JAKARTA-(IDB) : Industri pertahanan merupakan salah satu sektor industri strategis yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak yang berkepentingan dalam
pengembangannya. Pasalnya, ciri utama sektor industri pertahanan adalah
keberadaan teknologi tinggi serta inovasi yang melekat dalam setiap
tahapan proses produksinya.
"Keberadaan industri pertahanan nasional tersebut apabila mendapatkan porsi pengembangan serta dukungan yang lebih besar maka dapat menjadi lebih kuat yang pada akhirnya mampu bersaing dengan industri sejenis dari negara-negara lainnya. Untuk itu, penguasaan terhadap teknologi terkini mutlak diperlukan agar tidak tertinggal dari negara-negara lainnya," kata Sekjen Kementerian Perindustrian, Ansari Bukhari, di Jakarta, Kamis (28/2).
Lebih lanjut, Ansari mengatakan, inovasi dan improvisasi terhadap produk juga diperlukan secara terus menerus yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang digunakannya. Pada era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, semua bangsa di dunia berusaha untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa lainnya melalui penerapan teknologi yang diimplementasikan dalam setiap pembangunannya.
"Hal ini mengandung makna bahwa penguasaan teknologi menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi sehingga harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya. Begitu juga dengan industri pertahanan kita, penguasaan teknologi menjadi kunci bagi keberhasilan pengembangannya karena dari waktu ke waktu aplikasi teknologi semakin dibutuhkan," ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut Ansari, dalam pengembangan industri pertahanan tanpa memperhitungkan adanya kemajuan teknologi hanya akan berjalan di tempat.
"Penting bagi suatu industri pertahanan yang ada di Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan yang ada sehingga pertahanan dan keamanan nasional dapat terjamin. Untuk dapat mengembangkan sektor ini melalui teknologi, diperlukan dukungan dan keberpihakan semua lini," ucapnya.
"Keberadaan industri pertahanan nasional tersebut apabila mendapatkan porsi pengembangan serta dukungan yang lebih besar maka dapat menjadi lebih kuat yang pada akhirnya mampu bersaing dengan industri sejenis dari negara-negara lainnya. Untuk itu, penguasaan terhadap teknologi terkini mutlak diperlukan agar tidak tertinggal dari negara-negara lainnya," kata Sekjen Kementerian Perindustrian, Ansari Bukhari, di Jakarta, Kamis (28/2).
Lebih lanjut, Ansari mengatakan, inovasi dan improvisasi terhadap produk juga diperlukan secara terus menerus yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang digunakannya. Pada era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, semua bangsa di dunia berusaha untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa lainnya melalui penerapan teknologi yang diimplementasikan dalam setiap pembangunannya.
"Hal ini mengandung makna bahwa penguasaan teknologi menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi sehingga harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya. Begitu juga dengan industri pertahanan kita, penguasaan teknologi menjadi kunci bagi keberhasilan pengembangannya karena dari waktu ke waktu aplikasi teknologi semakin dibutuhkan," ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut Ansari, dalam pengembangan industri pertahanan tanpa memperhitungkan adanya kemajuan teknologi hanya akan berjalan di tempat.
"Penting bagi suatu industri pertahanan yang ada di Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan yang ada sehingga pertahanan dan keamanan nasional dapat terjamin. Untuk dapat mengembangkan sektor ini melalui teknologi, diperlukan dukungan dan keberpihakan semua lini," ucapnya.
Industri Pertahanan Juga Butuh Lembaga Pembiayaan
Program KCR pembiayaan dari Bank Mandiri |
Mantan Menteri Perindustrian dan Menko RI Periode 1983-1999, Hartarto
Sastrosoenarto, menilai, pemerintah perlu mendirikan lembaga keuangan
guna membiayai industri pertahanan milik negara.
Pernyataan Hartarto itu menanggapi terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan memberikan jaminan pembelian alutsista oleh pemerintah. UU ini bertujuan untuk kemandirian alutsista, sehingga kondisi industri pertahanan di matra darat, laut, maupun udara mampu memenuhi kebutuhan. Apabila industri dalam negeri belum mampu, perlu dilakukan alih teknologi ataupun trade off dan dapat pula dengan pembelian
lisensi.
