Selasa, Agustus 02, 2011
1
EROPA-(IDB) : Meski negara-negara Barat telah meminta Dewan Keamanan PBB membahas sanksi lebih berat bagi Suriah, intervensi militer langsung seperti terjadi di Libya dipastikan tak akan terjadi. Menteri Luar Negeri Inggris William Hague dan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Anders Fogh Rasmussen, Senin (1/8), menegaskan tak akan ada dukungan militer bagi kelompok-kelompok antirezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah.

Kedua pejabat tersebut mengatakan, ketiadaan dukungan dan konsensus dunia internasional menjadi penghalang utama aksi militer semacam di Libya. Namun, di luar itu, negara- negara yang sudah berperang di Libya itu pun memang tak ingin berperang lagi.

”Bahkan, kalaupun kami berniat, kemungkinan (memperoleh mandat PBB untuk aksi militer) hampir tidak ada. Sementara, kami memang tak berniat (melancarkan aksi militer),” tandas Hague, seperti dikutip Agence France Presse.

Alasan sebenarnya sudah jelas, Eropa tak lagi punya uang untuk membiayai operasi militer besar-besaran. Krisis ekonomi yang melanda Eropa dan AS membuat para polisi dunia itu tak lagi sempat berpikir untuk mengobarkan perang baru di belahan dunia lain.

Menurut Renaud Bellais, manajer senior studi ekonomi di konsorsium industri pertahanan Eropa, EADS, tanpa dukungan AS, negara-negara Eropa sebenarnya sudah tak mampu menjalankan operasi di Libya saat ini.

”Jumlah rudal AS yang ditembakkan dalam satu minggu (pada operasi di Libya) sama dengan jumlah rudal yang ditembakkan Perancis dalam satu tahun. Eropa memiliki cadangan militer yang sangat lemah,” ujar Bellais, seperti dikutip majalah Jane’s Defence Weekly (JDW) edisi 29 Juni lalu.

Sektor pertahanan menjadi sektor belanja pemerintah yang pertama kali disunat dalam berbagai langkah penghematan di seluruh Eropa.

Masih menurut JDW, sebuah studi yang dilakukan Parlemen Eropa baru-baru ini menyebutkan, berbagai langkah penghematan sektor pertahanan di Eropa saat ini terlalu fokus pada tujuan jangka pendek tanpa pandangan jangka panjang dan koordinasi peningkatan kemampuan pertahanan bersama di Eropa.

Christian Mölling, peneliti dari Institut Keamanan dan Hubungan Internasional Jerman yang mendapat tugas dari Parlemen Eropa untuk menyusun studi ini, mengatakan, negara-negara anggota Uni Eropa saat ini tak mau mengakui bahwa kemampuan militer mereka saat ini sedang berubah menjadi angkatan bersenjata ”bonsai”, kecil, dan hanya sedap dipandang dari luar saja.

Sumber: Kompas

1 komentar: