Kamis, November 28, 2013
0
Komisi I Bahas Penyadapan Dengan Sejumlah Instansi

JAKARTA-(IDB) : Komisi I DPR menggelar rapat gabungan dengan sejumlah kementerian/lembaga, Kamis (28/11) membahas soal penyadapan Australia. Rapat dihadiri dihadiri Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, dan Kapolri, Kepala BIN, dan Lemsaneg. 



Lantaran banyak membahas hal-hal sensitif dan strategis, rapat ini bersifat tertutup pada awalnya. Rapat kembali dibuka untuk umum setelah menghasilkan kesimpulan. 



Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengusulkan DPR dan pemerintah melakukan konferensi pers bersama usai rapat. "Ini untuk menunjukkan bahwa dalam persoalan ini kedua lembaga negara kompak dan bersatu, sama-sama satu suara," ujarnya.



Menlu Marty Natalegawa sempat menjelaskan soal tindakannya memanggil Kedubes Singapura dan Korea Selatan karena ditengarai membantu penyadapan Australia dan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Penjelasan itu ia sampaikan sesaat sebelum memasuki ruang rapat.



"Mereka sudah dipanggil, dimintai penjelasan tentang berita soal penyadapan yang mereka lakukan dengan fasilitas serat optik. Dubes Korsel di Jakarta tidak menyanggahnya, sementara Dubes Singapura menyatakan berita itu tidak berdasar," kata Marty.
Pemerintah Dan Parlemen Kompak Soal Penyadapan
Penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap Presiden RI dan beberapa pejabat negara memicu reaksi keras dari dalam negeri. Pemerintah maupun parlemen pun kompak dalam menyikapi persoalan ini.



Hal itu diutarakan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, usai melakukan rapat gabungan dengan Komisi I DPR RI, Kepala BIN, Kepala Lemsaneg, Menteri Pertahanan, dan Kapolri.



Marty mengatakan, khusus mengenai Australia, pemerintah ingin menggarisbawahi bahwa pelaksanaan politik luar negeri yang efektif dan mampu membawa perubahan ke arah perbaikan sesuai kepentingan nasional kita. "Salah satu aset yg dibutuhkan adalah kesatuan pandangan dan kesatuan cara bersikap," ujarnya, Kamis (28/11), di Kompleks Parlemen.



Sehubungan dengan itu, pemerintah melalui Kemenlu merasa sangat berterimakasih kepada sikap dan kesimpulan yang telah dicapai rapat gabungan, yang intinya parlemen satu suara bersama dengan pemerintah dalam menanggapi penyadapan.



"Kami menilai penting diterapkannya 6 langkah yang telah diumumkan Bapak Presiden dalam konferensi pers 26 November yang lalu. Roadmap-nya jelas. Pihak Australia juga tahu apa yang harus dilakukan, dan kami pun demikian setelah melalui pertemuan hari ini," ujarnya.



Berikut enam langkah yang akan dilakukan Presiden RI menyikapi penyadapan Australia:

  1. Akan menugasi Menlu atau utusan khusus untuk mendiskusikan secara mendalam, serius termasuk isu-isu yang sensitif termasuk hubungan bilateral Indonesia Australia pasca penyadapan. Bagi SBY ini merupakan prasyarat rumusan protokol kerja sama bilateral yang diusulkan dan sudah disetujui oleh PM Australia.
  2. Setelah terjadi mutual understanding dan mutual agreement kedua belah pihak dilanjuti pembahasan kode protokol dan etike kedua negara.
  3. SBY akan memeriksa sendiri kode protokol dan etik itu pasca penyadapan yang lalu.
  4. Setelah protokol dan koede etik itu disahkan, SBY ingin pengesahannya dilakukan di hadapan kepala pemerintahan.
  5. Tugas kedua negara, membuktikan kedua kode etik itu untuk dijalankan, oleh karena itu dilakukan observasi dan evaluasi.
  6. Langkah terakhir yang diperlukan dan diusulkan adalah, setelah kedua negara utamanya Indonesia memiliki kepercayaan dan kemudian protokol dan kode etik itu benar-benar dijalankan, maka SBY berpandanganan kerja sama bilateral yang nyata-nyata membawa manfaat bersama bisa dilanjutkan. Termasuk kerja sama militer dan kepolisian kedua negara.
6 Poin Kesimpulan Raker Gabungan Komisi I Soal Penyadapan
Guna membahas penyadapan Australia, Komisi I DPR menggelar rapat gabungan dengan sejumlah instansi: Kemenlu, Kemenhan, BIN, Kapolri, Lemsaneg, Kemenkominfo, dan Kemensesneg. Rapat yang berlangsung pada Kamis (28/11) itu telah menghasilkan enam poin kesimpulan.



"Intinya, Komisi I DPR mengapresiasi pemerintah, baik melalui Menlu maupun Presiden, yang tegas dan keras memberikan reaksi terhadap penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat membacakan kesimpulan rapat.

6 poin kesimpulan rapat sbb :



Itu poin pertama. Poin kedua, Komisi I DPR mendesak pemerintah untuk konsisten menjalankan enam langkah peta jalan dalam menyikapi masalah ketegangan Indonesia-Australia. Namun, Indonesia harus memastikan punya posisi tawar yang kuat. Komisi I meyakini bahwa dalam hubungan bilateral, Australia lebih membutuhkan Indonesia.



Poin ketiga, Komisi I mendesak pemerintah untuk mempercepat penggunaan sistem persandian di semua negara dan kantor perwakilan RI di luar negeri. Juga meningkatkan pengamanan komunikasi bagi VVIP. 



"Hal ini kita sepakati. Lemsaneg sudah menyatakan sanggup mendukung akselesari penggunaan sistem persandian di semua kementerian/lembaga, termasuk perwakilan RI di luar negeri," katanya.



Poin keempat, Komisi I menegaskan perlunya penataan kembali kebijakan dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi serta infrastruktur telekomunikasi yang menjamin kepentingan nasional. Kesimpulan ini diambil karena ada dugaan bahwa operator telekomunikasi di Indonesia dimanfaatkan asing untuk penyadapan.



Poin kelima, Komisi I mendorong pemerintah untuk mengembangkan sistem pertahanan dunia maya dengan mengoptimalkan sumber daya dalam negeri. "Kita belum punya satelit khusus untuk komunikasi di sektor pertahanan dan keamanan intelijen. Dengan kasus ini, kita makin mendorong signifikansi pengadaan satelit khusus," katanya.



Poin keenam, Komisi I dan pemerintah perlu melakukan langkah lanjutan untuk memastikan bahwa program satelit itu sudah berjalan mulai tahun 2014.




Sumber : Jurnamen

0 komentar:

Posting Komentar