JAKARTA-(IDB) : Markas Besar TNI mengklaim rudal AGM-65K2 "Maverick All-Up-Round" sebagai bagian dari kebutuhannya. "Itu salah satu kelengkapan pesawat yang dibutuhkan oleh TNI," kata Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul kepada wartawan, Senin, 27 Agustus 2012.
Namun Iskandar mengatakan akan menyerahkan rencana pembelian rudal itu pada Kementerian Pertahanan. "Tentu semuanya harus disesuaikan dengan anggaran yang ada, urusan itu biar Kemhan yang memutuskan," kata Iskandar.
Iskandar memastikan TNI memerlukan 18 paket peluru kendali pabrikan Raytheon Co ini. "Kalau punya pesawatnya, tentu harus dilengkapi dengan sistem persenjataan yang memadai," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyatakan persetujuannya untuk menjual perangkat rudal F-16 ke Indonesia. Berdasarkan nota yang dikirim pada Rabu pekan lalu itu, Indonesia disebut-sebut meminta paket 18 rudal jenis AGM-65K2 "Maverick All-Up-Round", 36 rudal untuk latihan para pilot, tiga rudal latihan "perawatan" beserta suku cadangnya, perlengkapan pengujian, serta latihan personal.
Rudal AGM-65 buatan Raytheon Co itu dirancang untuk menyerang target jarak jauh, termasuk kendaraan lapis baja, pertahanan udara, transportasi darat, dan fasilitas penyimpanan. "Penjualan ini akan menjadikan Indonesia mitra regional yang berharga di sebuah wilayah penting di dunia," kata Pentagon, seperti dikutip dari laman Business Recorder, Ahad 26 Agustus 2012.
Namun Iskandar mengatakan akan menyerahkan rencana pembelian rudal itu pada Kementerian Pertahanan. "Tentu semuanya harus disesuaikan dengan anggaran yang ada, urusan itu biar Kemhan yang memutuskan," kata Iskandar.
Iskandar memastikan TNI memerlukan 18 paket peluru kendali pabrikan Raytheon Co ini. "Kalau punya pesawatnya, tentu harus dilengkapi dengan sistem persenjataan yang memadai," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyatakan persetujuannya untuk menjual perangkat rudal F-16 ke Indonesia. Berdasarkan nota yang dikirim pada Rabu pekan lalu itu, Indonesia disebut-sebut meminta paket 18 rudal jenis AGM-65K2 "Maverick All-Up-Round", 36 rudal untuk latihan para pilot, tiga rudal latihan "perawatan" beserta suku cadangnya, perlengkapan pengujian, serta latihan personal.
Rudal AGM-65 buatan Raytheon Co itu dirancang untuk menyerang target jarak jauh, termasuk kendaraan lapis baja, pertahanan udara, transportasi darat, dan fasilitas penyimpanan. "Penjualan ini akan menjadikan Indonesia mitra regional yang berharga di sebuah wilayah penting di dunia," kata Pentagon, seperti dikutip dari laman Business Recorder, Ahad 26 Agustus 2012.
Pesawat Jet Tempur Tanpa Rudal Jarak Jauh Tak Ada Gunanya
Indonesia harus bisa memainkan posisi tawar dalam negosiasi pengadaan alutsista
Memperkuat persenjataan pada pesawat jet tempur F-16, adalah hal yang niscaya karena pesawat jet tempur tanpa dipersenjatai rudal terpandu jarak jauh, tidak ada gunanya .
Hal ini dikatakan oleh pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menyusul berita yang dilansir kantor berita Reuters dari Washington DC, Amerika Serikat pada Jumat (24/8),*yang melaporkan pemerintah Presiden Barack Obama, telah mengusulkan untuk menjual rudal terpandu jarak jauh dan peralatan terkait senilai 25 juta dollar Amerika, untuk melengkapi armada pesawat jet tempur F-16 yang dimiliki Indonesia.
“Pesawat jet tempur memang harus bisa menembak, tapi harus diperhatikan apakah hal ini memang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Udara sebagai penggunanya,” ujar Connie ketika dihubungi, Minggu (26/8).
