DEN HAAG-(IDB) : Pemerintah Belanda tidak menutup kemungkinan akan menjual tank Leopard tuanya ke Indonesia. Demikian pernyataan menteri Belanda Uri Rosenthal (Luar Negeri) dan Hans Hillen (Pertahanan) hari Rabu (15/02) menanggapi pertanyaan tertulis yang diajukan parlemen Belanda medio Januari lalu.
Arjan El Fassed, anggota parlemen dari Partai Kiri Hijau (Groenlinks), pertengahan Januari melayangkan pertanyaan tertulis kepada kabinet setelah laporan berbagai media, baik media Belanda maupun Indonesia, menunjukkan bahwa negosiasi mengenai kesepakatan transaksi belum dihentikan, meski telah ada himbauan dari Parlemen. Radio Nederland menanyakan komentar El Fassed akan tanggapan yang diberikan kabinet.
Anggota parlemen El Fassed kepada Radio Nederland mengatakan, parlemen belum mengambil tindakan karena belum ada kesepakatan apa-apa. Namun jika kesepakatan sampai diambil, kabinet harus tetap menginformasikannya dulu kepada parlemen. Dan saat itu akan ditinjau kembali apakah situasi hak asasi manusia masih terancam di Indonesia.
Sebelum Kementerian Pertahanan diizinkan melakukan transaksi alutsista dengan negara tertentu, mereka harus meminta rekomendasi dari Kementerian Luar Negri mengenai situasi terkini di negara tersebut. Rekomendasi tersebut lalu harus disampaikan ke Parlemen. Stempel "kondusif/tidak kondusif" dari Kemenlu sangat berperan dalam menentukan kelanjutan transaksi.
"Mayoritas anggota parlemen telah meminta pemerintah Belanda untuk tidak menjual tank Leopard ke Indonesia karena keterlibatan militer Indonesia dengan pelanggaran hak asasi manusia. Di Belanda berlaku bahwa transaksi alat utama sistem senjata (alusista) senilai di atas 2 juta Euro harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari parlemen. Yang terjadi saat ini adalah mayoritas anggota parlemen menyetujui bahwa situasi Indonesia tidak kondusif untuk membeli tank-tank kami."
Jangan Gegabah
Arjan El Fassed, anggota parlemen dari Partai Kiri Hijau (Groenlinks), pertengahan Januari melayangkan pertanyaan tertulis kepada kabinet setelah laporan berbagai media, baik media Belanda maupun Indonesia, menunjukkan bahwa negosiasi mengenai kesepakatan transaksi belum dihentikan, meski telah ada himbauan dari Parlemen. Radio Nederland menanyakan komentar El Fassed akan tanggapan yang diberikan kabinet.
Anggota parlemen El Fassed kepada Radio Nederland mengatakan, parlemen belum mengambil tindakan karena belum ada kesepakatan apa-apa. Namun jika kesepakatan sampai diambil, kabinet harus tetap menginformasikannya dulu kepada parlemen. Dan saat itu akan ditinjau kembali apakah situasi hak asasi manusia masih terancam di Indonesia.
Sebelum Kementerian Pertahanan diizinkan melakukan transaksi alutsista dengan negara tertentu, mereka harus meminta rekomendasi dari Kementerian Luar Negri mengenai situasi terkini di negara tersebut. Rekomendasi tersebut lalu harus disampaikan ke Parlemen. Stempel "kondusif/tidak kondusif" dari Kemenlu sangat berperan dalam menentukan kelanjutan transaksi.
"Mayoritas anggota parlemen telah meminta pemerintah Belanda untuk tidak menjual tank Leopard ke Indonesia karena keterlibatan militer Indonesia dengan pelanggaran hak asasi manusia. Di Belanda berlaku bahwa transaksi alat utama sistem senjata (alusista) senilai di atas 2 juta Euro harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari parlemen. Yang terjadi saat ini adalah mayoritas anggota parlemen menyetujui bahwa situasi Indonesia tidak kondusif untuk membeli tank-tank kami."
Jangan Gegabah
"Indonesia dan beberapa negara lain telah menunjukkan minatnya membeli tank Leopard. Pembicaraan tertutup telah dilakukan dengan negara-negara tersebut yang dapat berujung pada kesepakatan penjualan,'' kata menteri Rosenthal dan Hillen. Jika proses telah sampai pada tahap tersebut, para menteri sebelumnya diharuskan melaporkan hal ini pada Parlemen.
"Kalau pada akhirnya kabinet Belanda memutuskan mengikat kesepakatan dengan Indonesia, tetap saja harus dilihat kemungkinan adanya pelecehan hak asasi manusia. Saat ini, sampai saat ini, kebanyakan dari kami merasa transaksi tidak boleh dilakukan. Adanya penjualan bisa diartikan sebagai sinyal yang salah dari pemerintah Belanda, jika kita melihat situasi di Papua Barat saat ini," demikian El Fassed menjelaskan kepada Radio Nederland.
Ketika ditanya apakah Belanda akhirnya tidak rugi kalau begitu saja melewatkan kemungkinan transaksi senilai 213 juta dollar yang sanggup dikeluarkan pemerintah Indonesia demi rongsokan tanknya, El Fassed mengatakan Belanda tidak boleh gegabah dan harus tetap berpegang pada peraturan yang ada.
"Yaaah, kalau mengenai masalah itu kita kembali lagi ke debat tak berujung; uang atau moral. Tapi kami (parlemen) berpegang pada ketetapan Eropa yang mengatakan dalam transaksi senjata kita harus mencermati risiko pemakaian senjata tersebut di kemudian hari."
Indonesia dinilai masih sangat kurang menghormati hak-hak asasi manusia, terutama di Papua Barat. Parlemen mengkhawatirkan Indonesia akan menggunakan tank Leopard untuk menekan rakyatnya. Apakah Indonesia sebegitu tidak dipercayanya untuk diperbolehkan membeli tank?
"Begini, keberatan bukan hanya datang dari parlemen Belanda. DPR Indonesia sendiri juga tidak seluruhnya sepaham kok. Mereka meragukan apakah tank ini cocok untuk situasi di sana. Apakah dana yang dialokasikan tidak ketinggian. Tapi itu urusannya parlemen Indonesia, bukan urusan saya", tegas anggota parlemen Belanda ini.
"Lagipula Indonesia itu terdiri dari banyak pulau. Tank semacam ini bukanlah senjata yang efektif digunakan di situasi kepulauan. Karena itu menurut kami hanya ada satu alasan mengapa mereka mau membeli tank ini; untuk digunakan di kota besar untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan seperti yang Anda lihat terjadi di negara-negara Arab. Kemungkinan inilah yang ingin kami cegah."
Tidak Kecolongan Lagi
"Kalau pada akhirnya kabinet Belanda memutuskan mengikat kesepakatan dengan Indonesia, tetap saja harus dilihat kemungkinan adanya pelecehan hak asasi manusia. Saat ini, sampai saat ini, kebanyakan dari kami merasa transaksi tidak boleh dilakukan. Adanya penjualan bisa diartikan sebagai sinyal yang salah dari pemerintah Belanda, jika kita melihat situasi di Papua Barat saat ini," demikian El Fassed menjelaskan kepada Radio Nederland.
Ketika ditanya apakah Belanda akhirnya tidak rugi kalau begitu saja melewatkan kemungkinan transaksi senilai 213 juta dollar yang sanggup dikeluarkan pemerintah Indonesia demi rongsokan tanknya, El Fassed mengatakan Belanda tidak boleh gegabah dan harus tetap berpegang pada peraturan yang ada.
"Yaaah, kalau mengenai masalah itu kita kembali lagi ke debat tak berujung; uang atau moral. Tapi kami (parlemen) berpegang pada ketetapan Eropa yang mengatakan dalam transaksi senjata kita harus mencermati risiko pemakaian senjata tersebut di kemudian hari."
Indonesia dinilai masih sangat kurang menghormati hak-hak asasi manusia, terutama di Papua Barat. Parlemen mengkhawatirkan Indonesia akan menggunakan tank Leopard untuk menekan rakyatnya. Apakah Indonesia sebegitu tidak dipercayanya untuk diperbolehkan membeli tank?
"Begini, keberatan bukan hanya datang dari parlemen Belanda. DPR Indonesia sendiri juga tidak seluruhnya sepaham kok. Mereka meragukan apakah tank ini cocok untuk situasi di sana. Apakah dana yang dialokasikan tidak ketinggian. Tapi itu urusannya parlemen Indonesia, bukan urusan saya", tegas anggota parlemen Belanda ini.
"Lagipula Indonesia itu terdiri dari banyak pulau. Tank semacam ini bukanlah senjata yang efektif digunakan di situasi kepulauan. Karena itu menurut kami hanya ada satu alasan mengapa mereka mau membeli tank ini; untuk digunakan di kota besar untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan seperti yang Anda lihat terjadi di negara-negara Arab. Kemungkinan inilah yang ingin kami cegah."
Tidak Kecolongan Lagi
Bagaimana dengan desakan untuk berhemat bagi Kementerian Pertahanan, seperti layaknya bagi semua institusi pemerintahan di Belanda?
"Ya betul. Tapi walaupun demikian transaksi tidak harus buru-buru dilakukan. Nilai pakai tank tidak akan lantas berkurang. Menurut kami langkah penghematan tidak boleh dijadikan alasan untuk begitu saja berkelit dari peraturan yang telah ditetapkan Eropa atas penjualan senjata," lanjut El Fassed.
Menurutnya Belanda harus lebih berhati-hati agar tidak dipermalukan lagi seperti yang terjadi tempo hari di Bahrain dan Mesir, juga Libya. Melalui layar televisi kita melihat tank-tank Belanda digunakan untuk menghalau para demonstran. Saat itu Den haag kecolongan karena mereka tidak menyelidiki perihal ini dengan cermat. Demikian Arjan El Fassed kepada Radio Nederland.
"Ya betul. Tapi walaupun demikian transaksi tidak harus buru-buru dilakukan. Nilai pakai tank tidak akan lantas berkurang. Menurut kami langkah penghematan tidak boleh dijadikan alasan untuk begitu saja berkelit dari peraturan yang telah ditetapkan Eropa atas penjualan senjata," lanjut El Fassed.
Menurutnya Belanda harus lebih berhati-hati agar tidak dipermalukan lagi seperti yang terjadi tempo hari di Bahrain dan Mesir, juga Libya. Melalui layar televisi kita melihat tank-tank Belanda digunakan untuk menghalau para demonstran. Saat itu Den haag kecolongan karena mereka tidak menyelidiki perihal ini dengan cermat. Demikian Arjan El Fassed kepada Radio Nederland.
Sumber : Kompas
Ingatkah Belanda ?...dia menciptakan Pelanggaran HAM kepada Negara kita yang sudah menjajah negara kita dan tanpa mempedulikan HAM dan perlu diwaspadai...bahwa belanda merasa kecewa karena Papua Barat yang ingin dikuasai...tetapi gagal. Naluri penjajah berada didalam diri yang bernama Belanda...
BalasHapus