"Pemerintah menetapkan kerangka pembiayaan jangka panjang untuk industri pertahanan milik negara melalui APBN. Dimungkinkan untuk membiayai kegiatan tersebut melalui lembaga keuangan, karena kita tidak memiliki bank semacam Bapindo tempo dulu. Negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, India, Thailand memiliki bank tersebut," kata Hartarto di Jakarta, Kamis (28/2).
Dalam UU tersebut, lanjut Hartarto, pemerintah juga berkewajiban menyuntikkan dana kepada industri pertahanan milik negara jika industri tersebut memiliki kendala finansial.
"Disarankan agar pemerintah memberi dana kepada lembaga keuangan yang perlu didirikan, dimana dana tersebut digunakan untuk pemberian kredit jangka panjang dengan bunga yang rendah kepada industri pertahanan dan industri dasar lainnya. Tiap tahun dimasukkan modal baru, sehingga dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri pertahanan dan industri dasar lainnya," ujar dia.
Sementara itu, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, selain sumber daya manusia sebagai faktor dominan dalam suatu sistem pertahanan, riset dan engineering dalam teknologi persenjataan menjadi faktor yang menentukan kewibawaan sistem pertahanan suatu negara.
Beberapa hasil riset produk pertahanan telah dan akan dikembangkan oleh industri pertahanan dalam negeri antara lain produk alutsista, seperti kapal cepat rudal, kapal fregat, kapal siluman, roket, panser, pesawat tempur KFX/IFX generasi 4,5, senjata serbu dll. Selain itu, juga produk non alutsista, seperti radar, alat komunikasi, rompi dan helm anti peluru, parasut untuk perorangan, parasut untuk barang dan parasut untuk pesawat, pesawat drone/nirawak, dan sebagainya.
"Karena itu, aktivitas riset dan engineering pada industri tersebut seperti PT PAL, PT Pelindo, PT DI, PT INTI, PT LEN, PT CMI harus diberi kebijakan fiskal. Apabila perlu, dapat dibeli lisensi untuk kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut seperti yang dilakukan oleh Korea dan China," ucap dia.
Selanjutnya, untuk mengembangkan industri pertahanan dan industri pendukung yang berkemampuan dibutuhkan kebijakan pemberdayaan seluruh industri nasional yang memerlukan tekad dan keterpaduan upaya dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan segenap potensi sumber daya nasional, seperti industri strategis, pihak swasta, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan termasuk juga perangkat regulasinya.
"Yang lebih penting lagi adalah keberpihakan pada penggunaan produksi dalam negeri merupakan salah satu strategi tepat yang dapat memberikan
kesempatan dan akumulasi pengalaman kepada industri dalam negeri khususnya bagi para pelaku industri disektor ini, untuk dapat melakukan produksi serta pengembangan produk baik alutsista maupun non-alutsista," katanya.
Pernyataan Hartarto itu menanggapi terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan memberikan jaminan pembelian alutsista oleh pemerintah. UU ini bertujuan untuk kemandirian alutsista, sehingga kondisi industri pertahanan di matra darat, laut, maupun udara mampu memenuhi kebutuhan. Apabila industri dalam negeri belum mampu, perlu dilakukan alih teknologi ataupun trade off dan dapat pula dengan pembelian
lisensi.
"Pemerintah menetapkan kerangka pembiayaan jangka panjang untuk industri pertahanan milik negara melalui APBN. Dimungkinkan untuk membiayai kegiatan tersebut melalui lembaga keuangan, karena kita tidak memiliki bank semacam Bapindo tempo dulu. Negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, India, Thailand memiliki bank tersebut," kata Hartarto di Jakarta, Kamis (28/2).
Dalam UU tersebut, lanjut Hartarto, pemerintah juga berkewajiban menyuntikkan dana kepada industri pertahanan milik negara jika industri tersebut memiliki kendala finansial.
