JAKARTA-(IDB) : Keputusan Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) dalam melakukan joint production pembangunan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment (KFX) dinilai tepat. Kemampuan Korea Selatan dalam industri pertahanan cukup mumpuni sehingga tak perlu diragukan keberhasilannya.
Menurut pengamat militer LIPI Jaleswari Pramodhani selama beberapa periode terakhir Korsel telah menjadi kiblat pembangunan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). "Pembangunan industri pertahanan Korea Selatan merupakan salah satu yang bagus di Asia. Selama ini Indonesia juga mengambil dari sana setelah sebelumnya dari Rusia,"kata Dhani -panggilan Jaleswari - saat dihubungi di Jakarta, Senin (11/7).
Pernyataan Dhani senada dengan apa yang disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. "Industri pertahanan Korea Selatan tidak meragukan karena kerja sama sebelumnya berhasil," ujar Purnomo.
Purnomo mencontohkan keberhasilan kerja sama Indonesia-Korsel dalam membangun Kapal Landing Platform Dock (LPD). Saat itu, kedua negara membangun 4 buah LPD yang 2 diantaranya dikerjakan di Indonesia melalui PT Pal. Salah satu kapal LPD hasil kerja sama itu adalah KRI Suharso. Bahkan, kata Menhan, PT Pal mendapatkan pesanan dari Filipina untuk membangun 3 LPD.
"Sekarang mereka sedang membangun FA50, semacam T50, untuk mengganti F5E Tiger. Saya sudah tinjau ke pabriknya. Jadi teknologi Korsel sudah maju,"tegas Menhan.
Ditanya soal APBNP yang hanya disetujui DPR sebesar 2 Triliun, Menhan mengatakan hal tersebut belum keputusan final. "Itu belu, selesai, karena baru sampai tahap komisi I. Setelah itu masih akan dibahas di Panitia Anggaran karena vocal point-nya ada di Menteri Keuangan dan Panitia Anggaran,"katanya.
Purnomo menjelaskan, APBNP tersebut dialokasikan untuk 3 program. Alokasi dana terbesar diperuntukan bagi percepatan Minimal Essential Forces (MEF). "Paling besar untuk percepatan MEF untuk rupiah murni. Dibutuhkan 150 Triliun untuk 5 tahun. Yang tersedia saat ini 100 triliun." Sisa 50 triliun, kata Menhan, dibagi dengan rincian 11 triliun pada 2011, 12 triliun 2012, 13 triliun 2013, dan 14 triliun pada 2014.
Program lainnya adalah program non MEF seperti pengadaan alat kesehatan (Alkes), dan pusat misi pemeliharaan perdamaian di Sentul. Program ketiga adalah program realokasi dari rupiah murni.
Menurut pengamat militer LIPI Jaleswari Pramodhani selama beberapa periode terakhir Korsel telah menjadi kiblat pembangunan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). "Pembangunan industri pertahanan Korea Selatan merupakan salah satu yang bagus di Asia. Selama ini Indonesia juga mengambil dari sana setelah sebelumnya dari Rusia,"kata Dhani -panggilan Jaleswari - saat dihubungi di Jakarta, Senin (11/7).
Pernyataan Dhani senada dengan apa yang disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. "Industri pertahanan Korea Selatan tidak meragukan karena kerja sama sebelumnya berhasil," ujar Purnomo.
Purnomo mencontohkan keberhasilan kerja sama Indonesia-Korsel dalam membangun Kapal Landing Platform Dock (LPD). Saat itu, kedua negara membangun 4 buah LPD yang 2 diantaranya dikerjakan di Indonesia melalui PT Pal. Salah satu kapal LPD hasil kerja sama itu adalah KRI Suharso. Bahkan, kata Menhan, PT Pal mendapatkan pesanan dari Filipina untuk membangun 3 LPD.
"Sekarang mereka sedang membangun FA50, semacam T50, untuk mengganti F5E Tiger. Saya sudah tinjau ke pabriknya. Jadi teknologi Korsel sudah maju,"tegas Menhan.
Ditanya soal APBNP yang hanya disetujui DPR sebesar 2 Triliun, Menhan mengatakan hal tersebut belum keputusan final. "Itu belu, selesai, karena baru sampai tahap komisi I. Setelah itu masih akan dibahas di Panitia Anggaran karena vocal point-nya ada di Menteri Keuangan dan Panitia Anggaran,"katanya.
Purnomo menjelaskan, APBNP tersebut dialokasikan untuk 3 program. Alokasi dana terbesar diperuntukan bagi percepatan Minimal Essential Forces (MEF). "Paling besar untuk percepatan MEF untuk rupiah murni. Dibutuhkan 150 Triliun untuk 5 tahun. Yang tersedia saat ini 100 triliun." Sisa 50 triliun, kata Menhan, dibagi dengan rincian 11 triliun pada 2011, 12 triliun 2012, 13 triliun 2013, dan 14 triliun pada 2014.
Program lainnya adalah program non MEF seperti pengadaan alat kesehatan (Alkes), dan pusat misi pemeliharaan perdamaian di Sentul. Program ketiga adalah program realokasi dari rupiah murni.
Source: Jurnas
0 komentar:
Posting Komentar