merasa terancam sektor manufaktur
dan sektor-sektor riil lainnya. Namun Malaysia juga merasa khawatir akan
mengeluarkan subsidi yang lebih besar lagi, ketika produk-produk yang
selama ini dikenakan subsidi mulai berdatangan dari negara Asean
lainnya.
Pasar tenaga kerja yang murah di Vietnam, Philipine dan
Indonesia, adalah kegusaran negara-negara Asean yang minim penduduknya,
seperti Malaysia dan Singapore. Selain itu, dengan tingkat suku bunga
yang tinggi di Indonesia, sangat dikhawatirkan terjadinya outflow dana
masyarakat dari negara-negara Asean yang menerapkan suku bunga rendah ke
Indonesia yang bersuku bunga tinggi.
Bagi Indonesia, hal ini sangat memungkinkan terjadinya fenomena
kelebihan likuiditas, mengingat pelaku industri dalam negeri lebih
memilih negara yang bersuku bunga rendah. Stabilitas Rupiah akan kembali
terancam, sedangkan respon pemerintah dalam menggiatkan pembangunan
infrastruktuf masih sangat minim, sehingga iklim usaha biaya tinggi akan
menjadi momok bagi perekonomian Indonesia.
Satu hal yang menjadi modal penting, kita masih memiliki potensi SDA
yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara lainnya. Selain
itu, pasar domestik yang luas akan menjadi gambaran umum bagi wajah
pasar Asean secara keseluruhan.
Pada tahap awal memang diyakini akan mengalami instabilitas di semua
negara anggota sebelum akhirnya wujud masyarakat ekonomi Asean ini
sendiri menemukan wujud dan bentuk yang wajar dan semestinya. Hal yang
perlu dicermati adalah kekuatan yang akan lahir manakala masyarakat
Asean ini telah menjadi satu. Asean akan menjadi sebuah wilayah ekonomi
yang dihuni oleh lebih dari setengah miliar penduduk bumi, yang akan
menempatkannya sebagai wilayah ketiga terbesar di dunia setalah China
dan India.
Kekuatan Asean akan semakin diperhitungkan oleh masyarakat
Internasional. Untuk itu Asean harus senantiasa tanggap terhadap segala
tuntutan peradaban.
Paradigma Asean versus China harus segera diubah, karena jika dua
kekuatan besar dipertentangkan, maka yang akan terjadi adalah
pertentangan besar yang akan berakhir pada kehancuran yang besar.
Pemikiran Asean plus China yang sekarang baru sebatas pada bidang
diplomasi, harus terus dikembangkan pada bidang-bidang lainnya. Harus
segera dibentuk sebuah wadah khusus yang berfungsi untuk meredam setiap
pergesekan yang ada, sehingga Asean bisa lebih mandiri, sehingga mampu
mencegah masuknya pihak yang tidak berkepentingan.
Peran kesekretariatan yang ada selama ini, harus mampu memiliki daya tawar di tingkat global.
Akankah Konflik Asean – China Pecah ?
Kebetulan hari Sabtu ini 001/03/2014, saya sedang tidak disibukkan oleh
rutinitas kerja. Seorang teman asal Korea Selatan mengajak saya untuk
ikut serta dalam acara keluarganya, melakukan penyelaman di pulau
Pangkor, perjalanan 4 jam dari Kuala Lumpur.
Sebuah gugusan pulau kecil yang berada tudak jauh dari pangkalan
utama TLDM di Lumut, negara bagian Kesultanan Perak. Sepanjang
perjalanan, kami hanya membicarakan soal ekonomi, seni, budaya dan olah
raga. Sampai akhirnya dari obrolan itu saya bisa mengetahui profesi
masing-masing. Ada dua orang yang profesinya sangat jauh dari apa yang
kami lakukan sehari-hari. Seorang yang sudah agak berumur namum masih
tampak tegap adalah ternyata direktur atase pertahanan Korea untuk
Malaysia.
Berlatar belakang sebagai perwira tinggi angkatan darat Korea,
yang pernah ditugaskan diperbatasan Korsel dan Korut. Sedangkan yang
satunya, sejak awal bertemu, feeling saya udah menerkanya sebagai
seorang prajurit. Ternyata benar, dia adalah adik ipar dari direktur
atase pertahanan Korea itu. Latar belakangnya bisa dilihat dari bentuk
tubuhnya yang nyaris sempurna, seorang perwira menengah di angkatan laut
Korea. Pernah berdinas di satuan elite angkatan laut Korea, menjadi
utusan yang dikirim untuk melakukan pelatihan bersama dengan berbagai
negara Eropa dan Amerika.
Hal menarik yang ingin saya bagikan, sebenarnya bukan tentang
silsilah mereka, dan juga bukan soal militer Korea. Tapi lebih kepada
pengetahuan dan wawasan mereka terhadap kondisi real perkembangan
militer di Asia Tenggara. Seringkali mereka memotong pertanyaan saya
dengan langsung menjawabnya dengan point yang saya maksudkan, bahkan dia
juga memberikan perbandingan dengan apa yang terjadi antara Korsel dan
Korut.
Ketika pembicaraan sedang menuju pada konflik LCS yang melibatkan
beberapa negara Asean dengan China, mereka mengomentarinya sangat
ringan. Mereka berpikir bahwa konflik yang sedang berlangsung, tidak
lebih berat dan panas jika dibandingkan dengan konflik yang mereka
hadapi dengan Korut. Konflik yang terjadi baru pada sebatas konflik
kepentingan yang berupa klaim teritori.
Prospek penyelesaiannya masih sangat cerah, mengingat hingga saat ini
belum ada satu pun alat penyelesaian yang dipakai. Indikator lainnya,
kondisi hubungan bilteral antara negara-negara yang sedang berkonflik
juga masih sangat bagus bahkan menunjukan saling ketergantungan. Jika
kondisi business as ussual masih tercipta, maka ancaman perang
sebenarnya boleh dibilang gak ada, atau setidaknya masih sangat jauh.
Apalagi belum ada satupun pemimpin negara yang melakukan provokasi
perang, ini menyiratkan bahwa kondisi yang sebenarnya masih relatif
aman. Bukti nyata yang bisa kita lihat, adanya indikasi peningkatan
nilai bilateral dalam sektor ekonomi diantara negara yang berkonflik.
Bukan hanya itu, mereka juga masih giat untuk saling berinvestasi. Jadi
apanya yang menandakan mau perang? Kondisi seperti yang sedang memanas
ditengarai hanya ulah usil dari pihak ketiga yang mencoba mengambil
keuntungan dari iklim ekonomi yang sedang robust di kawasan itu.
Pertumbuhan ekonomi China yang tinggi, telah menyedot hampir separuh
energi dunia. Dampaknya bagi dunia adalah menjadi langkanya energi dan
berimbas pada kenaikan harga energi yang sangat bombastis. Sedangkan
China sendiri menikmati benefit harga energi yang murah, karena mereka
telah melakukan kontrak justru di saat harga energi itu belum melambung
tinggi. Inilah yang menjadikan konflik ini terasa begitu special.
Negara-negara besar yang sudah fasih dengan bahasa konflik akhirnya
datang untuk mengaut keuntungan. Konflik mungkin akan dibuat tetap
panas, memanas dan lebih panas. Tapi percayalah, perang ala militer yang
sesungguhnya tidak akan pernah ada.
Di akhir obrolan kami, dua orang ini justru iri melihat kiprah
Indonesia. Mereka menyebutnya, bangsa kita sebagai bangsa yang cerdik
dan otak dagang. Hehehe..! Sambil tertawa, mereka bilang dari semua
konflik yang ada, akhirnya Indonesialah yang akan meraup keuntungan.
Persis mirip Jepang era Perang Dunia. Ketika saya coba mengejar apa
maksud mereka, jawaban singkat terlontar dari mulutnya; think it..!
Pikir aja sendiri. Sambil lompat dari boat dan menenggelamkan diri ke
laut.
Sumber : JKGR
Asean bentukan sekutu di saman perang dingin ( cold war ) untuk membendung pegaruh ussr uni soviet , ironis nya komunis runtuh asean tetap jalan karna pegaruh barat masih menancap akibat demokrasi di buli , Pasar asean market pasar lumayan besar hanya ada di indonesia tidak di singapore atau malaysia thailand . Pasar bebas asean suka tidak suka hanya bikin buntung indonesia raya .
BalasHapussetuju !!
HapusASEAN tak ada gunanya !
akakakakakakak
Aec ) pasar bebas asean patut di evaluasi di pemerintahan baru akan datang , bellom di terapkan asean economic pasar bebas singapore dan malaysia sudah menikmati esport bebas ke indonesia dua negara ini selalu menutup diri berapa % mereka raih dalam perdangagan penuh entrik dan licik .
BalasHapusYg pastinya Indonesia no. 1 negara Asean yg merugi. Dari segi pariwisata, salah satu pendapatan devisa yg tinggi. Bagaimana jika orang luar Indonesia dgn murah lalu-lalang di Indonesia. Ok bagi pendapatan menega kebawah, devisa negara kita? Pemangkasan pajak dari Visa!
BalasHapusPerdagangan, apakah pedagang di Indonesia sdh banyak yg bisa berbahasa inggris?
Indonesia cuman bangsa konsumen, belum siap untuk pasar bebas di ASEAN.
Yg ada, RI bakalan di gembosi oleh Malaysia, singapura, bruney, dan PNG.
PNG ga ikutan boss...
Hapusso, jawabanya apa? kenapa Indonesia dianggap bangsa yang cerdik dan otak dagang?
BalasHapusemang posisi Jepang di PD II seperti apa?
ano2 ada yang bisa jelasin?
kok pemimpin mau aja ikut pasar bebas asean ya?
BalasHapusperlu digaris bawahi pada PD II indonesia keluar sebagai salah satu pemenang perang...
BalasHapusKita bicara dagang pasar bebas asean yg yata yata nkri hanya jadi korban ....fakta anda pun faham kan ...bagus enggak buat ke langsungan nkri untuk masa akan datang ?....kita ke singapore hanya esport pisang sebaliknya singapore ?.... gak mau terbuka liciknya negara kutu ini sudah di ambang batas ....cilakanya peminpin kita tingkah laku gak beda jquh singapore pura 2 gqk tahu contoh : laut natuna udara hampir jadi milik singqpore di obral ...katanya di sewa ??.....
BalasHapusIndonesia sama kayak Jepang?? sama apanya ya? sama-sama orangnya pendek pendek sih iya... yang jelas NKRI hanya kaya SDA saja... NKRI bukan Negara Produsen, tapi Negara Konsumen... Kalau AEC (Asean Economic Community) sampai kita ikutan secara total semua sector.... Mampuslah bangsa ini semakin bego hanya jadi konsumen FOR THE REST OF OUR LIFES..
BalasHapusya mulailah ente bangun pabrik bro.
Hapus