Indonesia disebutnya harus bisa memainkan posisi tawar, yang lebih baik dalam negosiasii pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dengan Amerika Serikat, mengingat Amerika Serikat memandang posisi strategis Indonesia, dan dianggap sebagai kekuatan pengimbang terhadap China di kawasan Asia.
Dalam hal ini dan dengan konteks sengketa di kawasan Laut China Selatan antara China, Taiwan dan empat negara anggota ASEAN, Connie mengatakan Indonesia dapat menggunakan posisi tawarnya, untuk meminta Amerika agar mendukung penguatan kekuatan militer Indonesia di laut dan tidak hanya di udara.
"Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk mendapatkan perjanjian kerjasama yang lebih baik untuk membangun armada laut baru, seperti Armada Pasifik dan Armada Lautan Hindia, sehingga melengkapi Armada Barat dan Armada Timur yang sudah ada,” ujar Connie.
Namun Connie mengatakan bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif, dengan semboyan one thousand friends zero enemy dapat menimbulkan kebingungan, untuk menentukan aliansi yang kuat dengan salah satu kekuatan besar di dunia, walau hal ini juga dapat digunakan untuk menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Amerika dan China.
Connie memberikan contoh bahwa Indonesia dapat membagi kerjasama militernya dengan kedua negara tersebut, dalam membangun dan memperkuat armada laut, misalnya membangun Armada Barat dan Samudera Hindia dengan China, sementara Armada Timur dan Pasifik dengan Amerika.
“Ini akan membuat Indonesia sebagai negara dengan kekuatan pengimbang yang sebenarnya. Menurut saya, ini adalah gerakan non blok abad ke-21,” ujar Connie.
Memperkuat persenjataan pada pesawat jet tempur F-16, adalah hal yang niscaya karena pesawat jet tempur tanpa dipersenjatai rudal terpandu jarak jauh, tidak ada gunanya .
Hal ini dikatakan oleh pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, menyusul berita yang dilansir kantor berita Reuters dari Washington DC, Amerika Serikat pada Jumat (24/8),*yang melaporkan pemerintah Presiden Barack Obama, telah mengusulkan untuk menjual rudal terpandu jarak jauh dan peralatan terkait senilai 25 juta dollar Amerika, untuk melengkapi armada pesawat jet tempur F-16 yang dimiliki Indonesia.
“Pesawat jet tempur memang harus bisa menembak, tapi harus diperhatikan apakah hal ini memang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Udara sebagai penggunanya,” ujar Connie ketika dihubungi, Minggu (26/8).
Indonesia disebutnya harus bisa memainkan posisi tawar, yang lebih baik dalam negosiasii pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dengan Amerika Serikat, mengingat Amerika Serikat memandang posisi strategis Indonesia, dan dianggap sebagai kekuatan pengimbang terhadap China di kawasan Asia.
Dalam hal ini dan dengan konteks sengketa di kawasan Laut China Selatan antara China, Taiwan dan empat negara anggota ASEAN, Connie mengatakan Indonesia dapat menggunakan posisi tawarnya, untuk meminta Amerika agar mendukung penguatan kekuatan militer Indonesia di laut dan tidak hanya di udara.
"Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk mendapatkan perjanjian kerjasama yang lebih baik untuk membangun armada laut baru, seperti Armada Pasifik dan Armada Lautan Hindia, sehingga melengkapi Armada Barat dan Armada Timur yang sudah ada,” ujar Connie.
Namun Connie mengatakan bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif, dengan semboyan one thousand friends zero enemy dapat menimbulkan kebingungan, untuk menentukan aliansi yang kuat dengan salah satu kekuatan besar di dunia, walau hal ini juga dapat digunakan untuk menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Amerika dan China.
Connie memberikan contoh bahwa Indonesia dapat membagi kerjasama militernya dengan kedua negara tersebut, dalam membangun dan memperkuat armada laut, misalnya membangun Armada Barat dan Samudera Hindia dengan China, sementara Armada Timur dan Pasifik dengan Amerika.
“Ini akan membuat Indonesia sebagai negara dengan kekuatan pengimbang yang sebenarnya. Menurut saya, ini adalah gerakan non blok abad ke-21,” ujar Connie.
Sumber : Tempo
0 komentar:
Posting Komentar