"Disarankan agar pemerintah memberi dana kepada lembaga keuangan yang perlu didirikan, dimana dana tersebut digunakan untuk pemberian kredit jangka panjang dengan bunga yang rendah kepada industri pertahanan dan industri dasar lainnya. Tiap tahun dimasukkan modal baru, sehingga dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri pertahanan dan industri dasar lainnya," ujar dia.
Sementara itu, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, selain sumber daya manusia sebagai faktor dominan dalam suatu sistem pertahanan, riset dan engineering dalam teknologi persenjataan menjadi faktor yang menentukan kewibawaan sistem pertahanan suatu negara.
Beberapa hasil riset produk pertahanan telah dan akan dikembangkan oleh industri pertahanan dalam negeri antara lain produk alutsista, seperti kapal cepat rudal, kapal fregat, kapal siluman, roket, panser, pesawat tempur KFX/IFX generasi 4,5, senjata serbu dll. Selain itu, juga produk non alutsista, seperti radar, alat komunikasi, rompi dan helm anti peluru, parasut untuk perorangan, parasut untuk barang dan parasut untuk pesawat, pesawat drone/nirawak, dan sebagainya.
"Karena itu, aktivitas riset dan engineering pada industri tersebut seperti PT PAL, PT Pelindo, PT DI, PT INTI, PT LEN, PT CMI harus diberi kebijakan fiskal. Apabila perlu, dapat dibeli lisensi untuk kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut seperti yang dilakukan oleh Korea dan China," ucap dia.
Selanjutnya, untuk mengembangkan industri pertahanan dan industri pendukung yang berkemampuan dibutuhkan kebijakan pemberdayaan seluruh industri nasional yang memerlukan tekad dan keterpaduan upaya dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan segenap potensi sumber daya nasional, seperti industri strategis, pihak swasta, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan termasuk juga perangkat regulasinya.
"Yang lebih penting lagi adalah keberpihakan pada penggunaan produksi dalam negeri merupakan salah satu strategi tepat yang dapat memberikan
kesempatan dan akumulasi pengalaman kepada industri dalam negeri khususnya bagi para pelaku industri disektor ini, untuk dapat melakukan produksi serta pengembangan produk baik alutsista maupun non-alutsista," katanya.
Sumber : Jurnas
kalo yg beli TNI masa si takut kreditnya macet, kan dananya pasti ada langsung apbn. Jadi bank gak usah khawatir kasih dana ke industri pertahanan yg diorder TNI. Kompak.....
BalasHapusArtikel diatas hanya wacana saja. Krn apa yg diungkapkan sebe narnya sdh jadul n smp berbuih di mulut para visioner penga nut faham idealis. Sa yang sulit meimplementasikan selama pola pikir peja bat pembuat kebijakn tidak pernah berani membuat terobosan. Yg ada terobosan bgm mendpt komisi. Yg se lanjutnya apabila industri hulu tdk di wujudkan mustahil ki ta dpt me inprovisasi teknologi tinggi spt yg diwacanakan. Jadi met berwacana terus yg penting realisasi proyek plus komisi jln terus. Damm!!!
BalasHapusbung boler memang mantap. SPEKTAKULER kata Tulang Togu. Penjabat kita memang seperti itu dari dulu. Soalnya mereka itu sebenarnya antek2 amerika yg tdk ingin Indonesia maju teknologi militernya. Kalo maju maka Indonesia akan seperti cina, jepang, dan india yg sulit untuk di dikte lg. AS melihat cara menghambatnya adalah dengan menyogok penjabat2nya utk tdk menyetujui pengembangan alutsista.
BalasHapusWalah boro-boro mikir kemajuan Indonesia. Kebanyakan pejabat kita cuma mikir gmna cara agar bisa menambah buncit pundi2 mereka. Makanya mereka hanya hangat2 kuku aja kalau punya keinginan industri militer kita itu menjadi besar. mereka cuma berani bermimpi aja tnpa ada kemauan besar. Harusnya emang ada undang2 yang isinya pembaharuan alutsista adalah wajib demi keamanan negara. gitu lho
BalasHapus